Sensus Penduduk 2020
Amunisi 'Mencabut' Akar Kemiskinan Flobamorata
Secara nasional, BPS menerjunkan 190.000 petugas pencacah di seluruh Indonesia untuk mengumpulkan data. Sebelumnya telah dilakukan sensus online
Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman

POS KUPANG, COM ---- JUMAT, 4 September 2020. Jarum jam menunjukkan pukul 15.22 Wita. Ketua RT 21/RW 006 Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Niko Kuba, mengirim pesan whatsapp kepada komunitas kelompok umat basis (KUB) di kelurahan setempat.
Pesannya demikian. "Bapak/ibu, sekarang ini petugas sensus penduduk akan datang ke rumah bapak/ibu untuk verifikasi ulang atau verifikasi data penduduk. Untuk itu mohon bantuannya untuk menyiapkan data pendukung berupa kartu keluarga dan KTP untuk mempermudah pendataan. Atas kerja samanya, saya selaku Ketua RT memgucapkan banyak-banyak terima kasih. Selamat sore, Tuhan menyertai kita selalu."
Pukul 15.26 Wita, pesan susulan dari Niko Kuba nongol lagi. "Minta maaf, mulai hari ini pukul 16.00 Wita, petugas sudah mulai bekerja."
Anggota komunitas pun memberi respons mendukung. "Makasih pak erte. Terima kasih Om Niko. Siap Om Niko." Masih banyak lagi respons positif lainnya. Semuanya senada siap menerima petugas sensus penduduk.
Benar. Pukul 17.45 Wita, dua petugas sensus penduduk sudah berdiri di depan pintu pagar rumah kami. Perumahan BTN Kolhua, Blok W/9. Keduanya memakai rompi berwarna biru tua dengan logo Sensus Penduduk (SP) 2020 di bagian dada kanan, logo BPS di bagian dada kiri, dan tulisan "PETUGAS SENSUS" di bagian punggung. Membawa tas punggung berwarna hitam dengan logo BPS dan SP2020. Memakai tanda pengenal bertuliskan nama petugas. Membawa surat tugas dari BPS kabupaten/kota setempat. Pun menerapkan protokol kesehatan.
Tak diragukan, kami mempersilakan keduanya masuk. "Saya Ignasius Moku. Saya Lenon Nafi," keduanya memperkenalkan diri. Instrumen sensus penduduk sudah disiapkan semuanya sehingga dialog berjalan lancar. Detil. Tiga puluh menit sudah kelar. "Terima kasih, jawaban bapak/ibu sudah mendukung Indonesia maju ke depan," keduanya pamitan.
Saya dan keluarga pun bergembira karena sudah mengambil bagian dalam perhelatan akbar 10 tahun sekali ini. Mendukung pemerintah.

Kick Off SP 2020
Kehadiran Ignasius dan Lenon di rumah warga, salah satunya, menandai Kick Off SP 2020 tingkat Provinsi NTT di Aula Lantai 2 Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, Senin (31/8/2020).
Di ruangan yang didandan rapi, warna-warni, lain dari biasanya, itu Asisten Perekonomian dan Pembangunan Daerah Setda NTT, Samuel Rebo, didampingi Kepala BPS NTT, Darwis Sitorus, dan pejabat lainnya memukul gong. Pertanda SP 2020 di NTT resmi dimulai. Tepuk tangan membahana. Sejarah pun terukir. Gaungnya menggema ke seluruh Flobamorata.
Pandangan pun tertuju pada suatu acara penting yang dinanti- nantikan. Kepala BPS Provinsi NTT, Darwis Sitorus, memakaikan atribut sensus secara simbolis kepada dua petugas yang akan melakukan pencacahan di lapangan. Ibarat berperang, mereka resmi dilepas ke medan laga. Menjalankan tugas negara. Mengunjungi warga. Door to door. Sebulan penuh, berakhir 30 September 2020.
Suasana kick off pun bertambah semarak oleh penampilan stand up comedy, iringan lagu dan video tiktok mendukung SP 2020 NTT.
Siapa yang Dicatat
Secara nasional, BPS menerjunkan 190.000 petugas pencacah di seluruh Indonesia untuk mengumpulkan data. Sebelumnya telah dilakukan sensus online, 15 Februari-29 Mei 2020.
Dari sensus online, tercatat 51,36 juta penduduk telah berpartisipasi atau sekitar 19 persen dari total penduduk Indonesia. Sisanya, 81 persen penduduk masih harus dicatat keberadaannya.
Para petugas yang diterjunkan ke lapangan dibagi dalam tiga zona wilayah. Zona I dengan 227 kabupaten/kota, pengumpulan data melalui mekanisme drop-off pick-up (DOPU). Petugas sensus membagikan kuesioner kepada masyarakat, diambil kembali setelah diisi secara mandiri oleh masyarakat.
Zona II, petugas memeriksa data penduduk dan melakukan verifikasi lapangan tanpa wawancara detail. Atau dilakukan ground check secara cepat. Tetap mendatangi rumah tangga, tapi pertanyaannya sangat pendek. Zona III, Papua dan Papua Barat dilakukan wawancara.
Saat melakukan pencacahan, petugas mencatat seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang telah dan akan tinggal selama minimal satu tahun di Indonesia.
Pencacahan meliputi seluruh wilayah Indonesia, Perwakilan RI yang ada di luar negeri/teritorial Indonesia beserta keluarga.
Kepala BPS Provinsi NTT, Darwis Sitorus, meminta masyarakat menerima kedatangan petugas Sensus tanggal 1-30 September 2020. "Terimalah mereka. Berikan jawaban yang jujur dan benar. Data sensus penduduk sangat bermanfaat bagi perencanaan pembangunan.
Data adalah kunci pembangunan di masa depan. Karenanya semua penduduk berpartisipasi mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia, Satu Data Kependudukan NTT. Tersaji data penduduk yang sudah terpadu," pesan Darwis Sitorus.
Darwis berharap petugas pencacah didampingi ketua RT sebagai ujung tombak pemeriksaan dan verifikasi data penduduk di wilayah terkecil. "Komitmen kita, semua rakyat NTT harus tercatat. Jangan sampai ada yang dilupakan," tegasnya.
Darwis pun memastikan sebelum turun ke lapangan semua petugas sensus telah menjalani rapid test. Mematuhi protokol kesehatan, menggunakan alat pelindung diri (APD). "Petugas memakai masker, sarung tangan, face shield, hand sanitizer dan physical distancing. Jadi, masyarakat jangan takut," pinta Darwis.
Permintaan senada disampaikan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Daerah Setda NTT, Samuel Rebo, Senin (31/8/2020). Semuel tak membantah pencacahan tahun ini diterpa Covid-19 dan memiliki tingkat kesulitan yang cukup menantang. Akan ada penolakan terhadap kehadiran orang baru. Namun masyarakat NTT tak perlu khawatir, karena selain sudah terlatih, petugas sensus mematuhi protokol kesehatan.
"Mayarakat NTT tidak perlu ragu-ragu menerima petugas sensus. Data sensus sangat diperlukan untuk membangun NTT," tegas Samuel sambil menyebut Pemerintah Provinsi NTT mendukung sensus ini secara penuh agar targetnya 100 persen.

Tuntaskan SP Online
Pada momen kick off, Darwis Sitorus juga menggarisbawahi bahwa sensus penduduk secara langsung ini untuk menuntaskan SP online di NTT, 15 Februari-31 Maret 2020, dengan mengakses www.sensus.bps.go.id.
Sejak diluncurkan SP online 15 Februari 2020, Darwis menerjunkan timnya ke berbagai kantor organisasi perangkat daerah, instansi vertikal, BUMN/ BUMD.
Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, mendukung penuh dengan mewajibkan para aparatur sipil negara (ASN) di provinsi ini menyukseskan SP online. Bahkan melalui surat No: BU.470/01/BPS/2020, Gubernur Viktor meminta para bupati se- NTT menyukseskan Sensus Penduduk 2020.
Gubernur Viktor juga mewajibkan karyawan serta mahasiswa perguruan tinggi negeri maupun swasta se-NTT untuk melakukan SP 2020 secara mandiri dengan sistem daring.
Hasilnya, sebanyak 18,19 persen dari total penduduk di NTT, sekitar 5,4 juta orang, telah mengikuti SP online.
Terdapat beberapa kabupaten/kota dengan pencapaian sensus melebihi target, yakni TTU, Flores Timur, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sumba Tengah, dan Kota Kupang. Namun Darwis mengakui capaian ini masih di bawah target sebesar 23 persen. Hal ini disebabkan kondisi infrastruktur, terutama akses internet belum menjangkau seluruh wilayah NTT.
Secara nasional hingga Kamis (28/5/2020) malam, tercatat 47,9 juta penduduk Indonesia berhasil melakukan sensus online, dari total perkiraan penduduk Indonesia hampir 270 juta jiwa.
Setelah SP secara daring selesai, Darwis Sitorus dan stafnya di seluruh NTT melakukan print daftar penduduk untuk mengetahui warga NTT yang sudah mengikuti SP daring dan yang belum. "Kalau yang sudah mengisi online, kami keep. Yang belum kami kunjungi dengan membagi dokumen secara berjenjang hingga tingkat RT/RW. Ini yang sedang dilakukan," tegasnya.
Endus Kemiskinan NTT
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, menaruh harapan besar terhadap Sensus Penduduk (SP) 2020. Politisi NasDem ini menginginkan hasil sensus penduduk bisa mengungkap data asli kemiskinan di NTT sebagai daerah ketiga termiskin di Indonesia.
BPS NTT harus mampu menghitung angka kemiskinan dan mencarikan solusi mengatasinya. "Sensus penduduk ini harus bisa mengungkap data riil terkait kemiskinan. Misalnya, apakah ada keterkaitan penduduk miskin dengan jumlah anak," ujar Gubernur Viktor dalam pertemuan dengan Kepala BPS NTT, Darwis Sitorus, di Kantor Gubernur NTT, Senin (24/2/2020) lalu.
Saat itu, Darwis beraudiens melaporkan agenda pelaksanaan sensus online, 15 Februari-31 Maret 2020. Saat itu, Gubernur Viktor mengajak BPS NTT memerangi kemiskinan di daerah ini.
Sekadar gambaran, BPS NTT mencatat penduduk miskin di daerah perkotaan di NTT pada September 2018 sebesar 9,09%, turun menjadi 8,84% pada Maret 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 24,65%, naik menjadi 24,91% pada Maret 2019.
Rumah tangga miskin di NTT pada Maret 2019 adalah 5,84 orang. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.183.704,/rumah tangga miskin/bulan.
Penyelesaian masalah kemiskinan, demikian Gubernur Viktor, harus dilakukan secara struktural. "Upaya penurunan angka kemiskinan tidak boleh hanya terarah pada statistik semata tetapi juga secara struktural," tegasnya.
Pembangunan dan pengurangan kemiskinan di NTT, diakui Gubernur Viktor, tidak akan berhasil jika data dan konsep masih amburadul. Program-program meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi sulit tercapai dan tidak efektif tanpa data yang valid.
"Ungkapan yang sudah sering kita dengar terkait dengan konsep dan data kemiskinan adalah bahwa 'membangun tanpa data ibarat berjalan tanpa tujuan'. Dan 'menyediakan data yang valid dan reliabel itu mahal, tetapi membangun tanpa data akan lebih mahal' karena semua upaya menjadi tidak efisien dan efektif," ujar Gubernur Viktor.
Lebih baik punya satu sumber data. Dari pada dua sumber data (satunya Dukcapil) lalu masing-masing mengklaim datanya akurat. Data BPS dan Dukcapil selalu berbeda karena perbedaan dalam menentukan konsep "penduduk". "Masalah data tak boleh ada alternatif. Hanya satu sumbernya, BPS. Titik!" tegas Gubernur Viktor.
Darwis Sitorus pun optimistis bisa menjawabi harapan Gubernur NTT. Pasalnya, petugas pencacah yang diterjunkan ke lapangan sudah terlatih dan mengumpulkan seperangkat data penduduk secara detil berupa keterangan individu, gender, status perkawinan, agama, etnisitas, bahasa sehari-hari, jumlah anak lahir hidup dan yang masih hidup, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
Juga keterangan mengenai ruang lingkup rumah tangga. Misalnya, kelahiran, kematian, penggunaan teknologi informasi- komunikasi. Kondisi dan fasilitas bangunan tempat tinggal, status kepemilikan, sumber penerangan, sumber bahan bakar, sumber air minum dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK).
Menurutnya, hasil sensus penduduk 2020 ini akan mampu memberikan data jumlah komposisi, distribusi juga karakteristik penduduk NTT khususnya dan Indonesia umumnya. Ini juga akan menghasilkan parameter demografi dan proyeksi penduduk, seperti probabilitas, mortalitas, migrasi serta karakteristik penduduk lainnya. Dengan detail data ini, maka dipastikan akar kemiskinan di NTT akan terjawab dan memudahkan pemerintah melakukan intervensi.
Merasakan Manfaat Sensus Penduduk
Antusiasme warga, termasuk keluarga saya mengikuti sensus penduduk, karena sudah merasakan manfaat agenda 10 tahunan ini.
Kepemilikan kartu keluarga, misalnya, merupakan manfaat langsung yang dirasakan masyarakat dalam menikmati pelayanan pemerintah. Juga Kartu Indonesia Pintar (KIP), beras sejahtera (Rastra). Atau pembagian sembako, bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi gaji terdampak Covid-19 yang kini sedang bergulir, juga merupakan manfaat dari sensus penduduk.
"Terkadang warga tidak menyadari sudah merasakan manfaat langsung sensus penduduk," ujar Ignasius Moku dan Lenon Nafi, dua petugas sensus ketika mencacah di RT 21/RW 006 Kelurahan Kolhua-Kupang, Jumat (4/9/2020).
Keduanya tidak membantah banyak isu-isu penting aktual di NTT yang membutuhkan data penduduk dalam melakukan intervensi. Misalnya, pembangunan pendidikan, penuntasan wajib belajar sembilan tahun, penuntasan buta aksara, tingkat partisipasi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, program keluarga berencana, penyusunan neraca kependudukan dan lingkungan, penyusunan indeks pembangunan Manusia (IPM).
Data kependudukan juga sangat dibutuhkan untuk mengintervensi bantuan bencana alam, program transmigrasi. Termasuk hajatan politik pemilukada yang kini sedang bergulir. Pun pemilihan umum, pemilihan presiden dan legislatif, pemilihan kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota).
"Banyak program pembangunan (kependudukan/sosial, antara lain bidang transportasi komunikasi tata ruang dan lingkungan perumahan, pendidikan, kesehatan sosial dan budaya) memerlukan data kependudukan sehingga bisa terlaksana dengan mudah. Semuanya terkategori berdasarkan domisili. Demikian penting manfaat data penduduk bagi pemerintah sehingga tidak ada alasan bagi warga tidak memberi informasi lengkap kepada petugas sensus di lapangan," tutur Ignasius dan Lenon.
Kini saatnya BPS mencatatkan diri sebagai NSA (National Statistics Agency, Red) yang sudah memakai big data secara masif. Data dasar sangat esensil digunakan untuk perumusan kebijakan. SP 2020 merupakan momen luar biasa. Mencatat Indonesia. Langkah awal pemerintah mewujudkan Satu Data Kependudukan Indonesia. (benny dasman)