Fadli Zon Bilang, Surabaya Saat Ini Bukan Lagi Zona Merah, Tapi Zona Hitam Covid-19, Mencemaskan!
Anak buah Prabowo Subanto itu mengatakan, tingginya penderita Covid-19 itu, karena dibukanya arus mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Menurut data WHO, angka penularan virus corona di Indonesia adalah 2,5 artinya satu penderita bisa menulari 2,5 orang. Tingkat penularan ini tergolong tinggi.
Dari hal-hal itulah, maka secara umum wacana dan kebijakan new normal itu dianggapnya sebagai hal yang buruk.
Fadli Zon lantas mengungkap 3 masalah besar dibalik kebijakan pemerintah memberlakukan new normal.
Pertama, otoritas dan organisasi pengambilan keputusan yang kacau.
Faktanya, pandemi ini oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai bencana nasional, dengan strategi yang dipilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
Menurut peraturan pemerintah Nomor 21/2020, penetapan PSBB itu kewenangannya ada pada Kementerian Kesehatan.
Akan tetapi, otoritas new normal yang dalam praktiknya disebut sebagai bentuk pelonggaran terhadap PSBB.
Alih-alih dikembalikan ke Kementerian Kesehatan @KemenkesRI malan dipegang oleh Guur Tugas. Ini membuat organisasi pengambilan keputusan menjadi tidak jelas.
Hasilnya pun bisa dilihat. Dari 102 wilayah yang diperbolehkan new normal oleh Gugus Tugas, misalnya, tak ada satu kota di Jawa yang masuk rekomendasi kecuali Tegal.
Tapi ironisnya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sudah mengumumkan per 1 Juni 2020 ada 15 daerah di Jawa Barat yang boleh menerapkan new normal. "Inikan jadi kacau otorisasinya!
Kedua, datanya tentang misleading.
Pemerintah mengklaim angka reproduksi Covid-19 Indonesia sudah berada di angka 1,09. Dalam standar WHO, angka ini bisa dianggap terkendali.
Masalahnya, adalah angka yang digunakan pemerintah merupakan angka yang ada di DKI Jakarta.
Menggunakan trend perbaikan RO da Rt di DKI Jakarta sebagai dasar menggaungknan kebijakan new normal di level nasional. Jelas misleading.
Lagi pula, meskipun di atas kertas, data Covid-19 di DKI trendnya cenderung membaik, data itu tetap harus dilihat secara kritis.