Cerita Soal Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Jujur, Tak Pernah Bersedia Mendapat Pengawalan

Presiden KH Abdurrahman Wahid, pernah melontarkan joke (guyonan), hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia

Editor: Kanis Jehola
SURABAYA.TRIBUNNEWS.COM
Profil Jenderal Polisi Hoegeng yang Usut Kasus Sum Kuning di era Soeharto 

POS-KUPANG.COM - GUS Dur, panggilan akrab mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, pernah melontarkan joke (guyonan), hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Pol Purn Hoegeng Iman Santoso.

Hoegeng Iman Santoso yang pernah menjabat Kapolri pada 1968-1971 dikenal sebagai sosok yang sederhana, anti suap, dan tidak silau pada kemewahan. Hoegeng adalah sosok polisi teladan yang belum tergantikan.

Begitulah setidaknya yang disampaikan oleh rekan-rekannya mengenai sosok Hoegeng, dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis oleh Suhartono pada 2013 lalu. Sebagai seorang kepala keluarga, Hoegeng dikenal sebagai sosok yang disiplin dan humoris, begitu kesan yang disampaikan putra Hoegeng satu-satunya, Aditya Hoegeng.

11 Calon Taruna Akademi Angkatan Laut Panda Kupang Lolos Tes Psikologi

Keluarga Hoegeng mendirikan Hoegeng Gallery, sebuah tempat untuk menyimpan barang-barang peninggalan pria kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 tersebut. Selain lukisan-lukisan karya Hoegeng, di tempat yang berada di Perumahan Pesona Khayangan, Kota Depok Jawa Barat tersebut terpajang sebuah sepeda kumbang warna hitam bersejarah.

"Sore hari, Papi selalu mengendarai sepeda itu berkeliling kesekitar lokasi rumah kami. Sambil bersepeda beliau selalu memegang handy talky (HT). Itu ciri khas beliau," ujar Aditya, dalam wawancara dengan timTribun Network, di kediamannya, Senin (6/7/2020).

Pedagang Kembali Berjualan di Pasar Lama Sumba Barat

Selama bersepeda, Hoegeng tidak mau mendapat pengawalan meskipun dalam posisi sebagai Kapolri.

"Beliau tidak pernah mau dikawal saat bersepeda. Beliau mau dekat sama masyarakaf," ujar Aditya. Berikut petikan lanjutan wawancara dengan Aditya Hoegeng dan Krisna di Rama Jaya, cucu Hoegeng.

Apa nilai historisnya sepeda kayuh yang sekarang tersimpan di Hoegeng Gallery?

Saat masih dinas, beliau setiap sore mana kala ada waktu senggang, beliau pasti keliling pakai sepeda, dan tidak pernah ketinggalan HT (handy talky). Selalu bawa HT, karena beliau ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi di masyarakat. Beliau ingin yang pertama tahu.

HT itu beroperasi 24 jam tanpa henti. Terus dibawa sampai ketempat tidur. Jadi beliau tahu setiap kejadian di masyarakat melibatkan polisi.

Beliau pernah bersepeda ketika bertandang kerumah Pak Jenderal TNI Andi Muhammad Andi Jusuf (Panglima ABRI saat itu) di Jalan Teuku Umar, Jakarta, pakai sepeda itu. Waktu mau pulang, Pak Jusuf minta agar sopir Papi dipanggil.

Tapi Papi bilang tidak usah, saya naik itu (sembari menunjuk sepeda kayuh yang disandarkan di samping rumah Jenderal Jusuf). Beliau pulangnya pakai sepeda itu juga. Ke Pasar Rumput, dan ke mana saja, beliau selalu naik sepeda itu, dan tidak pernah bersedia dikawal.

Apa alasan Pak Hoegeng tidak mau dikawal?

Beliau mau dekat sama masyarakat. Jangan sampai ada barrier (penghalang) antara beliau dengan masyarakat. Bahkan di rumah kami dulu, begitu beliau diangkat jadi Kapolri, datang batu bata, semen, material lainnya untuk membangun pos jaga.
Beliau tidak mau, sehingga tidak ada pos jaga di rumah kami. Sama sekali tidak ada, sehingga semua orang boleh datang ke rumah kami.

Sebagai cucu, apakah Rama Jaya punya pengalaman dibonceng sepeda oleh Eyang Hoegeng?

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved