Opini Pos Kupang
Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Data KPU selama tiga hari masa pendaftaran Pilkada 2020 terdapat 37 bakal calon kepala daerah positif terinfeksi Covid-19
Berkembang atau tidaknya Covid-19 tergantung pola pikir dan perilaku manusia dalam menyikapi pandemi ini secara bijak.
Tantangan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Tantangan utama dalam pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini adalah kesadaran menaati protokol kesehatan seperti menghindari kerumunan karena bagaimanapun dalam sebuah ajang politik seperti ini mau tidak mau pasti berurusan/berhubungan dengan massa sehingga perlu pengaturan dan penerapan sanski yang tegas kepada pelanggarnya.
Pilkada di masa pandemi bukan sekadar ajang untuk mencari pemimpin tetapi juga menjaga keselamatan rakyat (masyarakat). Perlu adanya kesadaran dari partai politik, peserta pilkada, penyelenggara pilkada, masyarakat dan semua elemen bangsa agar pilkada tetap berkualitas tetapi juga pilkada yang sehat dan menggembirakan.
Menurut Prof Garuda Wiko ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2020 adalah pertama, menguatnya politik transaksional; kedua, politisasi dan kampanye terselubung menggunakan program penanganan Covid-19; ketiga, gangguan profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu karena profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilihan terganggu dan terdistorsi oleh kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan akan tertular Covid-19 pada saat bekerja; keempat, aparatur sipil negara (ASN) dan birokrasi daerah yang tidak netral; kelima, pelaksanaan tahapan pilkada kerap kali bermasalah karena disebabkan faktor internal atau eksternal penyelenggara pemilu.
Misalnya kendala dalam menjaga akurasi dan validitas data pemilih akibat terganggunya pelayanan KTP elektronik di masa pandemi, tingginya pergerakan atau mobilisasi penduduk antar daerah, serta banyaknya pekerja migran yang kembali ke Indonesia; keenam, persoalan kampanye jahat melalui media digital juga penting menjadi perhatian KPU dan Bawaslu, seperti rapat daring, webinar, maupun diskusi jarak jauh berbasis teknologi.
Hal ini bisa saja dimanfaatkan oknum untuk semakin menyebarkan kampanye jahat berupa hoaks, informasi bohong, fitnah, maupun ujaran kebencian melalui platform media sosial atau aplikasi pesan personal; ketujuh, penundaan atau jeda tahapan pilkada ternyata mempertinggi pula biaya politik (political cost) yang harus dikeluarkan para calon, baik untuk merawat konstituen maupun menjaga elektabilitas.
Hal ini membutuhkan biaya yang makin besar karena rentang waktunya makin panjang.
Kedelapan, pada pilkada serentak tahun ini pemilih akan mengalami skeptisme pada proses pilkada karena dampak ekonomi dan psikologis yang mereka hadapi pasca pandemi Covid-19 lebih dominan ketimbang semangat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam proses pemilihan.
Sehingga masyarakat enggan merespon dengan baik proses pelaksanaan pemilihan yang melibatkan mereka. misalnya verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, coklit data pemilih, kampanye, maupun pemungutan suara. Pada akhirnya bila tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa berakibat pada penurunan penggunaan hak pilih di hari pemungutan suara tanggal 9 Desember 2020.
Selain itu, di bulan Desember akan ada perayaan Natal bagi umat Kristiani. Kesembilan, pada masa pandemi covid-19, diharapkan KPU bersinergi dengan para stakeholder untuk menyiapkan manajemen risiko berupa protokol pengelolaan tahapan pilkada yang kompatibel dengan penanganan Covid-19 dan memastikan tersedianya fasilitas untuk proteksi kesehatan petugas pemilihan, serta kepatuhan pada disiplin protokol kesehatan penanganan Covid-19 (https://www.untan.ac.id).
Ketaatan terhadap protokol Covid-19 dalam penyelenggaraan pilkada 2020 harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah terutama di daerah-daerah yang melaksanakan pilkada.
Pemerintah daerah di masa pandemi ini harus bijak dalam melakukan kegiatan-kegiatan atau program-program yang berpotensi mengumpulkan banyak orang dan membahayakan masyarakat dalam penyebaran Covid-19.
Ancaman pilkada di depan mata apabila Covid-19 semakin meningkat maka bukan tidak mungkin pilkada akan ditunda. Oleh karena itu perlu kewaspadaan dan kehati-hatian bagi semua elemen untuk memastikan pilkada 2020 sesuai aturan hukum dan protokol kesehatan. (*)