Di Korowai, Papua, 10 kg Beras Dijual Seharga Rp 2 Juta, 1 Dos Mi Instan Dihargai 2 Gram Emas
"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata Hengki Yaluwo, koperasi Senggaup.
Di Korowai Papua, 10 kg Beras Dijual Seharga Rp 2 Juta, 1 Dos Mi Instan Dihargai 2 Gram Emas
POS-KUPANG.COM - Sampai saat ini, harga pangan di Papua sangat mahal.
Satu karung beras berukuran 10 kilogram, misalnya, harga yang dijual demikian tinggi.
Di kawasan tambang emas tradisional Korowai, tepatnya di Maining 33, Distrik Kawinggon, Kabupaten Pegunungan Bintang, harga beras 10 kg itu mencapai Rp 2 juta.
Sementara harga satu kardus mi instan, dijual seharga Rp 1 juta.
Bahkan satu kardus mi instan, bisa saja ditukar dengan emas dua gram.
"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata salah satu Pengelola Koperasi Kawe Senggaup Maining, Hengki Yaluwo di Korowai, Rabu (1/7/2020).
• Suara Perempuan di Kamar Betrand Peto Bikin Sarwendah & Ruben Onsu Panik, Siapa?
• Suara Perempuan di Kamar Betrand Peto Bikin Sarwendah & Ruben Onsu Panik, Siapa?
• Lewolein Menuju Desa Wisata Digital di Lembata
"Beras 10 kilogram itu emas empat gram, kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta," kata dia.
Selain bahan makanan pokok, harga bahan lain juga cukup tinggi.
Satu ikan kaleng berukuran besar dijual seharga Rp 150.000. Sedangkan untuk ponsel dibanderol seharga 10 gram sampai 25 gram emas.
Wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang masuk kawasan terisolir dan tertinggal.
Kawasan Korowai sendiri diapit lima kabupaten, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digooel, dan Kabupaten Mappi.
Walapun diapit lima kabupaten, namun kawasan tersebut belum pernah tersentuh pembangunan.
Untuk menjangkau wilayah tersebut, warga harus menggunakan helikopter dari Kabupaten Boven Digoel.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan menggunakan long boat dari Boven Digoel selama satu hari dan berjalan kaki selama dua hari menuju kawasan tambang Korowai.
Ben Yarik salah satu pemilik dusun Kali Dairam Korowai di Maining 33, mengatakan, suku Korowai adalah penghuni asli kawasan itu.
"Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami," kata Ben.
Ben mengatakan, tambang emas tradisional adalah salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.
Ia berharap pemerintah tak menutup penambangan tradisional itu, karena kawasan tambang tradisional tersebut merupakan sumber hidup masyarakat sekitar.
"Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin," ujarnya.
Tentang lambatnya kemajuan di daerah itu, diakui pula oleh Bupati Pegunungan Bintang, Costan Oktemka.

Bupati Costan Oktemka mengatakan, berangkat dari ketertinggalan itu, maka ia ingin agar Kabupaten Pegunungan Bintang bergabung dengan Provinsi Papua Selatan.
Costan memastikan, bahwa keinginan itu sangat kuat meski kabupatennya berada di kawasan pegunungan.
Selain itu, akses transportasi dari wilayahnya ke selatan Papua juga lebih dekat.
"Terus terang, kami juga butuh percepatan pembangunan seperti daerah lain," kata dia melalui sambungan telepon.
Ia memaklumi bila ada pihak lain yang menganggap keinginannya masuk ke Papua Selatan adalah hal yang keliru dari aspek budaya.
Pegunungan Bintang dianggap masuk ke dalam wilayah adat Lapago yang dalam usulan pemekaran masuk ke dalam Provinsi Pegunungan Tengah.
"Kami memang kebetulan berada di pegunungan ada kesamaan, tetapi kami juga punya kesamaan dengan saudara kami di bagian selatan," kata dia.
"Saya pikir ini bukan masalah kesamaan tetapi ini tentang percepatan pembangunan, aksesibilitas."
Costan juga mengakui ada penolakan dari beberapa tokoh yang ada di Papua Selatan.
Namun ia mengingatkan bila untuk mengusulkan pemekaran sebuah provinsi, minimal dibutuhkan lima kabupaten/kota.
Di luar Pegunungan Bintang, wilayah yang masuk rencana pemekaran Papua Selatan adalah Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel.
"Kehadiran Pegunungan Bintang sangat penting bagi pembentukan Provinsi Papua Selatan karena sesuai aturan kalau hanya 4 kabupaten tidak cukup sehingga Pegunungan Bintang merupakan solusinya," tutur Costan.
• Gubernur Viktor Berharap Polda NTT Segera Bentuk Polisi Pariwisata, Ini Wilayah Penempatannya
• Kejati NTT Tahan Mantan Kepala Cabang Bank NTT Surabaya Didakus Leba, Ini Tersangka Kedelapan
• Sebanyak 320.000 Pelanggan Listrik di NTT dapat Keringanan Biaya Listrik, Ini Cara Mendapatkannya
Dari sisi aksesbilitas itulah yang membuat ia ingin bergabung ke Papua Selatan.
Pasalnya, faktor tersebut yang bisa membawa percepatan pembangunan bagi Pegunungan Bintang.
"Kami butuh provinsi ini untuk mempercepat pembangunan di daerah kami. Karena aksesnya lebih mudah di banding ke wilayah Papua di bagian lain," kata dia.
Costan juga mengaku telah berkomunikasi dan bersepakat dengan 4 bupati lain di wilayah selatan.
Dalam kesepakatan tersebut, mereka membentuk tim yang akan mengkaji dan mengusulkan pemekaran Provinsi Papua Selatan.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali mengeluarkan pernyataan terkait isu pemekaran provinsi di Papua.
Iya menegaskan bila sejauh ini pemerintah baru dalam tahap menampung aspirasi masyarakat.
"Pemekaran belum ada rencana, kita baru menerima aspirasi dari Pengunungan Tengah, dari Papua Tengah sudah masuk," ujarnya di Jayapura, Minggu (1/12/2019).
Khusus Papua Selatan yang sempat disebut Tito paling siap dimekarkan, justru hingga kini pengajuan secara tertulis belum diterimanya. "Papua Selatan baru lisan tapi belum tertulis, kita ingin melihat kajian tertulis," cetus dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Di Pedalaman Pegunungan Bintang Papua, Beras 10 Kilogram Dijual Rp 2 Juta dan Mi Instan Ditukar Emas", https://regional.kompas.com/read/2020/07/02/13430081/di-peda laman-pegunungan-bintang-papua-beras-10-kilogram-dijual-rp- 2-juta-dan?page=all#page2