Di TTS, Penyertaan Modal Ke Bank NTT Tanpa Perda
Wakil Ketua DPRD TTS, Religius Usfunan meminta Bank NTT segera mengembalikan pemotong deviden tahun 2019 sebesar 50 Persen
Penulis: Dion Kota | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | SOE - Wakil Ketua DPRD TTS, Religius Usfunan meminta Bank NTT segera mengembalikan pemotong deviden tahun 2019 sebesar 50 Persen atau senilai 5 miliar lebih yang dimasukan sebagai dana penyertaan modal dari Pemda TTS.
Pasalnya, hingga saat ini belum ada Perda terkait penyertaan modal kepada Bank NTT.
" Sesuai keputusan Banggar, Bank NTT kita minta secepatnya mengembalikan uang deviden tahun 2019 senilai 5 miliar lebih yang dipotong sebagai anggaran penyertaan modal daerah di Bank NTT. Uang tersebut harus masuk kembali ke kas daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah," ungkap Egi saat ditemui POS-KUPANG.COM, Jumat (14/8/2020) pagi di ruang kerjanya.
• Di Sikka, Meja dan Kursi Belajar Siswa Dipasang Plastik Pembatas Biar Bisa Belajar di Kelas
Dirinya mengatakan, pemotongan deviden tahun 2019 sebesar 50 persen merupakan tindaklanjut dari dari keputusan RUPS Bank NTT pada Mei lalu.
Namun untuk penyertaan modal daerah sesuai regulasi wajib ditetapkan dalam Perda.
"Keputusan RUPS kita hormati dan kita setujui. Tetapi untuk penyertaan modal ada mekanismenya. Tidak bisa hanya ikut hasil RUPS saja lalu geser uang untuk penyertaan modal. Penyertaan modal harus ada pembahasan dan Perda penyertaan modal. Sedangkan untuk saat ini Perda belum ada. Oleh sebab Itu harus ada Perda dulu baru kita bisa geser uang dari ABPD untuk penyertaan modal," jelasnya.
• Pengumuman SBMPTN 2020 Dapat Dilihat Melalui Link Berikut Ini, Cek Linknya, RESMI!
Ditambahkan Uksam Selan, Ketua Komisi 1, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, dimana mengamanatkan penyertaan modal kepada pihak ketiga diperbolehkan, tetapi harus diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).
Sehingga jika terjadi penyertaan modal tanpa ada Perda maka itu menyalahi ketentuan perundang-undangan. Oleh sebab itu, uang yang dipotong harus dikembalikan ke kas daerah.
"Sesuai regulasi penyertaan modal ke pihak ketiga memang diperbolehkan tapi harus ada Perdanya dulu. Bukan Penyertaan modal dahulu baru buat Perdananya. Kalau model begitu berarti kita langgar aturan dan ada konsekuensi hukumnya," tegas Uksam.
Sekda TTS, Marthen Selan membenarkan adanya pemotongan deviden tahun 2019 yang diterima tahun 2020 oleh Bank NTT sebesar 50 persen sebagai dana penyertaan modal.
Ia menegaskan hal tersebut dilakukan Bank NTT tanpa ada koordinasi dengan Pemda TTS. Oleh sebab itu, dirinya meminta pihak Bank NTT untuk mengembalikan uang tersebut ke kas daerah.
Jika sudah diterbitkan Perda penyertaan modal barulah dana tersebut diambil untuk penyertaan modal.
" Kita memang sudah ada Perda penyertaan modal tahun 2015. Namun Perda tersebut hanya berlaku sampai tahun 2017. Sedangkan Perda penyertaan modal tahun 2020 belum ada. Oleh sebab itu, dana deviden 50 persen yang dipotong oleh Bank NTT harus segera dikembalikan ke kas daerah," terang Marthen.
Dirinya menegaskan, pemotongan deviden 50 persen oleh Bank NTT dilakukan secara sepihak oleh Bank NTT tanpa ada koordinasi dengan pihak pemerintah.
Sesuai kesepakatan dengan Banggar, uang yang dipotong oleh Bank NTT harus segera dikembalikan ke kas daerah.
Setelah diterbitkan Perda penyertaan modal barulah uang tersebut boleh diambil kembali oleh Bank NTT untuk penyertaan modal.
" Putusan RUPS bulan Mei 2020 ditindaklanjuti secara sepihak oleh bank NTT tanp ada koordinasi dengan Pemerintah. Deviden 50 persen dipotong tanpa koordinasi dengan daerah sebagai penyertaan modal," tegasnya.
Terpisah, Kepala Bank NTT Cabang Soe, Melky Benu tak menampik adanya pemotongan deviden tahun 2019 senilai Rp. 5.854.637.666 untuk dana penyertaan modal Pemda TTS di Bank NTT.
Namun dirinya menampik jika pemotongan deviden 50 persen tersebut tanpa ada koordinasi dengan Pemda TTS.
Dijelaskan, hal itu dilakukan berdasarkan kesepakatan RUPS pada Mei lalu yang juga diikuti oleh Bupati TTS, Egusem Piether Tahun.
Pasca RUPS, pihaknya sudah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Bupati TTS dan Pimpinan DPRD TTS terkait keputusan RUPS untuk penyertaan modal dari deviden tahun 2019 senilai 50 persen.
" Dalam rangka menghadapi persaingan Perbankan dan digitalisasi ke depan, maka OJK mengeluarkan aturan Nomor 12 Tahun 2020. Dimana, OJK mengisyaratkan bank- bank di Indonesia untuk memiliki modal minimal 3 Triliun. Secara umum, OJK memberikan batas waktu kepada perbankan hingga 2022, tetapi khusus Bank Pemerintah Daerah (BPD) diberikan kelonggaran untuk memenuhi modal minimal 3 Triliun di tahun 2024. Untuk memenuhi modal minum tersebut maka dalam RUPS Mei lalu, para kepala daerah yang merupakan pemegang saham bersepakat dua hal. Pertama mengkonversi Deviden sebesar 50 persen dari 2020 sampai 2024 untuk dana penyertaan modal. Kedua, menambah modal 1 persen dari total APBD terhitung dari tahun 2020 hingga 2024. Atas dasar persetujuan kepala daerah pada RUPS Mei lalu itulah Deviden tahun 2019 yang diterima tahun 2020 senilai 11 Miliar lebih, 50 persennya atau sebesar Rp. 5.854.637.666 dipotong untuk dimasukan sebagai dana penyertaan modal," jelasnya.
Terkait dana penyertaan 1 persen dari total APBD Tahun 2020 dikatakan Melky hingga saat ini belum diambil karena belum ada persetujuan di DPRD.
" Kalau penyertaan sebesar 1 persen dari APBD belum kita ambil karena belum ada persetujuan dari DPRD," jelasnya.
Sesuai koordinasi dengan pihak kantor pusat Bank NTT lanjut Melky, uang penyertaan modal yang sudah dipotong di kantor pusat tersebut akan dikembalikan melalui mekanisme RUPS yang akan digelar beberapa waktu mendatang.
Nantinya setelah diterbitkan Perda penyertaan modal barulah uang tersebut akan dimasukkan kembali sebagai penyertaan modal.
" Nanti setelah digelar RUPS lanjutan baru kita kembalikan uangnya ke kas daerah. Setelah ada Perda, barulah uang tersebut dimasukkan kembali sebagai penyertaan modal," pungkasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dion Kota)