6 Polisi Diduga Peras Tersangka Kasus Pengadaan Bawang Malaka
Propam Polda NTT menyelidiki keterlibatan enam orang penyidik Direktorat Reskrim Khusus Polda NTT yang diduga memeras BT
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Propam Polda NTT menyelidiki keterlibatan enam orang penyidik Direktorat Reskrim Khusus Polda NTT yang diduga memeras BT, tersangka kasus korupsi pengadaan benih bawang merah di Kabupaten Malaka.
"Ada dugaan pemerasaan oleh penyidik terhadap tersangka kasus benih bawang ini. Paminal Polda yang telah membuat laporan polisi," ungkap Kabid Humas Polda NTT Kombes Johannes Bangun kepada wartawan di Mapolda NTT, Rabu (17/6/2020).
Pria yang akrab disapa Jo Bangun ini menuturkan, Propam telah menyelidiki dan memeriksa enam orang penyidik Polda NTT setelah mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan penyidik menerima sejumlah uang dari tersangka pelaku tindak pidana korupsi.
• ETIKA Gelar Webinar Lawan Covid-19
Setelah menerima informasi dugaan pemerasan itu, lanjut Jo Bangun, Paminal Polda NTT kemudian membuat laporan polisi pada 5 Mei 2020 lalu.
"Dari penyelidikan Propam sudah ada enam orang saksi dan telah ditetapkan satu orang anggota penyidik menjadi terperiksa, karena diduga menerima sejumlah uang dari tersangka pelaku tindak pidana korupsi," ujarnya.
• BRI KC Bajawa Gelar Pengundian Panen Hadiah Simpedes
Ia berharap, jika ada bukti pendukung berupa video dan sebagainya oleh korban pemerasan, bisa disampaikan ke pihak Polda NTT.
Menurutnya, Kapolda NTT Irjen Pol Hamidin telah berkomitmen bahwa penyidik tidak boleh melakukan pemerasan kepada para saksi maupun tersangka kasus apapun. Jika terbukti melakukan pemerasan, kata Johannes, pimpinan akan menindak tegas anggota polisi tersebut.
"Untuk sanksi, jika berkas pemeriksaan sudah lengkap dan kemungkinan paling berat akan dipecat, karena sudah melanggar profesi kita sebagai anggota Polri," tegas Jo Bangun.
Terpisah, Kuasa Hukum BT, Joao Meco menyebut, kliennya diperas oleh penyidik mencapai Rp 700 juta.
"Ada transfer ke nomor rekening dan nama orang yang menerima itu serta bank-nya jelas. Penyerahan uang kepada para polisi itu ada saksi, ada rekaman pelat mobil yang mereka pakai di mana lokasinya. Saksinya dua orang," ungkap Joao.
Joao merinci, transfer melalui rekening ke anggota polisi itu sebanyak dua kali dan dua kali penyerahan langsung kepada orang yang berbeda di momen yang berbeda.
"Sehingga total keseluruhan klien kami kasih uangnya sebanyak Rp 700 juta lebih," kata Joao. Ia berharap, pimpinan polisi bisa menindak tegas oknum anggota polisi yang telah memeras kliennya.
Joao menambahkan, setelah dilakukan penyerahan berkas perkara kembali ke pihak Kejati NTT usai dilengkapi pada pekan lalu, muncul isu miring terkait duduk soal kasus yang menyeret sembilan tersangka.
Ia menuding penyidik melakukan kriminalisasi dalam kasus yang disebut merugikan negara Rp 4,9 miliar.
"Berkas perkara sudah dinaikkan ke Kejaksaan dan P19. Dari pihak kami sebagai pengacara BT, tersangka kuasa direktur juga ikut dalam berkas tersebut. Tetapi demi kepentingan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran di NTT, kami memandang perlu menyampaikan kepada publik tentang proses ini," kata Joao Meco SH kepada wartawan saat jumpa pers di On the Rock Hotel Kupang, Rabu (17/6) siang.
Joao belum mengetahui apakah berkas perkara kliennya dikembalikan lagi ke Polda NTT atau sudah terpenuhi untuk dilakukan pelimpahan.
Ia menjelaskan mengenai maksud kriminalisasi. Menurutnya, kerugian negara terkesan 'dipaksakan' oleh penyidik subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT dalam kasus tersebut.
Hal itu terbaca dari kerugian negara yang disebutnya tidak nyata dan penempatan BPKP NTT hanya sebagai pihak yang menjustifikasi temuan sendiri oleh penyidik.
"Setelah mempelajari berkas perkara maka patut diduga bahwa penyidik Direktorat Reskrimsus Polda NTT telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu baru mengajukan permohonan kepada BPKP untuk dilakukan audit investigasi. Sehingga audit investigasi yang dilakukan BPKP adalah sebagai sarana untuk menjustifikasi temuan sendiri oleh penyidik melalui penyelidikan sebelumnya sehingga kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar 4,9 miliar adalah angka yang tidak riil," papar Joao.
"Angka itu muncul dari mana? Tidak bisa hanya angka asumsi sehingga bukan kerugian nyata. Sementara dalam kasus korupsi yang dianut, kerugian keuangan negara harus nyata, bisa dihitung," tegasnya.
Joao mengatakan, pihaknya telah mengajukan permohonan untuk gelar perkara khusus untuk melihat lagi kasus tersebut. Pihaknya juga sedang berpikir untuk melakukan upaya praperadilan.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Johanes Bangun menjelaskan, berkas kasus dugaan korupsi pengadaan bibit bawang Kabupaten Malaka tahun 2018 itu telah dilengkapi dan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTT.
Ia menyebut tudingan kriminalisasi tersebut wajar dan merupakan hak tersangka atau kuasa hukum tersangka. Jo Bangun menegaskan, penanganan kasus korupsi pengadaan bawang sesuai dengan prosedur.
Jauh sebelumnya, tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT menangkap dan menahan sembilan orang pelaku yang terlibat kasus dugaan korupsi benih bawang merah dengan anggaran Rp 9,6 miliar.
Pengadaan benih bawang merah itu di Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka, NTT, pada tahun anggaran 2018.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT Kombes Pol Herry Tri Maryadi, mengatakan, sembilan orang yang ditangkap itu yakni YN, EPMM, SDS, YKB, AKA, KAK, MB dan SB serta BT. (kompas.com/hh)