Rapat Kerja DPRD dan PKO Lembata: Tidak Boleh Ada Monopoli Pengadaan Mebel
Selain membahas perihal tahapan perencanaan hingga pelaksanaan swakelola DAK fisik bidang pendidikan tahun 2020,
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Rapat Kerja DPRD dan PKO Lembata: Tidak Boleh Ada Monopoli Pengadaan Mebel
POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA--Rapat kerja antara Komisi III DPRD Lembata dan Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (PKO) Kabupaten Lembata alot membahas polemik pengadaan mebel dari swakelola Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun-tahun sebelumnya.
Selain membahas perihal tahapan perencanaan hingga pelaksanaan swakelola DAK fisik bidang pendidikan tahun 2020,
DPRD Lembata juga meminta klarifikasi pihak dinas mengenai adanya dugaan intervensi terhadap kepala sekolah yang melaksanakan swakelola pengelolaan anggaran DAK dan dugaan adanya bengkel tertentu yang melakukan monopoli pengadaan mebel di sejumlah sekolah.
Padahal, sejatinya serapan anggaran dari DAK harus memenuhi unsur pemberdayaan masyarakat.
Ketua Komisi III DPRD Lembata Antonius Molan Leumara pun meminta pihak dinas menyertakan data lengkap dan spesifikasi bengkel-bengkel di Lembata yang menerima proyek pengadaan mebel di sekolah-sekolah.
Sebagai bagian dari pengawasan, Politisi Partai Demokrat itu juga meminta dokumen-dokumen fisik dan dokumen mebel yang ada serta data jumlah sekolah yang sudah melakukan pencairan DAK tahap satu.
"Jangan sampai 50 paket dikerjakan hanya oleh dua bengkel. Supaya uang negara itu turut dirasakan masyarakat lainnya, berdayakan juga bengkel-bengkel lain yang ada di kampung," ujar Leumara di Ruang Rapat DPRD Lembata, Rabu (24/6/2020).
Anggota Komisi III DPRD Lembata lainnya yakni Hasan Baha dan Gregorius Amo meminta Dinas PKO Kabupaten Lembata menghindari adanya monopoli pengadaan mebel pada bengkel-bengkel tertentu, apalagi dengan intervensi.
"Pola kerja kalau swakelola tapi berujung pada monopoli maka pemberdayaan tidak jalan. Kita dengar ada permainan di lapangan. Jadi ini harus jadi perhatian kita ke depan," pesan Amo.
Sekretaris Dinas PKO Kabupaten Lembata Michael Bala pada kesempatan itu menjelaskan metodologi swakelola itu sudah jelas dalam regulasi. Pihak sekolah yang mengelola DAK dengan bebas memesan mebel di bengkel mana saja atau menggunakan jasa tukang siapa saja.
Dengan demikian dirinya membantah ada intervensi pihak dinas terhadap kepala sekolah dan monopoli pengadaan mebel.
"Ini masalah komunikasi saja, komunikasi ke sekolah juga tidak benar. Sekolah terserah mau pesan di mana saja. Mebel ini juga bukan masalah sekarang saja. Ini masalah komunikasi yang tidak betul. Saya sampai omong di pak kadis kalau tidak ada masalah," katanya menjelaskan.
Disebutkannya, relasi dan komunikasi antara Komisi III DPRD Lembata dan Dinas PKO Lembata harus terjalin lebih baik lagi.
Selanjutnya, Michael menuturkan berdasarkan pengalaman selama ini panitia pembangunan di desa kadang menemui kesulitan karena ketiadaan bengkel di desa.
"Mereka bisa pesan di tempat lain dengan memegang spesifikasi teknis dari perencanaan," tandasnya.
Dalam pelaksanaan menurutnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim teknis dari dinas akan mengecek bengkel yang dipilih untuk pengadaan mebel itu memiliki kelengkapan sumber daya atau tidak.
Pasalnya, kurangnya sumber daya dari bengkel tertentu akan berdampak pada kualitas yang dihasilkan.
Mantan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PKO Lembata itu juga menguraikan perihal tahapan Pelaksanaan DAK fisik yang berlangsung dari Februari-Oktober. Tahapan pelaksanaan juga termasuk monitoring dan evalusasi per tahap setiap bulan.
"Tahap November-Desember itu tahap evaluasi akhir DAK dan laporan keuangan dan proses pelaksanaan DAK di tahun itu," paparnya.
Sementara itu, salah satu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yulius Jumat berujar pengawasan dari dinas terkait terhadap pelaksanaan swakelola masih perlu dilakukan tetapi pengawasan yang dilakukan itu bukan berarti intervensi.
"Kami juga perlu lakukan pengawasan terhadap bengkel-bengkel yang ditunjuk. Kami tidak bisa lepas tanggungjawab dan tidak bisa mereka kerja sendiri tanpa pengawasan," ungkapnya.
Pihaknya perlu memastikan kalau bengkel-bengkel yang sudah ditunjuk itu sudah sesuai spesifikasi dan memiliki peralatan dan sumber daya yang memadai.
Hal ini, kata Yulius, sangat perlu dilakukan untuk menghindari adanya keterlambatan pengadaan dari batas waktu yang ditentukan dan mencegah pembuatan mebel yang asal-asalan dan tak berkualitas.
Menurut pemantauannya sejauh ini tidak ada persoalan mengenai swakelola di tahun-tahun sebelumnya. Sementara pelaksanaan swakelola di Tahun 2020 masih sementara berproses.
Sementara itu, Kepala Seksi Sarana Prasarana Karolus Sakeng menguraikan bahwa sesuai regulasi pelaksanaan swakelola oleh panitia pembangunan sekolah dengan melibatkan bengkel-bengkel milik masyarakat atau usaha kecil menengah baik perorangan maupun yang berbadan usaha.
"Jadi, siapapun bengkelnya, kalau dia mampu kerja 100 persen baru dibayarkan itu tidak ada persolan," ungkap Karolus.
Lebih lanjut, dia mengatakan tahun lalu mereka sudah melakukan survei terhadap 25 bengkel di Lembata dan ada 16 bengkel yang menyatakan bersedia mengadakan mebel bagi sekolah-sekolah. Tahun ini, tambahnya, pihaknya membiarkan sekolah yang menentukan.
"Tentukan bengkel di mana, lalu bawa nota pesanan. Kontrak sudah ada, gambar sudah ada, bawa nota pesanan untuk kami kontrol," sebut Karel.
• LSM Insan Lantang Muda Tolak Pabrik Semen di Matim, Ini Alasanya
"Mulair bersih tahun ini. Tahun ini kami tidak intervensi. Kami menunggu nota pesanan, hanya baru lima sekolah yang datang bawa nota pesanan. Sementara pencairan DAK ada batasannya.
Sampai Bulan September registrasi tidak sampai 25 persen maka DAK hangus. Mebel menyumbang 25 persen dari total kegiatan," paparnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)