Soal Timor Leste, BJ Habibie Tersinggung Ulah PM Australia,Presiden Sampai Percepat Refrendum TimTim
Sebulan setelah dilantik menggantikan Suharto, Presiden Habibie mengumumkan pernyataan pada Juni 1998 bahwa Indonesia siap memberikan status otonomi k
"Arah yang dia tempuh sudah sejalan dengan arah yang dikehendaki oleh isi surat itu," kata Howard.
"Hanya saja dia bergerak lebih jauh lagi. Dia melaju 20 mil bukan lima mil," kata Howard mengenai langkah Habibie menawarkan referendum.
Dituturkan kepada ABC, Habibie menyatakan adalah suatu penghinaan ketika PM Howard menyarankan untuk menurunkan pasukan penjaga perdamaian ke Timtim sebelum referendum.
Baca Juga: Cara Mengatasi Demam Anak dan Kapan Perlu Berikan Obat Penurun Panas
Klaim Amerika atas Perannya dalam Kemerdekaan Timtim
Kilas balik peristiwa lepasnya Provinsi RI ke-27 itu telah diketahui luas.
Namun demikian, anggapan bahwa Australia berperan besar dalam kemerdekaan Timtim mulai terbantahkan pada akhir Agustus 2019.
Sebuah dokumen intelijen Amerika Serikat yang baru saja dilakukan deklasifikasi mengungkap bahwa justru pihak Amerika Serikat yang menekan Jenderal Wiranto untuk menghentikan kekerasan pasca referendum dan memungkinkan masuknya pasukan penjaga perdamaian Interfet (International Force for East Timor) atau pasukan perdamaian internasional untuk Timor Timur.
Dokumen yang diunggah oleh ABC ini mengklaim bahwa AS, bukan Australia yang memaksa Indonesia menerima Interfet setelah 78,5 persen rakyat di sana memilih opsi merdeka.
Baca Juga: Tak Mau Berperang Lagi Setelah Perang Dunia 2, Untuk Pertama Kalinya Jepang Siap Serang Pangkalan Militer Musuh, Gunakan Senjata yang Bisa Musnahkan Jutaan Orang Ini
Dokumen tersebut juga mengindikasikan bahwa Australia sama sekali tidak mendukung atau merencanakan misi penjaga perdamaian sampai menit-menit terakhir.
Kendati demikian, bertahun-tahun setelah referendum, PM Howard selalu menyatakan 'pembebasan' Timor Leste adalah salah satu pencapaian paling membanggakan dirinya sebagai perdana menteri.
Profesor Clinton Fernandes dari University of NSW pada tahun 1999 yang bekerja sebagai analis intelijen untuk Timor Timur di Australian Theatre Joint Intelligence Centre (ASTJIC) Sydney berkomentar terkait sikap Australia.
Menurut Clinton Fernandes, sikap Australia saat itu dapat diartikan sebagai 'memberikan perlindungan diplomatik untuk kegiatan militer Indonesia'.
Baca Juga: Tak Mau Berperang Lagi Setelah Perang Dunia 2, Untuk Pertama Kalinya Jepang Siap Serang Pangkalan Militer Musuh, Gunakan Senjata yang Bisa Musnahkan Jutaan Orang Ini