Kasus Korupsi Pengadaan Bawang Malaka,Pengacara Sebut Tersangka "Diperas" Oknum Penyidik Polda NTT

ditetapkan satu orang sebagai terperiksa karena diduga menerima sejumlah uang dari tersangka pelaku tindak pidana korupsi.

Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Kuasa Hukum tersangka Baharudin Tony, Joao Meco SH saat memberi keterangan pers kepada wartawan pada Rabu (17/6) 

Kasus Korupsi Pengadaan Bawang Malaka, Pengacara Sebut Tersangka "Diperas" Oknum Penyidik Polda NTT 700 Juta

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Setelah bergulir lebih dari tiga bulan, Kasus Korupsi Pengadaan Bibit Bawang Kabupaten Malaka tahun 2018 dikejutkan dengan informasi "miring". Kasus yang kini sedang menunggu pelimpahan dari pihak penyidik ke pihak Kejaksaan itu dihentak dengan tudingan serius oleh kuasa hukum  salah satu tersangka. 

Joao Meco SH, kuasa hukum tersangka Baharudin Tony yang merupakan kuasa direktur dalam proyek pengadaan bibit bawang merah tahun anggaran 2018 itu mengatakan kliennya diperas oleh oknum penyidik Polda NTT. Tidak tanggung tanggung, kliennya diperas hingga lebih dari Rp 700 juta oleh para penegak hukum dalam kasus tersebut. 

Kepada wartawan pada Rabu (17/6),  Joao Meco, SH mengatakan kliennya diperas oleh oknum penyidik Polda NTT dalam kurun waktu sebelum penetapan tersangka hingga setelah penetapan tersangka. Penetapan tersangka sendiri telah dilakukan pada 6 Maret 2020 dan dilanjutkan dengan rilis media pada 12 Maret 2020. 

"Saya pengacara yang konsisten dengan kode etik. Saya mau katakan ada uang yang ditransfer. Faktanya ada juga uang yang mereka minta, lebih dari Rp 700 juta dari klien saya, kalau tersangka yang lain juga ada," ujar Joao ketika memberikan keterangan pers kepada wartawan. 

Ia bahkan menyebut ada lima oknum penyidik dalam kasus tersebut yang terlibat dalam upaya pemerasan terhadap kliennya itu. 

"Pertama ada transfer ke nomor rekening. Kedua penyerahan ada saksinya, saksi dua. Transfernya dua kali, penyerahan 2 kali, orang dan momen berbeda," ungkapnya. 

Ia mengaku memiliki semua bukti baik itu bukti transfer maupun bukti video. Namun ketika diminta wartawan, ia mengatakan bahwa akan untuk sementara tidak dapat dibuka ke publik. "Kalau tidak ada bukti mana bisa saya bicara seperti ini, buktinya ada," kilahnya. 

Ia mengatakan, berdasarkan pengakuan kliennya, bahkan setelah ditahan, oknum tersebut masih meminta dan memeras dari klien. 

"Menjadikan para tersangka sebagai ATM, ini sebetulnya cacat hukum, setinya produk mereka dipakai sebagai dokumen negara. Tindakan mereka ini tindakan pidana yang mencemarkan institusi polri, selayaknya mendapat perhatian di Polda dan Mabes Polri," tegasnya. 

Terhadap kejadian tersebut, ia berharap harus ada keberanian dari pihak Polda NTT untuk mengevaluasi penyidik yang bersangkutan. Jika mereka memiliki etika  yang tidak pantas jadi penyidik maka mereka harus "diamputasi".

Terkait tuduhan tersebut, Kapolda NTT Irjen Pol Hamidin melalui Kabid Humas Kombes Pol Jo Bangun mengatakan belum ada laporan polisi resmi dari korban maupun pengacaranya. Namun demikian, pihak Propam Polda NTT telah melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. 

"Menindaklanjuti adanya dugaan pemerasan oleh penyidik terhadap tersangka kasus ini, Propam Polda NTT telah melakukan penyelidikan. Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Propam Polda NTT hasil dari penyelidikan Paminal Polda," ujar Kombes Jo ketika dikonfirmasi wartawan pada Rabu (17/6) siang. 

Dari penyelidikan tersebut, kata Kombes Jo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi dan telah ditetapkan satu orang sebagai terperiksa karena diduga menerima sejumlah uang dari tersangka pelaku tindak pidana korupsi. 

"Setelah berkas lengkap maka akan disidang dan kemungkinan paling berat akan dipecat kalau terbukti ada pelanggaran," tegasnya. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved