Tinggi Angka Gizi Buruk dan Stunting di Kota Kupang
Angka gizi buruk dan stunting di Kota Kupang meningkat selama tiga tahun terakhir sejak 2018 hingga 2020
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Kanis Jehola

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Angka gizi buruk dan stunting di Kota Kupang meningkat selama tiga tahun terakhir sejak 2018 hingga 2020.
Tingginya angka tersebut karena data awal diperoleh dari bayi dan balita yang ditimbang di Posyandu. Jadi orangtua yang tidak membawa bayi atau balitanya ke Posyandu maka tidak diketahui oleh Dinas Kesehatan.
Kemudian Dinas Kesehatan mempunyai program Indonesia Sehat melalui pendekatan keluarga, dari program inilah ditemukan lebih banyak orangtua yang mempunyai anak gizi buruk.
• Kasusnya Dihentikan, Charles Ucapkan Terima Kasih Kepada Korban dan pihak Kejari TTS
"Dianjurkan kita melakukan kegiatan Entry Program Penanganan Gizi Buruk Berbasis Masyarakat. Semua kader melaporkan dan akhirnya jumlahnya meningkat. Saya senang, supaya jangan jadi penanganan palsu. Sekarang by name by adress," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, Retnowati, kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (24/9/2020).
Ia mengatakan Program Indonesia Sehat melalui pendekatan keluarga lebih pada bagaimana mengintervensi sehingga keluarga itu nantinya sehat secara mandiri.
• BREAKING NEWS: Salah Tulis Nama Calon Wakil Bupati Belu Paket Sahabat Rapat Didunda
Peran Dinas Kesehatan adalah menangani gizi buruk agar tidak menjadi buruk dan gizi yang baik dengan cara melakukan intervensi, gizi buruk selama 90 hari maka dan gizi kurang 45 hari makan.
Kata Retno penanganan gizi buruk diberikan makanan siap saji untuk meningkatkan status gizi dengan dosis yang bisa diukur dengan tingkat nafsu makan.
Ia mengambil contoh ada anak yang nafsu makannya baik dan bisa menerima makanan tapi ada juga anak yang nafsu makannya jelek sehingga tidak bisa menerima maka harus dirawat inap selama 90 hari. 90 persen pasti berhasil.
Setelah itu anak-anak kembali pada keluarga, jadi tergantung pada seperti apa pendidikan ibu terhadap pola asuh anak, bagaimana pola makan beragam, status imunisasi, darimana sumber air bersih.
"Ini bukan lagi tanggung jawab Dinas Kesehatan. Dalam gizi buruk multisektoral, peran Dinas Kesehatan hanya 30 persen," ujarnya.
Ia mengatakan gizi buruk atau westing dan stunting itu tubuh pendek karena kekuarangan gizi kronis masa lalu.
"Stunting menunjukkan performance, yang harus diperbaiki melalui calon pengantin, persiapan hamil, selama hamil dan akhirnya melahirkan," ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, Dinas Kesehatan menghadapi berbagai kendala di lapangan, misalnya peran perta orangtua/keluarga, dalam hal ini ibu jika mempunyai bayi harus berperan aktif.
Kemudian pemahaman keluarga, bila makan di restoran maka berapa persen memerhatikan anaknya juga ikut makan.