MA Pangkas Masa Tahanan Napi Koruptor Anas Urbaningrum Dari 14 Tahun Jadi 8 Tahun, Denda Rp 300 Juta

Pada pengadilan tingkat pertama, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun penjara sebelum dikurangi menjadi 7 tahun penjara saat mengajukan banding.

Editor: Frans Krowin
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (10/1/2014). 

MA Pangkas Masa Tahanan Napi Koruptor Anas Urbaningrum Dari 14 Tahun Jadi 8 Tahun, Denda Rp 300 Juta

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Di tengah gelombang korupsi jadi sorotan publik dan MA jadi bahan gonjang ganjing gegara kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari, kini ada hal baru yang dilakukan MA. 

Mahkamah Agung (MA) memotong masa hukuman terpidana kasus korupsi yang mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).

Kali ini, MA memotong hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum yang menjadi terpidana kasus korupsi Proyek Hambalang dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara di tingkat kasasi. 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun, ditambah dengan pidana denda sebanyak Rp 300 juta dengan ketentuan apabila deda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama tiga bulan," demikian bunyi putusan majelis hakim PK, Rabu (30/9/2020).

Meski memotong masa hukuman Anas, majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.

Selain itu, Anas tetap dihukum memembayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 dan 5.261.070 dollar AS.

Alasan MA

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, PK Anas dikabulkan karena adanya kekhilafan hakim yang dinilai dapat dibenarkan.

Kekhilafan yang dimaksud terkait pasal yang didakwakan kepada Anas Urbaningrum.

Majelis hakim PK berpendapat, pasal yang tepat dikenakan kepada Anas adalah Pasal 11 UU Tipikor, bukan Pasal 12a UU Tipikor.

Menurut majelis hakim PK, Pasal 12a UU Tipikor tidak tepat diterapkan karena pemberian dana maupun fasilitas kepada Anas dilakukan sebelum Anas menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Fraksi di DPR.

Mengenai pencabutan hak politik selama 5 tahun kepada Anas Urbaningrum, menurut majelis hakim, hal itu sesuai SEMA Nomor 3 Tahun 2018 yang menyatakan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dibatasi paling lama 5 tahun setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kiri) menjalani persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin )kanan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin (25/8/2014). Anas diduga terkait korupsi dalam proyek Hambalang, yang juga melibatkan mantan Menpora Andi Malarangeng.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kiri) menjalani persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin )kanan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin (25/8/2014). Anas diduga terkait korupsi dalam proyek Hambalang, yang juga melibatkan mantan Menpora Andi Malarangeng. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Oknum ASN Ini Ditangkap Polisi, Lakukan Pencabulan di Dalam Kendaraan, Ternyata Ada Pelaku Lain

Tidak Berikan Izin Keramaian, Polri Pastikan Sudah Kordinasi dengan PSSI, simak INFO

Adapun majelis hakim yang menangani PK Anas terdiri dari Sunarto selaku Ketua Majelis Hakim serta Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin sebagai hakim anggota.

Anas Urbaningrum merupakan terpidana dalam kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012.

Pada pengadilan tingkat pertama, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun penjara sebelum dikurangi menjadi 7 tahun penjara saat mengajukan banding.

Hukuman Anas tersebut kembali diperberat di tingkat kasasi yang menjatuhi hukuman 14 tahun penjara bagi Anas.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut agar Anas dihukum 15 tahun penjara.

Menanggapi putusan PK tersebut, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai KPK telah melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Ia menyerahkan kepada publik untuk menilai putusan-putusan MA tersebut telah memenuhi rasa keadilan atau tidak.

"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali trsebut," kata Nawawi, Kamis (1/10/2020).

Menambah Daftar Panjang

Putusan PK Anas tersebut memperpanjang daftar terpidana korupsi yang mendapat potongan hukuman setelah PK yang mereka ajukan dikabulkan oleh Mahkamah Agung.

KPK sebelumnya mencatat setidaknya ada 20 terpidana kasus korupsi yang hukumannya disunat oleh MA.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menyayangkan obral pemotongan hukuman tersebut karena dapat mengurangi efek jera serta menyuburkan praktik korupsi di Indonesia.

"Efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil. Ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia," kata Ali, Senin (21/9/2020) pekan lalu.

Selain mengurangi efek jera, fenomena pemotongan hukuman tersebut juga dinilai dapat menciptakan citra buruk bagi lembaga peradilan di mata publik.

"Fenomena ini juga akan memberikan image buruk dihadapan masyarakat yang makin kritis terhadap putusan peradilan yang pada gilirannya tingkat kepercayaan publik atas lembaga peradilan pun semakin tergerus," kata Ali.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pun menilai, masa depan pemberantasan korupsi akan suram jika praktik tersebut dan tren pemberian vonis ringan terus dipertahankan.

Akhirnya Jaksa Pinangki Buka Suara, Bantah Buat Action Plan Ke Djoko Tjandra Hingga Minta Maaf

Ada Keterlibatan Jerman dalam Aksi Pembantaian Massal Pasca G30S-1965 di Indonesia

Berdasarkan data ICW, rata-rata hukuman pelaku korupsi sepanjang tahun 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

Dari 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada 2019, 54 orang divonis bebas atau lepas, 842 orang divonis ringan (0-4 tahun penjara) sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun penjara) hanya 9 orang.

Selain vonis hukuman penjara, ICW menilai pemulihan kerugian negara juga sangat kecil.

ICW mencatat, kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019 sebesar Rp 12 triliun namun pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp 750 miliar.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu memiliki tiga implikasi serius.

Pertama, hal itu menegasikan nilai keadilan bagi masyarakat sebagai pihak yang terdampak korupsi.

Kedua, vonis ringan meluluhlantakan kerja keras penegak hukum yang telah bersusah payah membongkar praktik korupsi.

"Ketiga, menjauhkan pemberian efek jera, baik bagi terdakwa maupun masyarakat," kata Kurnia, Rabu kemarin. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2020/10/01/08231081/ma-diskon-hukuman-anas-urbaningrum-daftar-koruptor-yang-dapat-keringanan?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved