11 Terdakwa Tolak Putusan Pengadilan Negeri Larantuka, Begini Alasannya !
11 terdakwa dengan vonis berbeda yakni tiga (3) sampai delapan (8) tahun penjara, atau rata-rata putusan di luar dan di atas tuntutan jaksa
11 Terdakwa Tolak Putusan Pengadilan Negeri Larantuka,Begini Alasannya !
POS-KUPANG.COM|KUPANG-- Sebanyak 11 terdakwa menolak putusan Pengadilan Negeri (PN) Larantuka.
Penolakan putusan Pengadilan Negeri Larantuka itu tertuang dalam press release yang dikirim penasihat hukum 11 terdakwa atas nama Martin Lau, SH, Felixianus Deke Ru'u, SH dan Hidayatullah, SH dari Kantor Advokat “MARTIN LAU, SH & rekan” di JL.Anggrek 2 No.12, Liliba-Kota Kupang, kepada POS-KUPANG.COM, Minggu, 02/08/2020.
Martin Lau menjelaskan, sebanyak 11 orang terdakwa asal Desa Bukit Seburi I, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diproses hukum terkait peristiwa pembakaran rumah korban Dominikus Libu di Waiwadan dengan dugaan suanggi, tegas menolak putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Larantuka yang menghukum 11 terdakwa.
Masing-masing terdakwa, ujar Martin vonis berbeda yakni tiga (3) sampai delapan (8) tahun penjara, atau rata-rata putusan di luar dan di atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 11 terdakwa masing-masing 3 sampai 4,6 tahun penjara.
Para terdakwa, lanjut Martin, menolak putusan majelis hakim tersebut dengan alasan sangat tidak adil, karena tidak sesuai dengan perbuatan mereka, sehingga segera melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Kupang, Senin (3/08/2020) atas
Martin menambahkan, pertimbangan hukum serta putusan majelis hakim yang dipimpin, Rightmen MS. Situmorang, S.H, M.H, yang juga sebagai Ketua PN Larantuka itu dinilai sangat subyektif, dan menyimpang dari fakta-fakta hukum yang terungkap sepanjang persidangan perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas II, Larantuka sejak Tanggal 14 Mei 2020 hingga putusan majelis hakim Tanggal 28 Juli 2020.
Demikian Press Release Penasihat Hukum 11 terdakwa, Martin Lau, SH, Felixianus Deke Ru'u, SH dan Hidayatullah, SH dari Kantor Advokat “MARTIN LAU, SH & rekan” di JL.Anggrek 2 No.12, Liliba-Kota Kupang, yang disampaikan kepada media ini dalam jumpa Pers yang dipimpin Ketua Tim Penasihat Hukum 11 terdakwa, MARTIN LAU, SH di Kota Kupang, Minggu (2/8-2020).
Martin Lau menjelaskan, peristiwa pembakaran rumah korban Dominikus Libu di Desa Waiwadan, Kec.Adonara Barat, Kab. Flotim oleh masa empat (4) desa yang melibatkan 11 terdakwa itu didahului dengan peristiwa masuknya roh nenek moyang atau leluhur pada tubuh terdakwa Natalia Ela Waton alias Ela dan sejumlah teman yang mengalami kesurupan di Desa Bukit Seburi I sejak Jumat 25 Oktober 2019.
Dari petunjuk roh leluhur tersebut, jelas Martin Lau, Terdakwa Natalia Ela Waton alias Ela mengumpulkan 5 orang laki-laki tua yang diduga berguru ilmu hitam/santet pada korban Dominikus Libu.
Selanjutnya lanjut Martin, Tanggal 26 Oktober 2019, Terdakwa Natalia Ela Waton alias Ela bersama 5 orang tersebut dan kelompoknya, mendatangi Polsek Waiwadan, Adonara Barat guna meminta ijin polisi untuk menemui korban Dominikus Libu yang diduga sebagai guru suanggi itu di kediamannya, agar menjelaskan perannya yang diduga telah mengajari ilmu hitam kepada lima (5) warga tersebut. Namun, saat itu, korban Dominikus Libu membantah dan enggan menjelaskan.
Akibatnya, Kata Martin, masa dari 4 desa semakin membludak mendatangi rumah pondok beratap seng dan berdinding keneka (anyaman belahan bambu) milik korban Dominikus Libu. Masa berteriak huru-hara meminta penjelasan Dominikus Libu, tetapi tidak dibubarkan aparat kepolisian setempat.
Puncaknya, masa marah hingga membakar rumah korban Dominikus Libu pada hari Minggu 27 Oktober 2019, jam 3 sore, setelah korban Dominikus Libu dievakuasi oleh polisi setempat ke Larantuka.
Martin Lau menambahkan, dalam proses hukum perkara pidana pembakaran rumah korban Dominikus Libu ini, terdapat 25 orang tersangka dan terdakwa, termasuk 11 terdakwa yang baru divonis dan kini menolak putusan majelis hakim PN Larantuka.
Menurut Martin, berdasarkan fakta-fakta hukum sepanjang persidangan, terutama keterangan/kesaksian para saksi fakta dan saksi mahkota, membuktikan bahwa diketahui pasti bahwa yang menyulut api dan membakar rumah/pondok korban Dominikus Libu waktu itu Minggu 27 Oktober 2019, jam 3 sore di Desa Waiwadan, hanyalah empat (4) orang terdakwa yakni, Yustinus Kewa Ama alias Us Sanga, Dominikus Bala Lewo Tapo alias Domi, Philipus Hally alias Hally dan Wilhelmus Demon Leyn alias Willy dalam berkas terpisah yang hanya divonis dua (2) tahun penjara, dan telah berkekuatan tetap.
Martin menambahkan, sedangkan 11 orang terdakwa yang displit (dipisah) surat dakwaannya oleh jaksa penuntut umum dalam empat (4) berkas perkara, sepanjang fakta persidangan, tidak terbukti sama sekali menyuruh/mengajak orang lain atau berperan langsung membakar rumah/pondok korban Dominikus Libu.
Apalagi, lanjut Martin, terdakwa Mathias Kopong Raya sebagai Kepala Desa Bukit Seburi I yang dituntut jaksa penunut umum dengan pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara dan kini dinaikan hukumannya oleh majelis hakim dengan putusan/hukuman delapan (8) penjara sama seperti pengkianat Negara dan koruptor uang Negara miliaran rupiah, sama sekali tidak terbukti secara sah dan meyakinkan berperan membakar rumah/pondok milik korban Dominikus Libu.
Menurut Martin, Dalam tahapan nota pembelaan/pledoi terhadap surat tuntutan JPU,tim Penasihat hukum para terdakwa khususnya untuk Terdakwa; Mikhael Kewa Ama alias Mikhel, Terdakwa Emanuel Manue Igo alias Eman, Terdakwa Aloysius Jefri Masan alias Jefri, Terdakwa Yohanes Demon alias Demo, Terdakwa Aloysius Hada alias Al dan Terdakwa Mathias Kopong Raya (Kades Bukit Seburi I), harus dibebaskan dari semua tuntutan pidana dalam perkara ini.
Karena lanjut Martin, tidak terbukti menyuruh melakukan/mengajak orang lain sulut api atau bakar rumah korban Dominikus Libu pada tanggal 27 Oktober 2019, jam 3 sore. Mereka hanya datang nonton saja di TKP. Sedangkan Kades Mathias Kopong Raya datang, rumah korban sudah terbakar.
"Jadi kami tim penasihat hukum para terdakwa sangat menyayangkan pertimbangan hukum dan putusan majelis hakim, karena benar-benar bertolak belakang dengan fakta fakta yang terungkap dalam persidangan,” jelas Martin Lau.
Ketua Majelis Hakim Otoriter
Menurut Martin Lau, tim Penasihat hukum 11 terdakwa sangat menyesalkan sikap Ketua majelis hakim, Rightmen MS. Situmorang, S.H, M.H, yang sangat otoriter memimpin persidangan perkara pidana pembakaran rumah itu di PN Larantuka.
Hal ini, kata Martin terbukti sepanjang persidangan ketua majelis hakim selalu bersikap mengarahkan, mengintimidasi, bahkan tidak segan-segan memaksa para saksi dan terdakwa yang dihadirkan di persidangan untuk berbicara mengikuti kemauan Ketua Majelis hakim. Bahkan tidak segan-segan memaksa para terdakwa untuk mengakui perbuatannya. Jika tidak, dianggap para terdakwa berbelit-belit sehingga diancam diganjar dengan hukuman yang berat.
“Kami Tim Penasihat Hukum para terdakwa juga kesal menghadapi sikap Ketua majelis hakim yang terkesan memposisikan diri membela korban, dan mempersalahkan para terdakwa dalam pemeriksaan perkara ini. Ketua majelis hakim beranggapan surat dakwaan JPU itu sudah 100 persen benar," ujar Martin.
Padahal fakta persidangan, tegas Martin, tidak sesuai surat dakwaan JPU, karena BAP penyidik Kepolisian Polres Flotim dikopi paste JPU seakan-akan benar semuanya. Padahal setelah diuji dipersidangan, ditemukan banyak cacatnya. Contoh, pada saat para terdakwa di-BAP sebagai tersangka di Polres Flotim, tidak didampingi Penasihat hukum.
Martin menambahkan, padahal wajib hukumnya sesuai perintah Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 114 KUHAP, karena ancaman pidana di atas 5 tahun. Fakta ini terungkap dalam persidangan perkara 11 terdakwa ini. Saat di-BAP di Polres Flotim, para terdakwa jawab lain, penyidik ketik lain.
"Ketika dikoreksi para tersangka sebelum tanda tangan, penyidik memaksa agar para tersangka tanda tangan saja. Ada penyidik janji untuk perbaiki BAP, tetapi nyatanya tidak diperbaiki hingga BAP itu lolos sampai ke persidangan hingga merugikan para terdakwa. Namun, semua cacat dan keteledoran ini terus dibenarkan ketua Majelis hakim dalam persidangan perkara 11 terdakwa ini,” ungkap Martin Lau.
Menurut Martin , cacatnya BAP dan terampasnya hak asasi para terdakwa pada saat di-BAP sebagai tersangka ditingkat penyidikan perkara 11 terdakwa, seharusnya menjadi dasar pijakan Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya untuk menjatuhkan pidana yang ringan kepada para terdakwa, bukan sebaliknya justru menghukum para terdakwa dengan hukuman yang berat dengan mengabaikan tuntutan Jaksa penuntut umum yang lebih ringan.
• KUNCI JAWABAN Belajar dari Rumah TVRI Kelas SMA/SMK, Senin 3 Agustus 2020: Ekspedisi Pulau Simeulue
• Penertiban Perda, Pol PP Sikka Amankan Pedagang Lombok Lalu Buat Pernyataan
• Irigasi Tetes Karya Yance Maring Diperluas ke Semua Kecamatan di Kabupaten Sikka
“Oleh karena itu kami tim penasihat hukum bersama 11 orang terdakwa menyatakan sikap menolak putusan Majelis Hakim PN Larantuka tertanggal 28 JULI 2020, dan menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Kupang pada Hari ini SENIN 3 Agustus 2020. Karena pertimbangan hukum dan putusan majelis hakim PN Larantuka terhadap 11 terdakwa, terbukti benar-benar tidak adil sesuai peran dan perbuatan para terdakwa,” tegas Martin Lau. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon)