Perbankan di NTT Diharapkan AKtif Data UMKM Terdampak Covid-19
Perbankan di NTT Diharapkan bisa aktif dalam mendata UMKM yang terdampak pandemi COvid-19
OJK, katanya, minta lembaga jasa keuangan proaktif mendata debitur-debiturnya terutama debitur UMKM yang terdampak Covid-19. "Karena dari data, masih ada ruang untuk beri relaksasi baik secara ketahanan likuiditas masih cukup, ratio NPL juga terjaga, sehingga masing-masing bank masih punya ruang untuk memberi relaksasi," kata Robert.
Hingga Juni 2020, lanjut Robert, relaksasi yang telah diberikan oleh bank imum mencapai Rp 3,731 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 42.142 debitur. Dari jumlah tersebut, debitur UMKM sebesar 86,06 persen dan non UMKM sebesar 13,94 persen.
Sedangkan BPR telah mencapai Rp64 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 379 debitur. Dari jumlah tersebut, debitur UMKM sebanyak 98,83 persen dan non UMKM sebesar 1,17 persen.
Sementara itu, jumlah pembiayaan yang direlaksasi oleh perusahaan pembiayaan di NTT mencapai Rp226,19 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 7.213 nasabah.
Berdasarkan data yang diperoleh OJK dari bank umum dan BPR di NTT, potensi debitur UMKM yang menerima subsidi sesuai kriteria PMK 65 antara lain sebagai berikut. Bagi bank umum, jumlah debitur mencapai 2.146 debitur dengan total plafon Rp455 miliar dan total outstanding mencapai Rp358 miliar.
Total subsidi bunga/subsidi margin sebesar Rp983 juta. Sedangkan jumlah debitur BPR yang menerima subsidi sebanyak 1.297 debitur dengan total plafon Rp120 M dan total outstanding mencapai Rp92 M. Total subsidi bunga/subsidi margin sebesar Rp602 juta.
Penurunan Penjualan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Lydia Kurniawati Christyana saat membawakan materi pertama mengungkapkan, pandemi Covid-19 memberikan efek domino dalam berbagai hal.
Berbagai protokol kesehatan yang harus dipatuhi pun diberikan, salah satunya physical distancing (jaga jarak sosial). Kebijakan untuk melakukan physical distancing itu tentu saja berdampak pada berhentinya aktivitas ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi pun melambat.
Lidya menjelaskan, kontribusi UMKM masih menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. UMKM NTT memberi sumbangan sebesar 60,34 persen bagi produk domestik bruto (PDB) nasional, 97 persen total tenaga kerja dan 99 persen total lapangan kerja.
Meski UMKM telah terbukti bertahan saat krisis 1998 terjadi, namun justru UMKM-lah yang kini mengalami perlambatan karena pandemi. "36,7 persen tidak ada penjualan. Lalu, 26 persen UMKM menurun omsetnya 60 persen. Itu data dari Kementerian Koperasi dan UMKM. Dampak lain dari pandemi bagi UMKM, yakni menurunnya permintaan dan pemasaran yang terkendala," kata Lidya.
Terkait Pemulihan Ekonomi Nasional, ada Peraturan Pemerintah Nomor 23/2020 dengan beberapa poin yang diatur. Untuk UMKM sendiri, terbitlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penempatan Dana Pada Bank Peserta Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan PMK 65/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin Pembiayaan UMKM Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Lidya pun memaparkan beberapa skema perlindungan dan pemulihan UMKM di tengah pandemi Covid-19, diantaranya bantuan sosial, insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM, perluasan dan pembiayaan bagi UMKM, serta pemulihan dan konsolidasi usaha. Namun, titik fokus penjelasan Lidya adalah mengenai PMK Nomor 64/2020 dan PMK Nomor 65/2020.
Berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penempatan Dana Pada Bank Peserta Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional, konsep dasarnya ialah untuk mendukung pelaksanaan restrukturisasi kredit UMKM dan penyaluran tambahan kredit modal kerja baru, dimana pemerintah menempatkan dana di bank yang merupakan instrumen yang berbeda dengan pinjaman likuiditas Bank Indonesia.
Syarat utamanya, yakni bank telah melakukan restrukturisasi kredit bagi UMKM, telah menyalurkan kredit modal tambahan baru, dalam kondisi sehat, dan PLM tidak lebih dari enam persen. Dampak dari bank yang telah melakukan restrukturisasi kredit ini ternyata berpotensi menghambat arus kas, likuiditasnya mengalami penurunan.