Gerakan 30 September
G30S PKI, Jelang Ditembak 30 September Jenderal S Parman Lihat Burung Sriti dan Gereja di Kamar Tamu
Jelang ditembak 30 September, Jenderal S Parman melihat burung Sriti dan burung Gereja di ruang tamu.
Kepada Parman, prajurit Tjakra itu mengatakan keadaan negara sedang genting. Karena curiga, Sumirahayu menanyakan surat perintah dan identitas si penjemput.
Sedangkan Jenderal Parman ke kamar untuk berganti pakaian dengan seragam dinas ketentaraan.
Begitu keluar, Parman kaget lantaran banyak prajurit Tjakra di halaman rumahnya.
Dia memerintahkan sang istri menghubungi Menpangad Letjen Ahmad Yani, namun sambungan telepon rumah sudah diputus.
Jenderal Parman pun dibawa oleh prajurit Tjakrabirawa bukan ke Istana untuk bertemu dengan Presiden Sukarno, melainkan ke Lubang Buaya di kawasan Halim, Jakarta Timur.
Di Lubang Buaya, S. Parman dibunuh dan dimasukkan ke sumur tua bersama lima jenderal lainnya.
Jenazahnya baru ditemukan tiga hari kemudian. Tepat pada hari ulang tahun TNI, 5 Oktober 1965, jenazah mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Selain kedatangan burung gereja dan burung sriti, sang jenderal menunjukkan isyarat sebelum mangkat. Setengah tahun sebelum G 30 S/PKI, Parman berjalan-jalan dengan sang istri di Taman Makam Pahlawan, Kalibata. Persis di depan gerbang TMP, S. Parman mendadak menghentikan mobilnya.
Kepada sang istri, Parman berpesan agar setelah meninggal nanti dimakamkan di TMP Kalibata.
Dia merasa TMP adalah tempat istirahat abadinya yang membahagiakan. Dia juga berpesan agar di batu nisannya nanti dibuat tulisan: Pejuang Sejati.
Dua minggu sebelum malam kelam 1 Oktober 1965, S. Parman mendampingi Letjen Ahmad Yani ke Nusa Tenggara.
Dia pun berpamitan kepada sang istri, "Jeng, hati-hati di rumah ya! Saya akan pergi ke perbatasan, mungkin di sana nanti saya ditembak musuh."
Semua pertanda itu tak begitu dipikirkan oleh Sumirahayu. Hingga akhirnya, Jumat dini hari itu, empat jam selepas kedatangan burung gereja dan burung sriti di ruang tamu, gerombolan prajurit Tjakrabirawa datang menculik S. Parman dan membunuhnya.
Kronologi G 30 S PKI
Dilansir dari berbagai sumber, Gerakan 30 September atau G 30 S PKI ini menyatakan sendiri sebagai gerakan pengambil alihan kekuasaan dengan kekerasan.
Para tokoh yang berpengarih diburu dan dibunuh dengan sadis.
Hingga akhirnya sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dengan hukuman mati.
Saat itu Ketua PKI DN Aidit dituding merancang Gerakan 30 September atau G 30 S PKI tersebut.
Tak lama setelah itu penangkapan balik besar-besaran anggota PKI yang terlibat itu diburu.
Tak hanya orang-orang yang terlibat dalam gerakan tersebut.
Tetapi juga siapapun termasuk simpatisan terkait PKI atau organiasi-organisasi identik komunis.
Beberapa organisasi terkait simpatisan PKI saat itu di antaranya Lekra, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia, bahkan Gerakan Wanita Indonesia, dan lain sebagainya.
Masyarakat Indonesia saat itu tak tinggal diam, mereka menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia atau PKI tersebut.
Selanjutnya tak lama kemudian, Mayjen Soeharto naik menggantikan Presiden Soekarno.
G 30 S PKI ini disebut-sebut menjadi tanda beralihnya pemerintahan Orde Baru.
Sampai saat ini, ada banyak cerita dan tafisaran dari tragedi G 30 S PKI.
Ada banyak tudingan antar kelompok saat peralihan kekuasaan presiden hingga jatuh ke tangan Mayjen Soeharto. *
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Ditawari Gabung PKI Menolak, Kedekatan Jadi Pengantar Kematian Jenderal S Parman Korban G 30 S PKI
https://kaltim.tribunnews.com/2020/09/29/jelang-ditembak-30-september-jenderal-s-parman-mel ihat-burung-sriti-dan-gereja-di-kamar-tamu?page=4