Malaysia Bakal Mati-matian Tak Mau Serahkan Buronan Djoko Tjandra kepada Indonesia, Apa Hambatannya?
Pemerintah Indonesia sulit menangkap buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra yang kini sedang berada di negara tetangga Malaysia.
Malaysia Bakal Mati-matian Tak Mau Serahkan Buronan Djoko Tjandra kepada Indonesia, Apa Hambatannya?
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia sulit menangkap buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra yang kini sedang berada di negara tetangga Malaysia.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan buron Djoko Tjandra memiliki posisi yang tinggi di antara politisi Malaysia dan Papua Nugini.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Selasa (21/7/2020).
Diketahui buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Bali Djoko Tjandra diburu sejak 2009.

Saat jejaknya terdeteksi pada 8 Juni 2020 lalu, ia kembali lolos.
Djoko Tjandra diketahui memiliki grup perusahaan Mulia yang berkiprah di properti dan berbagai bidang lainnya, termasuk Malaysia.
"Negara luar itu selalu melihat kita serius atau tidak terhadap proses hukum. Kalau kita serius, mereka akan menghormati proses-proses itu dan memulangkan buron," jelas Boyamin Saiman.
Ia menyinggung Djoko Tjandra mendapat berbagai dokumen yang memudahkannya keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
"Kalau bicara Pasal 55 tentang Penyertaan, dia turut serta semua itu. Terhadap surat jalan, berkaitan dengan dia dapat paspor," katanya.
Boyamin Saiman mengusulkan agar dapat dilakukan sidang in absentia agar status buron Djoko Tjandra menjadi jelas.
Seperti diketahui, nama Djoko Tjandra dalam red notice Interpol sempat diragukan karena dianggap sudah kedaluwarsa.
"Dengan begitu dia menjadi buron betulan," jelas Boyamin.
Boyamin menjelaskan alasan Djoko Tjandra sulit ditangkap karena ada yang menganggap kasusnya sebagai perdata.
Selain itu, pihak keluarganya selalu menonjolkan hasil pengadilan pertama dan kasasi yang membebaskan Djoko Tjandra.
Hal ini menjadi pertanyaan tentang status Djoko Tjandra yang dinyatakan bebas tapi masuk dalam red notice.
Menurut Boyamin Saiman, pemulangan Djoko Tjandra harus didiplomasikan langsung oleh presiden.
"Ke depannya saya yakin untuk memulangkan Djoko Tjandra tidak bisa tidak kalau tidak jalur diplomasi tingkat tinggi pemerintahan," papar Boyamin.
Ia menyinggung posisi Djoko Tjandra yang cukup diperhitungkan di antara para politisi Malaysia dan Papua Nugini.
Tidak hanyai itu, Djoko Tjandra dikenal akrab dengan mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
"Saya tahu persis dia kedudukannya di Malaysia dan Papua Nugini itu warga negara kelas satu. Dekat dengan penguasa-penguasa," ungkap Boyamin.
"Termasuk di Malaysia dia dekat dengan Najib Razak. Najib Razak berada di klannya Muhyiddin Yassin," jelasnya.
Boyamin menyebutkan Djoko Tjandra sempat mengaku kerasan di Malaysia karena mendapat banyak proyek dan investasi.
"Rasanya Malaysia 'lebih baik berperang dengan Indonesia kalau disuruh menyerahkan Djoko Tjandra' kalau (menggunakan) jalur biasa," kata Boyamin.
Lihat videonya mulai dari awal:
Minta Jokowi Turun Tangan
Boyamin Saiman meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dalam kasus Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TvOne, Selasa (21/7/2020).
Boyamin menyoroti bagaimana Djoko Tjandra berulang kali lolos dan dapat keluar-masuk Indonesia meskipun sudah terdaftar di red notice Interpol.
"Sebenarnya kalau proses-proses ini kita hanya berkutat di sini tanpa proses menangkap Djoko Tjandra, akhirnya mubazir semua," ungkap Boyamin Saiman.
Ia menyebutkan presiden sendiri harus ikut campur menangani kasus ini.
"Proses ini akhirnya hanya bisa diambil alih oleh presiden untuk menangkap Djoko Tjandra," tegas Boyamin.
Ia memberi contoh pada kasus kepemilikan kapal Equanimity yang diduga sebagai hasil pencucian uang senilai Rp 3,5 triliun oleh pengusaha Malaysia.
Saat itu pihak pemerintah Malaysia mencoba bernegosiasi agar kapal itu dapat dikembalikan kepada pemiliknya dengan imbalan tertentu.
"Saya tahu persis pengalaman waktu kapal Equanimity ditangkap di Benoa dan prosesnya mau diserahkan ke Amerika, akhirnya Mahathir Mohamad ke sini," jelas Boyamin.
"Akhirnya ada proses tukar-menukar itu. Jadi kapal Rp3,5 triliun baru dibarter dengan seorang TKI," paparnya.
Namun prosesnya yang sudah sampai pada tuntutan dibatalkan oleh Jaksa Agung Malaysia Tommy Thomas.
Berdasarkan kasus tersebut, Boyamin menegaskan intervensi presiden sangat penting.
Ia menyinggung Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sudah mencoba memulangkan Djoko Tjandra, tetapi berulang kali gagal.
Kegagalan itu diduga karena ada ikut campur dari petinggi sekelas menteri.
"Apapun, dirigennya presiden mau tidak mau. Jaksa Agung Prasetyo berusaha memulangkan, gagal," ungkit Boyamin.
"Bahkan ada dugaan intervensi dari menteri yang di atasnya," tambahnya.
Presenter Karni Ilyas menyinggung Presiden Jokowi sudah pernah memerintahkan penangkapan Djoko Tjandra.
"Tapi kalau memerintahkan ditangkap, saya tidak yakin akan bisa karena Djoko Tjandra di sana menjadi warga kelas satu," komentar Boyamin.
"Tanpa ada pembicaraan Pak Presiden dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, ini hanya retorika. Enggak akan pernah bisa dilakukan, enggak akan pernah bisa jadi realita," tegasnya.
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul MAKI Prediksi Sikap Malaysia soal Kasus Djoko Tjandra: 'Lebih Baik Perang daripada Menyerahkan', https://wow.tribunnews.com/2020/07/22/maki-prediksi-sikap-malaysia-soal-kasus-djoko-tjandra-lebih-baik-perang-daripada-menyerahkan?page=4.