Breaking News

9 Indikator Kategori Yang Buruk Sebabkan Indeks Demokrasi Indonesia NTT Turun

menyoroti bagaimana membuat instrumen (angka IDI) tersebut digunakan oleh pengambilan kebijakan.

Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Tim Pokja Indeks Demokrasi Indonesia NTT foto bersama usai kegiatan rapat dan rilis IDI NTT dan Indonesia tahun 2019 di Aula Kesbangpol NTT, Rabu (30/9). 

9 Indikator Kategori Yang Buruk Sebabkan Indeks Demokrasi Indonesia NTT Turun

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2019 turun dibanding tahun sebelumnya. Penurunan angka Indeks Demokrasi Indonesia ini tidak lepas dari sumbangan kualitas sembilan indikator dari tiga aspek yang dinilai dengan kategori buruk. 

Dengan angka IDI sebesar 81,02 poin menandakan penurunan 1,30 poin dari tahun 2018 yang berada di angka 82,32. Namun demikian, secara umum angka IDI Provinsi NTT berada pada kategori baik dan menempati posisi 6 nasional. 

Dalam presentasi rilis IDI Nasional dan Provinsi NTT tahun 2019 saat rapat kelompok kerja Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi NTT di Aula Bakesbangpol NTT, Rabu (30/9), Kepala BPS NTT, Darwis Sitorus mengatakan bahwa penurunan tersebut disebabkan karena penilaian aspek lembaga Demokrasi mengalami penurunan yang cukup drastis. 

"IDI Provinsi NTT nilainya 81,92 menurun dibanding tahun 2018, karena adanya penurunan yang cukup drastis pada aspek lembaga demokrasi," kata Sitorus. 

Ia mengatakan, komponen IDI yang dinilai (dihitung) terdiri atas tiga aspek, 11 variabel dan 28 indikator

Aspek kebebasan sipil yang dinilai, kata Sitorus, terbagi atas variabel kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan serta kebebasan dari diskriminasi. Sementara itu, aspek hak-hak politik terdiri atas variabel hak memilih dan dipilih serta partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintahan.

Sedang untuk aspek lembaga demokrasi terdiri atas variabel Pemilu yang bebas dan adil, peran DPRD, peran partai politik, peran birokrasi pemerintah daerah dan peradilan yang independen. 

Penilaian dilakukan terhadap sumber data dokumen berupa Perda, Perbup, Pergub dan dokumen regulasi lain; analisa surat kabar, fokus grup diskusi, wawancara mendalam dan verifikasi fakta. 

"IDI NTT tahun 2019 dipengaruhi oleh situasi sosial politik," tegas Sitorus. 

Ia mengatakan, untuk aspek hak hak politik naik 6,73 poin menjadi 78,58 pada 2019. Sementara untuk Indeks kebebasan sipil, Provinsi NTT memperoleh nilai 93,97. Angka itu turun 0,03 poin dari tahun 2018. Demikian pula aspek lembaga demokrasi yang memperoleh nilai 68,62 atau turun 15,66 poin dari tahun 2018.

Untuk aspek lembaga demokrasi, indikator kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN menyumbang poin negatif tertinggi yakni (-) 73,68. Berturut turut, upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah menyumbang poin (-) 41,67, kegiatan kaderisasi yang dilakukan peserta pemilu menyumbang poin (-) 14,29, netralitas penyelenggaraan pemilu dengan (-) 9,09 dan perda yang merupakan inisiatif DPRD dengan poin (-) 8,97.

Pada aspek hak politik, hanya satu indikator yang dinilai negatif yakni pengaduan masyarakat mengenai layanan penyelenggaraan pemerintahan dengan poin (-) 0,18.

Sementara untuk aspek kebebasan sipil, ada tiga indikator yang juga dinilai negatif. Indikator ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat mendapat poin (-) 62,50, ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat dengan poin (-) 41,67 dan tindakan/penyertaan pejabat yang diskriminatif dalam hal gender, etnis atau kelompok rentan lainnya dengan poin (-) 9,38.

Penurunan aspek lembaga demokrasi, kata Sitorus, tidak lepas dari kinerja pemerintah pusat dan daerah, terutama terkait indikator pada aspek tersebut. Ia menjelaskan, terkait indikator yang menurun nilainya, itu merupakan ranah pemerintah seperti penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah serta meningkatnya kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN

Meski demikian, jelasnya, ada peningkatan aspek hak politik. Hal itu terutama terlihat dari semakin meningkatnya tingkat partisipasi pemilu dan pengaturan TPS yang lebih mudah diakses penyandang disabilitas. 

Hal lainnya yakni, penurunan aspek kebebasan sipil tidak terlepas dari sengitnya kompetisi pada Pemilu 2019 dan maraknya demonstrasi terkait revisi UU KPK dan UU KUHP

"Secara Nasional NTT berada di Kategori sedang," tegasnya. 

Terhadap angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) NTT 2019 itu, anggota Pokja dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang mengatakan, hal itu menandakan bahwa kesadaran negara soal demokrasi masih rendah. Dua soal besar yang harus disikapi serius adalah persoalan kesewenang-wenangan pemimpin birokrasi memecat pegawai dan persoalan transparansi APBD.

"Hal ini sudah ulang ulang dibahas tapi tidak terlihat hasilnya," kata Atang. 

Menurutnya, perbaikan atas hal itu bukan berada di level publik tetapi di lembaga atau negara. "Peran negara itu yang mesti kita dorong, harus ada rencana aksi," tegasnya. 

Anggota Pokja lainnya, Dr. John Tuba Helan meminta penyelenggaraan pemerintahan harus diperbaiki terutama terkait dengan variabel yang menyumbang "angka buruk". 

Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu menilai, terkadang pejabat pemerintahan membuat keputusan yang sifatnya emosional terutama dalam kasus yang berujung gugatan pejabat ke PTUN

"Gugatan ke PTUN meningkat dari waktu ke waktu kepada pejabat yang membuat keputusan. Ini menandakan bahwa kerja pemerintah kurang baik, keputusan pejabat negara sifatnya emosional. Penyelenggaraan pemerintahan harus diperbaiki," katanya. 

Ia juga mengungkap, kasus pejabat tinggi yang melarang demonstrasi mahasiswa sebagai hal yang mencederai demokrasi. 

"Faktanya seperti seperti itu. Seorang profesor doktor melarang demonstrasi, itu memalukan sekali," tegasnya. 

Sementara itu, akademisi Universitas Nusa Cendana Kupang, Yohanes Jimi Nami menyorot lembaga demokrasi seperti partai politik yang perannya seakan hilang saat ini. 

"Partai politik seperti hilang. Peran partai politik yang minim dalam hal pendidikan politik membahayakan. Pilkada dalam konteks lokal hanya fenomena permukaan," katanya. 

Sementara itu, terkait peran birokrasi, ia mengatakan, seharusnya terbuka terhadap publik terutama dalam hal keterbukaan informasi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Tidak ditemukan APBD dalam informasi publik menandakan bahwa Pemda belum berani terbuka. "Kenapa tidak ditemukan? Mungkin karena belum ada pemda yang berani. Ini penting karena birokrasi berkompetisi dengan masyarakat digital saat ini," katanya. 

Tim Pokja mengakui, hingga akhir 2019 tidak ada informasi APBD di Provinsi NTT yang diupload ke website. Pihak BPS secara rutin melakukan pengecekan setiap triwulan. 

"Pada 2019, sampai bulan Desember tidak ada yang diupload. Sampai Juni 2020 baru upload. Itu terlambat dan tidak sesuai jadwal. Dari 12 item yang dicek hanya 6 saja yang ada," kata anggota tim sekretariat Tim Pokja, Lusiana Hermanus. 

Tres Geme,  anggota Pokja, menyoroti bagaimana membuat instrumen (angka IDI) tersebut digunakan oleh pengambilan kebijakan. 

Kemunduran yang terjadi pada penurunan angka Indeks demokrasi, menurutnya ada pada birokrasi. Sementara itu, ia mengapresiasi media yang berani menulis untuk penyadaran publik. 

"Kami memberi apresiasi kepada media yang mulai berani mengatakan bahwa ini salah," ucapnya. 

Ia meminta agar, ada tindak lanjut dalam aksi nyata sehingga hasil penilaian itu dapat diperbaiki dalam kehidupan demokrasi pada masa mendatang. 

"Rencana aksinya seperti apa? IDI dari tahun ke tahun, jangan sampai angka yang ada hanya disimpan, tidak digunakan," demikian Tres. 

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Hasyim Ashari juga memberi masukan agar ada kerja kolaborasi untuk mendorong transparansi APBD oleh pemerintah. 

Ia mencontohkan, ada kabupaten dan lembaga vertikal yang benar benar menerapkan transparansi anggaran dengan membuka dokumen anggaran kepada publik melalui website. Ia mencontohkan website Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dan website Kantor Agama Provinsi NTT. 

Hari Kesaktian Pancasila 2020, Ini Kata-kata Mutiara yang Bisa Dibagikan di FB, WA, IG, Twitter Anda

KPID NTT Tancap Gas Meliterasi di Masa Pandemi Covid-19

Amppera Desak BPKP NTT Segera Serahkan Hasil Audit Kasus Awololong ke Penyidik Tipikor Polda NTT

Ketua MUI Ngada Imbau Pelaku Perjalanan Taati Protokol Kesehatan

"Ini bisa dibuat, jadi kita bisa sama sama dorong untuk  lebih ada keterbukaan publik terutama dalam transparansi APBD yang menjadi catatan dalam penilaian IDI," kata Hasyim. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong ) 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved