Formapp Demo di Labuan Bajo
DPRD Bersama Formapp Mabar akan Dialog Dengan Pemerintah Pusat
DPRD Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) bersama Formapp Kabupaten Mabar sepakat untuk bertemu pemerintah pusat di Jakarta
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) bersama Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata ( Formapp) Kabupaten Mabar sepakat untuk bertemu pemerintah pusat di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Ketua DPRD Mabar, Edistasius Endi mengatakan, pertemuan akan dilakukan pada 24 Agustus 2020 dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan DPR RI terkait rencana pembangunan sarana prasarana (sarpas) di Loh Buaya Pulau Rinca TNK oleh Kementerian PUPR RI.
"Jadi akan ada perwakilan dari 7 fraksi di DPRD Kabupaten Mabar bersama 3 orang utusan dari Formapp Mabar untuk kita segera ke Jakarta. Kita bersama pemerintah dan berharap agar bapak Bupati juga ikut," katanya saat memimpin dialog di Gedung DPRD Mabar dihadiri sejumlah anggota DPRD lainnya.
• Formapp Mabar : Pemerintah Langgar UU Konservasi Demi Pembangungan Sarpras
Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan kewenangan dari pemerintah pusat sehingga sebagai wakil rakyat, pihaknya konsisten untuk mendukung perjuangan dari Formapp Mabar.
Pihak DPRD Mabar pun telah mengirimkan surat resmi kepada KLHK RI pada 17 Februari 2020 lalu perihal penolakan dari masyarakat dan Formapp Mabar rest area dan fasilitas lainnya di Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pulau Rinca.
• Arief Budiman Umumkan 21 Pegawai KPU RI Positif Corona, Berkemungkinan Tulari Komisioner di Derah?
"Jadi kami bekerja, tolong ini menjadi perhatian karena kewenangan ada di pusat," kata pria yang akrab disapa Edi Endi ini menjawab pertanyaan dari Formapp Mabar yang mempertanyakan kinerja DPRD Mabar.
Diakuinya, DPRD Mabar dan Formapp Mabar memiliki misi yang sama, yakni menolak pembangunan yang ada demi konservasi di TNK.
"Kita sebenarnya senafas untuk menolak pembangunan rest area, tapi kewenangan bukan pada lingkup pemerintah daerah," ungkapnya.
Edi Endi juga meminta pemerintah daerah untuk serius dan menyiapkan anggaran untuk akomodasi dan transportasi semua pihak yang akan ke Jakarta pada 24 Agustus mendatang.
"Kita sepakat sama-sama ke KLHK termasuk DPR RI. Kami minta supaya pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk 3 orang utusan dari Formapp kita ke Jakarta. Mau kita teriak sampai pita suara putus sama saja, karena bukan di sini pengambilan keputusannya," jelasnya.
Anggota DPRD dari Partai Hanura, Blasius Janu dalam kesempatan itu mendukung langkah Formapp Mabar yang menolak pembangunan Sarpras di TNK demi konservasi dan pelestarian komodo.
"Harus demo lebih banyak lagi, di Pulau Komodo ada manusia ada Komodo. Jangan mereka (Pemerintah Pusat) pikir kita di Manggarai Barat ini bodoh. Hal ini harus ditindaklanjuti," tegasnya.
Sementara itu, Plt Asisten 1 Setkab Mabar, Ambrosius Sukur mengatakan, pihaknya akan melaporkan hal tersebut ke Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula karena kewenangan tersebut berada di pemerintah pusat.
"Saya akan laporkan ke Bupati bagaimana keputusan ini tentunya akan dilaksanakan, karena ini menjadi urusan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah," katanya.
Ketua Formapp Mabar, Aloysius Suhartim mengucapkan terima kasih atas respon positif dari DPRD Kabupaten Mabar dan Pemda Mabar yang akan mengfasilitasi pertemuan dengan pemerintah pusat.
Menurutnya, pembangungan sarpras akan segera dilakukan pada Agustus 2020 ini sangat merugikan masyarakat, para pelaku pariwisata, keberlangsungan hidup satwa Komodo dan konservasi di TNK.
"Kami berharap adanya kolaborasi demi kepentingan kepentingan bersama, karena kami melihat tidak ada kajian yang komprehensif dan nyatanya ada upaya untuk memarjinalkan masyarakat setempat," tegasnya.
Aloysius Suhartim saat diberikan kesempatan di Kantor DPRD Mabar dalam membaca pernyataan sikap menegaskan, menyatakan penolakan terhadap pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) berupa bangunan Geopark, oleh Kementrian PUPR di kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, dan izin investasi Bisnis Swasta oleh Kementerian LHK di dalam kawasan TN Komodo.
Dijelaskannya, penolakan terhadap pembangunan ini sudah diampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores pada 12 Februari 2020 lalu.
"Namun sejak saat itu hingga sekarang, pihaknya belum mendapatkan jawaban dari otoritas yang berwewenang terkait dengan tuntutan yang disampaikan," ungkapnya.
Formapp Mabar menolak rencana pembangunan dari pemerintah pusat tersebut berdasarkan 5 hal.
Pertama, pembangunan sarpras berupa bagunan Geopark di kawasan Loh Buaya ini sangat jelas bertentangan dengan hakikat keberadaan TNK sebagai kawasan konservasi sebagaimana yang telah diamatkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 306 tahun 1992 Tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo.
"Dalam SK ini secara eksplisit ditegaskan bahwa Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa Komodo dan ekosistem lainnya baik di darat maupun di laut," jelasnya.
Kedua, model pembangunan Sarpras Geopark dengan cara betonisasi ini dinilai akan menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya.
Model pembangunan seperti ini, jelas Aloysius, bertentangan dengan model pembangunan dalam kawasan Taman Nasional yang tidak boleh mengubah bentang alam setempat, sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Permen LHK P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasaranan Wisata Alam di Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 2010 tentang Penguasahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Ketiga, pembangunan sumor bor sebagai bagian dari Sarpras ini juga dinilai akan membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya.
Keempat, pembangunan seperti itu sangat mencederai desain besar pembangunan pariwsata serta sangat merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat, sebab berpotensi besar akan merusak pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional.
Kelima, selain sangat tidak pro lingkungan hidup, Formapp Mabar menolak pembangunan Sarpras ini, karena hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan TNK
"Karena itu, bersamaan dengan penolakan Sarpras ini, kami juga menolak penghancuran ruang hidup Komodo oleh invasi bisnis pariwisata seperti PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Tatawa, PT Flobamor di Pulau Komodo dan Padar dan alih fungsi Pulau Muang dan Bero," tegasnya.
Formapp Mabar menyampaikan 5 tuntutan dalam demonstrasi itu, diantaranya, pertama menuntut pemerintah untuk segera menghentikan rencana pembangunan Sarpras-Geopark di Kawasan Loh Buaya Pulau Rinca.
Kedua, menuntut pemerintah untuk membuka informasi seluas-luasnya terkait dengan pembanguna sarana dan prasarana di Pulau Rinca dengan segera melakukan konsultasi publik terlebih dahulu.
Ketiga, kami mengutuk keras setiap usaha untuk mengalihfungsikan dan memprivatisasi kawasan TNK menjadi kawasan investasi. Karena itu kami mendesak pemerintah untuk mencabut izin PT yang hendak berinvestasi dalam kawasan TNK.
Keempat, mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya-upaya konservasi di dalam kawasan TNK dan di Flores pada umumnya sebagai bentuk investasi jangka panjang merawat alam yang menjadi magnet pariwisata Flores.
Kelima, mendesak pemerintah untuk mengedepankan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan konservasi dan pariwisata di NTT. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Assale Viana)