Antisipasi Sangsi Konsolidasi Sejak Dini, Bank NTT Kefamenan Minta Pemda TTU Tambahkan Modal
penambahan deviden kepada pemerintah, sehingga akan berkontribusi terhadap penerimaan pendapatan daerah.
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Rosalina Woso
Antisipasi Sangsi Konsolidasi Sejak Dini, Bank NTT Kefamenan Minta Pemda TTU Tambahkan Modal
POS-KUPANG.COM | KEFAMENANU--Bank Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) Cabang Kefamenanu meminta kepada pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) supaya menambahkan modalnya kepada Bank NTT Cabang Kefamenanu setiap tahunnya.
Pasalnya, dengan adanya penambahan modal kepada Bank NTT Cabang Kefamenanu, maka akan terjadi penambahan deviden kepada pemerintah, sehingga akan berkontribusi terhadap penerimaan pendapatan daerah.
Selain itu, dengan adanya penambahan modal kepada Bank NTT Cabang Kefamenanu, maka pemerintah daerah Kabupaten TTU juga turut memperkuat struktur ketahanan dan saya saing bank, sehingga nantinya tidak terkena sangsi konsolidasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.3/2020 Tentang Konsolidasi Bank Umum pada tahun 2024 mendatang.
Kepala Bank NTT Cabang Kefamenanu, Frederikus Mashur Ngganggus menjelaskan hal itu kepada Pos Kupang saat ditemui di ruang kerjannya, Jumat (10/7/2020).
Frederikus menjelaskan, pada tahun 2020 ini, Bank NTT Cabang Kefamenanu telah berkontribusi kepada pemerintah daerah sebagai pemegang saham nomor tiga, dalam bentuk deviden sebesar Rp. 13,6 miliar.
Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas keuangan di Indonesia telah mengeluarkan POJK nomor 12/POJK.3/2020 Tentang Konsolidasi Bank Umum agar bank yang beroperasi di Indonesia harus memiliki modal inti minimum Rp. 3 triliun paling lambat hingga akhir 2022 sebagaimana untuk bank umum, dan khusus bagi BPD pada tahun 2024 mendatang.
"Saat ini Bank NTT secara keseluruhan hanya memiliki modal sebsar Rp. 1,3 triliun. Jadi masih kurang itu seebsar Rp. 1,7 triliun," ungkapnya.
Frederikus mengaku, jika hingga 2024, Bank NTT secara keseluruhan belum mencapai modal senilai Rp. 3 triliun seperti yang disyaratkan oleh POJK tersebut, maka akan ada beberapa konsekwensi yang akan diterima oleh Bank NTT.
Konsekwensi pertama, jelas Frederikus, kegiatan usaha dan jaringan Bank NTT akan dibatasi. Pelayanan perbankannya, kegiatan perhimpunan dana, dan kegiatan pengelolaan dana serta jaringan kantor akan dikurangi.
Konsekwensi kedua, jelas Frederikus, izin usaha Bank NTT dipastikan turun. Jika sebelumnya izin usaha Bank NTT dari Bank Umum, maka akan turun menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan yang ketiga akan ada likuidasi sendiri.
"Oleh karena itu, kita sudah menyampaikan kepada pemerintah daerah agar mempertimbangkan untuk penambahan modal hingga tahun 2024," ujarnya.
Frederikus menjelaskan, pemerintah daerah sendiri sudah menempatkan dana dalam bentuk saham kepada Bank NTT sebesar Rp. 100,3 miliar yang berasal dari modal awal sebesar Rp. 87,7 miliar ditahun 2019, dan penambahan dari deviden tahun 2020 sebesar Rp. 13,6 miliar (Cuman yang dari Rp. 13,6 miliar ini, hanya 50 persen saja yang dikembalikan sebagai setoran modal sesuai dengan kesepakatan Rapat Umum Pemegang Saham).
Setelah itu, tambah Frederikus, terjadi penambahan dari konversi cadangan sebesar Rp. 5,9 miliar, sehingga tahun 2020 ini, Kabupaten TTU sendiri telah menambahkan modalnya sebesar Rp. 12,5 miliar.
"Sehingga dari saham awal tadi sebesar Rp. 87,7 miliar ditambah dengan Rp. 12,5 miliar, maka TTU saat ini sudah memiliki modal Rp. 100,3 miliar, atau komposisinya menjadi 6,29 persen, berada di urutan ketiga di NTT. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar ada penambahan modal, karena dengan adanya penambahan modal, maka penguatan struktur ketahanan daya saing industri perbankan akan menjadi lebih baik," terangnya.