Terkait Prostitusi di Ende, Ini Permintaan Jaringan Peduli Anak dan Perempuan NTT
Jaringan Peduli Anak dan Perempuan Provinsi Nusa Tenggara Timur ( Provinsi NTT) meminta semua pihak terkait serius menangani kasus prostitusi
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | ENDE - Jaringan Peduli Anak dan Perempuan Provinsi Nusa Tenggara Timur ( Provinsi NTT) meminta semua pihak terkait serius menangani kasus prostitusi.
Pernyataan jaringan Peduli Anak dan Perempuan ini merespon pemberitaan POS-KUPANG.COM berjudul 'Prostitusi Online di Ende, Transaksi di Depan Pasar Potulando Modus Nongkrong', yang diterbitkan pada 6 Juni 2020.
Ada 25 LSM dan individu yang tergabung dalam Jaringan Peduli Anak dan Perempuan NTT, Richard Raja sebagai yang mewakili, kepada POS-KUPANG.COM, Senin (21/6/2020), mengatakan, mereka prihatin dengan kasus prostitusi.
• Diduga Salahgunakan Keuangan Desa, Kepala Desa Maudemu Diadukan ke DPRD Belu
Menurutnya prostitusi yang melibatkan anak dan perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, hak perempuan dan hak anak.
Dia katakan kasus prostitusi online yang melibatkan anak dan perempuan juga sempat dimuat di media yakni kasus di Sumba Timur (10 Maret 2019) dan kejadian di Kupang menyusul tertangkapnya beberapa Mucikari prostitusi online yang melibatkan anak (Kompas.com, 14 Maret 2019).
• Kejati NTT Tangkap Siswanto Kondrata, Tersangka Korupsi Kredit Macet Bank NTT Surabaya
"Dan bukan tidak mungkin terjadi juga di wilayah lainnya di NTT," ungkap Richard.
Menurutnya, dalam beberapa kasus prostitusi terbukti telah melibatkan perempuan, anak perempuan dan bahkan anak laki-laki .
Dia katakan, kebanyakan korban adalah bagian dari perdagangan manusia untuk dieskploitasi secara seksual dan kebanyakan korban tidak mengetahui risiko dari pekerjaan yang mereka lakukan.
Lanjutnya, masyarakat tahu bahwa hal tersebut adalah persoalan sosial, namun tidak tahu harus berbuat apa, serta tidak mau direpotkan untuk urusan orang lain.
"Kondisi ini, jika tidak segera ditanggulangi dan diantisipasi, akan membuat praktek prostitusi merebak dengan subur, apalagi mengingat NTT sedang dipromosikan sebagai destinasi pariwisata andalan Indonesia,"ungkapnya.
Di sisi lain, kata Richard, penyelesaian masalah prostitusi tidak terlepas dari proses penegakan hukum yang baik untuk mengakhiri praktik tersebut. Namun menurutnya, yang menjadi masalah saat ini adalah proses penegakan hukum yang tidak berjalan dengan maksimal, serta apatisme masyarakat.
Menyoroti masalah prostitusi yang terjadi di Ende, ungkap Richard, Jaringan Peduli Perempuan dan Anak NTT, baik yang berada di luar NTT maupun yang tinggal dan bergerak di NTT, bersama-sama menyadari bahwa praktek prostitusi berhubungan erat dengan kemiskinan.
Tidak hanya itu, jaringan Peduli Anak dan Perempuan menilai perubahan orientasi, pola dan gaya hidup generasi muda, yang ingin tampil mewah secara instan, serta berpusat pada diri sendiri, juga merupakan faktor-faktor pendorong prostitusi.
Karena itu, kata Richard Jaringan Peduli Anak dan Perempuan NTT, menyerukan,
1. Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya Aparat Penegak Hukum agar segera mengambil sikap tegas dan adil untuk menghapus praktek prostitusi di NTT.
Perlindungan perempuan dan anak, harus menjadi prioritas dalam program pembangunan, dan masuk dalam pertimbangan dan perencanaan program pembangunan di segala bidang. Peningkatan program pariwisata daerah NTT harus selalu seiring dengan penguatan perlindungan perempuan dan anak.
2. Segala bentuk pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya kekerasan dan eksploitasi seksual, diselesaikan dengan tuntas dalam keberpihakan terhadap korban.
Prostitusi harus dihapuskan dan diwaspadai dalam praktek dan keseharian hidup masyarakat NTT.
3. Masyarakat NTT kembali menghidupkan nilai luhur yang terkandung dalam adat dan budaya NTT yang peduli satu sama lain, menghormati martabat perempuan dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, khususnya kekerasan dan eksploitasi seksual.
4. Semua pihak yang terkait dengan persoalan perlindungan perempuan dan anak, agar bekerja sama untuk mendorong percepatan program Kabupaten/Kota Layak Anak sehingga kerja perlindungan anak dapat dilakukan secara sistematis, masive dan terstruktur, sampai ke tingkat desa/kelurahan.
Pelibatan masyarakat melalui penguatan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) menjadi sangat krusial. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)