Dokter Puskesmas Pasir Panjang Positif Corona Pelaku Perjalanan dari Bali
Seorang Dokter umum yang bertugas di Puskesmas Pasir Panjang dipastikan terinfeksi Covid-19
Sampel tersebut terdiri dari 50 sampel asal Kota Kupang, 27 sampel asal Sumba Timur, 2 sampel asal Sumba Barat Daya (SBD), serta masing masing satu sampel dari Manggarai Barat, Ende dan TTS.
Dua kasus terkonfirmasi positif baru tersebut terdiri dari satu pelaku perjalanan dari Bali yang kini berdomisili di Kota Kupang dan satu orang dari Kabupaten Sumba Timur dari cluster Solo.
Selain tambahan dua pasien positif, sebanyak tiga pasien dinyatakan sembuh. Mereka terdiri dari dua pasien di Kota Kupang dan satu pasien di Kabupaten Sumba Timur. Dengan tambahan tiga pasien sembuh maka total pasien sembuh menjadi 92 orang. Hingga Jumat, total kasus positif Covid-19 NTT menjadi 121 orang dengan 28 yang dirawat dan 1 meninggal dunia.
Tiga Bulan Isolasi
Dalam diskusi Webinar yang diselenggarakan Etnis Tionghoa Kupang (ETIKA), Harian Umum Pos Kupang dan Forum Akademia NTT (FAN), Sabtu (04/07), salah satu peserta, Rudi Halim, dari Jakarta mengaku dinyatakan positif Covid-19 sejak 28 Maret lalu dan hingga saat ini ia masih melakukan swab test dan hasilnya masih positif.
"Saya pada awalnya itu jogging pada bulan Maret itu saya lalai, saya nggak pakai masker dan ada orang datang cuma bicara sama saya sebentar aja. Di sana saya terkena aerosolnya. Besoknya saya agak sedikit demam tapi tidak demam tinggi. Saya cuma minum obat tapi belum sembuh" ceritanya.
Sejak pertama kali terdiagnosa sampai sekarang, Rudi mencari artikel -artikel yang ada di internet dan menemukan ada beberapa kasus yang sama seperti dirinya.
"Saya baca juga yang di luar negeri, di Indonesia, seperti saya itu beberapa terjadi juga di Solo, di Bali. Semalam saya berbicara dengan teman saya ahli epidemiologi di Aussie sama di Taiwan. Saya bicarakan kasus saya dia cuma sarankan kalau memang begitu isolasi agar tidak tularkan kepada yang lain" lanjutnya.
Menanggapi hal tersebut, Fima bertanya apakah (dahaknya) sudah pernah dikultur atau belum, karena viabilitas virus itu diukur dari seberapa tap dapat dikultur dari media dari lendirnya.
"Mungkin nanti bisa dikonsultasikan dengan dokter tapi coba untuk dikultur, apakah kemampuan dia berkembang biak dan mereplikasi itu masih tinggi" kata Fima. Seraya menambahkan, sebagai doktor biomolekuler dirinya menduga masih ada virusnya cuma viabilitasnya sudah menurun. Tidak mampu untuk dikeluarkan lagi.
Fima juga mengatakan, kasus seperti yang terjadi pada Rudi memang ada namun tak banyak.
"Saya hanya bisa menyampaikan seturut keilmuan saya bahwa materi genetik DNA itu bisa dideteksi ketika bahkan selnya sudah minim atau sudah tidak ada atau sudah mati. Tapi kalau RNA sendiri hanya mungkin terdeteksi ketika selnya masih hidup" urainya.
Fima menjelaskan, di laboratorium Biomolekuler RSU Prof. W. Z. Yohanes Kupang, output keluarnya tidak hanya positif dan negatif tetapi ada angka CV (ukuran sebaran relatif) juga.
"Kalau ada kenaikan CV dari waktu ke waktu itu berarti memang makin melemah kemampuan untuk mereplikasi. Logikanya kalau seandainya CV-nya mengalami kenaikan berarti bagus karena berbanding terbalik ya" ujar Fima.
Menurut Fima, kasusnya sebenarnya menarik untuk riset dan statistik yang sangat perlu untuk direcord sama rumah sakit sebagai data penelitian. (yen/hh/cr4)