Asa Belum Pupus 75 Tahun Indonesia Merdeka Wolokota Ende Masih Terisolir TNI Sudah Melangkah

Asa warga Wolokota Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur ( Provinsi NTT) menikmati akses jalan belum pupus

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI
Aksi Yeremias Nonga salah satu personil TMMD dan warga meruntuhkan tanah dan batu di bibir jurang demi membuka jalan dari Desa Reka menuju Desa Wolokota Kabupaten Ende Provinsi NTT, Selasa (7/7/2020) 

POS-KUPANG.COM | ENDE - Asa warga Wolokota Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur ( Provinsi NTT) menikmati akses jalan belum pupus meski para personil Tentara Manunggal Membangun Desa ( TMMD) Kodim 1602 Ende tinggal beberapa hari lagi ditarik mundur.

Tujuh puluh lima tahun (75) Indonesia merdeka Wolokota masih terisolir. Warga Wolokota menaruh harapan, Program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 108 berhasil meretas bukit curam dan terjal dari Desa Reka menuju Desa Wolokota.

Sayang, pembangunan jalan tak sampai mencium Wolokota. Medan curam, terjal dan terbatasnya waktu TMMD jadi hambatan besar. Namun TNI sudah melangkah dan perjuangan mereka menggugah kesadaran banyak pihak, satu tekad membangun Wolokota.]

ABS Kembali Menahkodai Partai Beringin di Malaka

Rabu (22/7/2020) siang Marsma TNI Tyas Nur Adi tiba di Desa Reka. Dia memimpin tim pengawas dan evaluasi (Waves) TMMD 108, didampingi Kasiter Kasrem 161/WS, Letkol Inf Seniman Zega, Dandim 1602 Ende Letkol Inf Fuad Suparli, Assisten 1 Setda Ende Abraham Badu dan Wakil DPRD Ende, Erikos Emanuel Rede.

Dari ketinggian di Kantor Desa Reka Jenderal bintang satu ini berdiri memandang ke arah timur, lembah dan bukit. Wolokota ada di belakang bukit itu, tak terlihat.

Anak Baru Tunangan Ashanty Malah Blak-blakkan Ungkap Masalahnya dengan Anang Hermansyah Berat Banget

Dia mengambil teropong melihat lebih jelas dua exavator dan satu braket yang masih bertengger di bibir jurang menggigit tebing cadas. Tyas berbalik lalu tersenyum sembari mengangguk. "Medannya sangat menantang," gumamnya.

TMMD 108 ini, dimulai pada 1 Juli 2020 dan akan berakhir 31 Juli 2020. TMMD diawali dengan ceremoni pembukaan sehari sebelumnya. Sementara pra TTMD dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

Waktu pra TMMD cukup panjang mengingat untuk menggapai titik start pengerjaan jalan juga sulit. Menaklukkan jalur selatan dari Kota Ende menuju Reka bukan pekerjaan mudah.

Jalan menuju titik start di Reka dari Kota Ende, melewati dua desa yakni Desa Wolotopo dan Ngalupolo. Medannya menantang, menyusuri lereng-lereng bukit curam, jalan masih berbatu dan sempit. Oleh karena itu Kodim 1602 Ende perlu terlebih dahulu merapikan jalan terjal menuju titik start.

Pengerjaan jalan mengunakan alat berat yakni dua exavator dan satu braket. Namun karena medan sangat menantang anggota TNI bersama warga Reka dan Wolokota, harus turun tangan bekerja secara manual.

Perlu diingat TMMD bukan hanya membuka jalan. Ada sejumlah aktivitas lain bagian dari TMMD meliputi meliputi penyuluhan di bidang pertanian, peternakan, kesehatan dan pendidikan terpusat di Desa Reka Semua berjalan seiring.

Tyas berharap Pemerintah Kabupaten Ende dapat melanjutkan pembangunan jalan tersebut.

Dia tegaskan program TMMD di daerah bertujuan untuk membangun daerah lebih khusus membuka wilayah yang masih terisolir. Program ini juga didukung oleh semua pihak dan kolaborasi dengan pemerintah daerah.

"Program ini untuk membantu masyarakat di daerah maka berkolaborasi dengan pemerintah dan banyak pihak. Pemerintah daerah diharapkan melanjutkan kegiatan pengerjaan ini untuk kesejahteraan masyarakat," katanya.

Ia mengucap terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam TMMD terutama masyarakat Reka dan Wolokota yang sejak pembukaan TMMD sangat antusias membantu.

Kunjungan Tyas dan rombongan menjadi kesempatan warga Wolokota dan Reka mengutarakan kerinduan mereka. Tidak ada akses jalan berdampak pada banyak sisi kehidupan terutama ekonomi dan pendidikan.

Kepala Desa Wolokota, Valentinus Senda menceritakan karena tak punya akses jalan para ibu hamil yang mau melahirkan harus digotong warga ke Puskesmas di Ngalupolo. "Mau bagaimana lagi kondisi memang begini," ungkapnya. Ia berharap apa yang dirintis TMMD bisa dilanjutkan.

Kepala Desa Reka Norbertus Yosep Lana mengaku senang adanya TMMD. "Kami dapat penyuluhan, macam-macam, ada bangun rumah baca. Soal jalan saya kira dengan kehadiran TNI bisa menggugah kesadaran banyak pihak," ungkapnya.

Assisten 1 Setda Ende Abraham Badu mengatakan, Pemda Ende sudah menyatakan siap untuk melanjutkan pembangunan jalan Reka menuju Wolokota. Masih tiga kilo meter lebih baru bisa mencapai Wolokota.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ende Erikos Emanuel Rede menyatakan DPRD Kabupaten Ende menunggu Pemda Ende mengajukan anggaran untuk melanjutkan pembangunan jalan tersebut.

Abraham Badu adalah putra Wolokota. Abraham Badu merupakan orang pertama dari Wolokota yang meraih gelar sarjana dan magister. Beberapa waktu ia pernah berbagi cerita kepada POS-KUPANG.COM.

Cerita tentang are gau (bekal nasi ketupat yang warga bagi kepada personil TMMD) membuat Abraham terngiang kisah perjuangannya di masa lalu. Abraham selalu bawa are gau ketika bepergian ke ladang. Juga ketika ia berangkat ke Ende untuk melanjutkan pendidikan jenjang SMP dan SMA.

Abraham meraih gelar Sarjana ilmu sosial di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, pada tahun 1979/1980. Beberapa tahun kemudian mengambil magister di Universitas Indonesia (UI).

"Wah kalau bicara perjuangan dulu, memang luar biasa menantang. Yah makanya pas ada TMMD 108 ini buka jalan di sana saya dukung dan senang," kata Abraham.

Abraham menceritakan ketika keluar Wolokota mereka biasanya melalui jalur laut, mengunakan perahu dayung. Namun saat musim ombak akses melalui laut mati total.

"Yah kalau ombak besar siapa berani, kami jalan bukit-bukit curam, harus hati-hati dan bekal yang selalu kami bawa itu are gau, karena sangat praktis dan bertahan lama," ungkapnya.

Tantangan jalan darat berat. Bukan hanya bukit-bukit curam. Mereka juga mesti waspada terhadap serangan babi hutan atau ular.

Untuk biaya sekolah dan kuliah, kata Abraham, orangtuanya bertani dan jual tikar. Tikar dibuat sendiri oleh ibunya. "Jadi memang rata-rata perempuan di Wolokota, sejak kecil sudah dilatih oleh ibu mereka menyaman tikar," ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, POS-KUPANG.COM juga mewawancarai Heronimus Wowa (48) warga Wolokota di lokasi pengerjaan jalan tersebut.

Kami duduk di lereng bukit, salah bergerak bisa terjun bebas ke dalam jurang. Burung-burung berkicau ketika sinar mentari pelan-pelan membentangi bukit dan lembah. Gemuruh ombak menyapu pantai masih terdengar, bentangan laut memanjakan mata.

Pria-pria kekar berbaju loreng berdiri mengelilingi sementara Heronimus Wowa semangat bercerita. Ia dan tiga rekannya baru pulang berladang lalu mampir di situ. Mereka mampir untuk membagi bekal nasi ketupat kepada anggota TNI.

Sejak ada anggota TNI di situ Heronimus selalu bawa bekal lebih dan membantu TNI bekerja. Heronimus senang anggota TNI semangat bekerja. "Mereka sangat ramah, jujur awal-awal kami takut tapi ternyata mereka ramah," kata Heronimus, disambut tawa anggota TNI.

Jalan pulang Heronimus ke rumah di Wolokota masih jauh dan menantang. Mereka bertaruh nyawa menyusuri lereng bukit sambil mengenggam erat rerumputan atau akar-akar pohon agar tidak terpeleset ke dalam jurang.

Desa Heronimus tak kelihatan, ada di sebelah timur, di balik bukit. Dari tempat kami duduk, kami hanya bisa memandang jauh ke arah barat, jurang yang curam, bukit-bukit, laut dan permukiman warga Desa Reka, Desa tetangga Wolokota.

Tidak ada akses jalan ke Wolokota. Dari Kota Ende jalan mentok di Desa Reka, itu pun jalan masih berbatu. Medannya sangat menantang, karena melingkar di lereng-lereng bukit. Dari atas kendaraan kita bisa melihat jelas curang curam.

Warga Wolokota biasanya gotong-royong membawa hasil bumi untuk dijual di Pasar di Kota Ende. Mereka lebih memilih lewat jalur laut ketimbang harus berjalan kaki menyusuri lereng bukit.

Lewat jalur laut pun sangat menantang karena tak ada pantai, tidak ada dermaga, laut langsung bersentuhan dengan tebing curam. Mereka mengunakan sampan kecil lalu pindah ke perahu motor yang berlabuh kurang lebih satu kilometer dari daratan.

Kembali dari Kota Ende atau dari daerah lain, jika mereka membawa ternak besar seperti sapi, maka sapi pun dipaksa berenang.

Karena jaraknya cukup jauh untuk sampai ke daratan, sapi diikat di leher lalu ujung talinya lempar ke orang-orang yang sudah menunggu di daratan. Mereka menarik tali, membantu sapi agar tidak kecapean berenang.

Saat musim ombak, akses laut mati total. Warga terpaksa memilih lewat jalur darat, menyusuri lereng-lereng bukit yang curam.

Cerita Heronimus dan kawan-kawan menegangkan. "Yah begitulah penderitaan kami sejak Indonesia merdeka sampai hari ini," ungkap Heronimus sembari mengusap peluhnya.

Setelah berpamitan Heronimus dan kawan-kawan mulai pelan-pelan merayapi bukit. Setelah cukup jauh, Ia melempar senyum dan melambaikan tangan.

Kini pria-pria kekar berbaju loreng kembali beraksi. Gemuruh suara exavator kembali terdengar. Cakarnya sering terpental saat bertemu cadas, sang operator pun ikut terguncang. Serempak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa ada yang memberi aba-aba.

Yeremias Bertaruh Nyawa di Bibir Jurang

Ada kisah menegangkan beberapa waktu lalu, ketika salah satu personil TMMD berjibaku di bibir jurang meruntuhkan tanah dan batu.

Titik-titik peluh bercampur debu di wajah tak ia hiraukan. Pakaian loreng yang ia kenakan sudah kecoklattan. Bermodalkan pipa besi panjang yang ujungnya runcing, Yeremias masih berjibaku dengan batu-batu di bibir jurang.

Seketika terdengar gemuruh. Yeremias yang gelantungan di bibir jurang tak lagi kelihatan. Dimanakah Yeremias? Debu masih membumbung, batu-batu besar mengelinding kencang ke dalam jurang.

Pria-pria berbaju loreng, rekan Yeremias berlari menjauh sembari berteriak 'Awas!'. Kejadian itu berlangsung cepat dan membuat panik. Gemuruh berhenti, namun semua terdiam sambil menengadah, cemas.

Angin perlahan menyibak debu yang membumbung. Tampak ada gerakan kecil di bibir jurang. Gemuruh yang menakutkan kini berganti riuh tepuk tangan dan teriakan untuk Yeremias masih bertengger di bibir jurang. Tali di pinganggnya masih kokoh, pipa besi pun masih dalam genggamannya.

Yeremias melempar senyum sembari meninggikan pipa besi di tangannya, seolah memberi tanda kepada rekan-rekannya, ia baik-baik saja. Beberapa warga dan dua rekannya yang berada dekat dengannya, langsung menarik Yeremias. Semua lega.

Dandim 1602 Ende, Letkol Inf Fuad Suparli kepada POS-KUPANG.COM mengatakan, mereka memilih membuka jalan ke Wolokota, karena warga sudah lama menanti bisa menikmati akses jalan.

Personil TNI yang dikerahkan seratus lima puluh orang. Karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19, maka sebelum turun ke lapangan semua personil dirapid tes.

Dandim menjelaskan, TMMD ini tidak hanya pembangunan fisik tetapi juga non fisik yang meliputi penyuluhan di bidang pertanian, peternakan, kesehatan dan pendidikan. Semua berjalan seiring.

Terkait respon masyarakat, Letkol Inf Fuad Suparli mengatakan masyarakat sangat antusias menyambut TMMD ini. "Mereka antusias dan mau membantu kami," ungkapnya. (selesai/Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved