Seorang Rektor di NTT Dipolisikan Atas Kasus Dugaan Penipuan

dalam kasus ini, pihak pelapor juga telah melayangkan gugatan perdata di PN Labuan Bajo.

Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Kuasa Hukum Mathildis Terisno, Joseph Hutapara Passar, SH.MH dan Ady Bullu, SH menunjukan bukti laporan polisi di Gedung Ditreskrimum Polda NTT, Sabtu (25/7). 

Miris, Seorang Rektor di NTT Dipolisikan Atas Kasus Dugaan Penipuan 

POS-KUPANG.COM | KUPANG --  Rektor salah satu Universitas Swasta di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dipolisikan atas kasus dugaan penipuan.

Laporan kasus dugaan penipuan tersebut dilakukan oleh warga Ruteng Kabupaten Manggarai, Matildis Terisno ke Polda NTT

Mathildis melaporkan Rektor Universitas Nusa Lontar, Rote Ndao, NTT, JH terkait dugaan penipuan berdasarkan bukti bukti laporan bernomor STTL/B/174/IV/RES. 1.11/2020/SPKT. 

Selain JH, Mathildis juga melaporkan, Defino Putera Jamin alias DPJ, anak kandung Jamin Habib. 

Tim kuasa hukum Mathildis, Joseph Hutapara Passar, SH.MH dan Ady Bullu, SH, mengatakan, kasus dugaan penipuan ini berawal pada tahun 1996.

Saat itu, Johni Iwo, suami Mathildis mengikuti proses tender proyek pembangunan gedung salah satu SMP di Ruteng.

Jhoni Iwo lalu bertemu Jamin terkait proses tender itu. Kepada Jhoni, Jamin pun berjanji akan mengawal proses tender yang sedang berjalan. 

Atas permintaan Jamin, Johanes Iwo kemudian menyerahkan sertifikat tanah bernomor M 568 seluas 14.988 ha ke BPN guna dilakukan pemecahan. 

Setelah proses pemecahan, pada 1997 terbitlah dua sertifikat bernomor M 764 seluas 7.484 atas nama Matihildis Trisno, sedangkan SHM 765 seluas 7.484 sudah beralih menjadi Defino Putera Jamin yang tertera dalam peralihan hak akta jual beli nomor 5/AJB/KK/II/1997 tanggal 27 Februari 1997.

Atas peralihan nama itu, pihaknya lalu melakukan pengecekan ke BPN dan Kantor Camat Komodo selaku PPAT.

Ditemukan fakta, akta nomor 5 yang menjadi dasar pemecahan sertifikat itu tidak terdaftar di buku register PPAT kecamatan Komodo.

Hal ini disesuaikan dengan surat dari PPAT kecamatan Komodo tanggal 6 April 2020.

"Faktanya, dalam akta jual beli hanya tertera akta nomor 4, tidak ada akta nomor 5. Artinya, akta jual beli dalam SHM 765 itu diduga fiktif. Sehingga kita tempuh jalur hukum," ujar kuasa hukum, Joseph Hutapara Passar, kepada wartawan , Sabtu (25/7). 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved