Peringatan Presiden Soeharto Tahun 1995 Soal Nasib Indonesia di Tahun 2020 Disorot, Terbukti Benar
Peringatan Presiden Soeharto Tahun 1995 Soal Nasib Indonesia di Tahun 2020 Disorot, Terbukti Benar
POS-KUPANG.COM - Setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998 kerusuhan bernuansa rasial terjadi yang seolah mengalihkan perhatian mahasiswa dalam menuntut mundurnya Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia.
Dilansir dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016), berbagai elemen aksi mahasiswa kemudian menyatukan gerakan.
Mereka yang bergerak antara lain dua kelompok mahasiswa Universitas Indonesia, yaitu Senat Mahasiswa UI dan Keluarga Besar UI.
Pada 18 Mei 1998, mereka memutuskan bergerak menuju DPR untuk bergabung dengan kelompok mahasiswa lain yang sejak pagi mengepung gedung DPR/MPR. Kelompok itu antara lain Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.
• 24 Tahun Jadi Misteri, Jenderal Polisi ini Ungkap Penyebab Kematian Ibu Tien Soeharto
• Ternyata, Presiden Soeharto Pernah Meramalkan Nasib Indonesia, Ramalannya Kini Terbukti
• Ramalan Jitu Soeharto Sebelum Meninggal Tentang Kondisi Indonesia 2020 Terbukti, Ini Isinya
• Ternyata Soeharto Sempat Ungkapkan Kapok Pimpin Indonesia Sesaat Sebelum Mundur 21 Mei 1998
• Detik-detik Soeharto Mundur Setelah 32 Tahun Berkuasa, BJ Habibie Jabat Presiden & Reaksi Amien Rais
• Ingat Tragedi 21 Mei 1998? Hari Ini,22 Tahun Lalu Soeharto Jatuh dan Mundur dari Jabatan Presiden RI
Soeharto kapok
Soeharto pada 19 Mei 1998 itu belum resmi mundur, tetapi ketika pertemuan dengan para tokoh berlangsung, ia mengaku enggan dicalonkan lagi bahkan kapok menjadi Presiden.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Yayasan Paramadina mendiang Nurchloish Madjid yang mengikuti pertemuan tersebut.
"Pak Harto akan tidak mau dicalonkan lagi. Bahkan Pak Harto sempat guyon: saya ini kapok jadi Presiden. Itu sampai tiga kali, saya bilang kalau orang Jombang itu bukan kapok, tapi tuwuk (kekenyangan)," ujar alm. Nurcholis.

Nucholis mengatakan, keputusan Presiden Soeharto untuk membentuk Komite Reformasi, Kabinet Reformasi, dan melaksanakan pemilu segera merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini.
Bahkan, Presiden Soeharto disebutkannya bersedia didikte kata demi kata.
Misalnya, untuk pelaksanaan pemilu yang harus secepat-cepatnya. Presiden Soeharto mengatakan, kedudukannya sebagai presiden bukanlah hal yang mutlak.
Dengan demikian, ia pun tak mempermasalahkan apabila harus mundur sebagai presiden.
Bahkan, sebelum terpilih menjadi Presiden RI periode 1998-2003, ia pun mengingatkan, apakah benar dirinya masih mendapat kepercayaan dari rakyat Indonesia.
"Apa benar rakyat Indonesia masih percaya pada saya, karena saya sudah 77 tahun.
"Agar dicek benar-benar, daripada semuanya itu," kata dia.