‘Denyut Jantung’ Negara, Mimpi APBN Di Tangan Dingin Kepala Desa

Dana desa yang dialokasikan dari APBN berdampak bagi warga desa sebagai bentuk kehadiran negara untuk memajukan SDM-nya, infrastruktur dan lainnya

Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
Pos Kupang.com/Aris Ninu
AWASI-Brigpol Semris Bell, anggota Bhabinkamtibmas Kelurahan Wangkung sedang mengawasi proyek dana desa di Desa Lamarang, Kecamatan Reok Barat, Manggarai. 

“Kontribusi APBN terus kami dorong karena konsumsi pemerintah sendiri men- support PDRB NTT hingga 30%-40%. Artinya pertumbuhan NTT sangat tergantung pada APBN, terutama belanja modal untuk mendukung PMTB (pembentukan modal tetap bruto),” tutur Lydia, Jumat (15/11).

Pertumbuhan ekonomi NTT selama tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada 2016 tumbuh 5,12 persen, 2017 tumbuh hanya 5,11 persen dan 2018 tumbuh sebesar 5,13 persen dan tahun 2019, Bank Indonesia, mencatat pertumbuhan mencapai 5,20%. 

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, Kades Hadakadewa dan Bupati Lembata, Eliaser Jentji Sunur sedang menunjuk ikan teri
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, Kades Hadakadewa dan Bupati Lembata, Eliaser Jentji Sunur sedang menunjuk ikan teri (POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo)

Pada kesempatan terpisah, saat rilis pers di Kupang terkait kinerja APBN Semester I di Provinsi NTT, Lydia Kurnia Christyana mengharapkan agar alokasi APBN untuk dana desa dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan ekonomi desa. Program dana desa yang terus meningkat untuk NTT merupakan wujud perhatian yang serius dari pemerintah pusat untuk pembangunan di NTT melalui APBN.

Penyerapan APBN yang baik pada berbagai sector pembangunan diharapkan aakn dapat mempercepat pergerakan ekonomi dan pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud tidak hanya dalam hal mekin bertambahnya fasilitas atau sarana publik seperti jalan, jembatan, sekolah atau fasilitas publik lainnya.

Pertumbuhan yang diharapkan dari penyerapan APBN adalah makin bergeliatnya ekonomi masyarakat yang diharapkan meningkatnya pendapatan masyarakat yang pada suatu saat nanti tercipta kemandirian ekonomi di daerah bahkan desa.

Inovasi yang dilakukan oleh sejumlah desa dalam pemanfaatan dana desa baik melalui program pembangunan yang berdampak langsung secara sektoral seperti pendidikan, kesehatan maupun dalam rangka menggerakan roda ekonomi desa melalui BUMDES harus terus didorong.

Ceritera sukses BUMDES Au Wula di Detusoko Barat maupun BUMDES 7 Maret di Desa Hadekewa maupun inovasi seperti yang dilakukan puluhan desa lainnya harus menjadi inspirasi pemanfatan dana desa.

Dari 3.026 desa di Provinsi NTT dan telah terbentuk 978 Badan Usaha Miliki Desa (BUMdes) dengan 781 unit statusnya aktif dan total penyertaan modal sebesar Rp 118 miliar.

Modal tersebut berasal dari Alokasi Dana Desa dan dari jumlah tersebut 55 Desa telah memiliki produk unggulan dan dapat melakukan ekspor.

Kepala OJK NTT, Robert Sianipar pada Sosialisasi Penguatan BUMdes Provinsi NTT, di Aula Kantor Gubernur NTT, Senin (20/5/2019) mengatakan, sekitar 1.041 desa telah memiliki produk unggulan

Ia menyampaikan aktivitas ekonomi BUMdes yang dilakukan meliputi pengelolaan air bersih, pengembangan ternak, produksi meubel, pariwisata, pakan ternak dan usaha lainnya.

‘Tangan Dingin’ Pemimpin

Sebesar apapun harapan akan pemanfaatan dana desa secara baik, sangat ditentukan oleh tangan dingin pemimpin atau komitmen kepala desa bersama masyarakat.

Antonius Ludju melukiskan tiga hal sederhana yang dilakukan dalam tata kelolah desa yang dilakukannya bersama warga desanya yakni: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.

Kepala  Desa Nita, Antonius Luju
Kepala Desa Nita, Antonius Luju (POS-KUPANG.COM/EGINIUS MO'A)

Melalui tagline semangat membangun desa, ruang partisipasi warga dibuka selebar-lebarnya. Warga terlibat langsung menyampaikan aspirasinya secara terbuka.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved