Di Korowai, Papua, 10 kg Beras Dijual Seharga Rp 2 Juta, 1 Dos Mi Instan Dihargai 2 Gram Emas
"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata Hengki Yaluwo, koperasi Senggaup.
Ben Yarik salah satu pemilik dusun Kali Dairam Korowai di Maining 33, mengatakan, suku Korowai adalah penghuni asli kawasan itu.
"Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami," kata Ben.
Ben mengatakan, tambang emas tradisional adalah salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.
Ia berharap pemerintah tak menutup penambangan tradisional itu, karena kawasan tambang tradisional tersebut merupakan sumber hidup masyarakat sekitar.
"Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin," ujarnya.
Tentang lambatnya kemajuan di daerah itu, diakui pula oleh Bupati Pegunungan Bintang, Costan Oktemka.

Bupati Costan Oktemka mengatakan, berangkat dari ketertinggalan itu, maka ia ingin agar Kabupaten Pegunungan Bintang bergabung dengan Provinsi Papua Selatan.
Costan memastikan, bahwa keinginan itu sangat kuat meski kabupatennya berada di kawasan pegunungan.
Selain itu, akses transportasi dari wilayahnya ke selatan Papua juga lebih dekat.
"Terus terang, kami juga butuh percepatan pembangunan seperti daerah lain," kata dia melalui sambungan telepon.
Ia memaklumi bila ada pihak lain yang menganggap keinginannya masuk ke Papua Selatan adalah hal yang keliru dari aspek budaya.
Pegunungan Bintang dianggap masuk ke dalam wilayah adat Lapago yang dalam usulan pemekaran masuk ke dalam Provinsi Pegunungan Tengah.
"Kami memang kebetulan berada di pegunungan ada kesamaan, tetapi kami juga punya kesamaan dengan saudara kami di bagian selatan," kata dia.
"Saya pikir ini bukan masalah kesamaan tetapi ini tentang percepatan pembangunan, aksesibilitas."
Costan juga mengakui ada penolakan dari beberapa tokoh yang ada di Papua Selatan.