Menko Polhukam, Mahfud MD Lontarkan Pernyataan Pedas Terhadap Anak Buah Prabowo, Fadli Zon
Pernyataan pedas Mahfud MD itu terkait kritikan anggota DPR RI, Fadli Zon tentang polemik pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila
Menko Polhukam, Mahfud MD Lontarkan Pernyataan Pedas Terhadap Anak Buah Prabowo, Fadli Zon
POS-KUPANG.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menko Polhukam, Mahfud MD melontarkan pernyataan pedas terhadap Fadli Zon, anggota DPR RI dari Partai Gerindra.
Pernyataan pedas Mahfud MD itu terkait kritikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Fadli Zon, tentang polemik pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Dikutip dari Warta Ekonomi.co.id, Mahfud mengungkapkan, bahwa RUU itu dibahas bukan atas prakarsa pemerintah melainkan DPR.
Karena itu, tidak tepat kalau pemerintah dianggap yang paling berkepentingan untuk mengesahkan RUU itu, apalagi sampai memunculkan kekhawatiran akan membangkitkan komunisme.
• Dampak Covid-19, 40 Desa di TTU Terpaksa Tunda Laksanakan Program Berarti
• Hari Lahir Pancasila, Ini Kata Generasi Milenial
• Reino Barack Geram Lihat Video Syur Mirip Syahrini, Hotman Paris Mengaku Syok, Sebut Hubungan Intim
• KSP Kopdit Swasti Sari Ekspansi Resmikan Kantor Kas Kuanfatu SoE
"Hahaha, Bung Fadli. Yang usul RUU HIP itu lembaga Anda. DPR yang usul, termasuk Gerindra, bukan Pemerintah," tulis Mahfud dalam akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, pada Minggu (31/5/2020).

"Kalau Anda keberatan hari gini msh bcr haluan ideologi," Mahfud memperingatkan, "seharusnya Anda yang ada di DPR menolak RUU itu disahkan utk dijadikan usul inisiatif DPR. Selamat idul fitri ya."
Fadli Zon sebelumnya menuliskan dalam akun Twitter-nya, @fadlizon, bahwa RUU HIP tidak penting untuk dibahas apalagi disahkan sebagai undang-undang. "Ini RUU yang sama sekali nggak penting. Hari gini masih bicara Haluan Ideologi Pancasila. Apa urgensinya?"
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu berpendapat, penguatan mengenai Pancasila sudah selesai tahun 1945 dan para pemikir yang mayoritas orang-orang hebat di masa lalu.
Anak Buah Prabowo itu, mengritik Mahfud MD karena sang menteri sebelumnya mengklarifikasi dalam Twitter-nya tentang polemik yang menyebutkan bahwa RUU HIP untuk menghidupkan komunisme.
"Ada yang resah, seakan ada upaya menghidupkan lagi komunisme dengan mencabut Tap No. XXV/MPRS/1966. Percayalah, secara konstitusional sekarang ini tak ada MPR atau lembaga lain yang bisa mencabut Tap MPR tersebut. MPR yang ada sekarang tak punya wewenang mencabut Tap MPR yang dibuat tahun 2003 dan sebelumnya."
"RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sekarang ada bukan uutuk membuka pintu bagi komunisme tapi untuk menguatkan Pancasila sebagai ideologi negara. Masyarakat bisa berpartisipasi ikut mengkritisi isi RUU tersebut agar bisa benar-benar menguatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara," tulisnya
* Mahfud MD Bela Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni'matul Huda, Dorong Laporkan Peneror Diskusi CLS UGM
Mahfud MD mengaku mengenal siapa Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni'matul Huda yang akan berdiskusi di Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ( UGM ).
Beredar lukas diskusi bertema pemberhentian presiden diberhentikan karena dicap makar.
Cap makar keluar karena di tengan pandemi corona diskusi semacam tersebut dianggap tidak pada tempatnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai diskusi bertema pemberhentian presiden yang diinisiasi oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tidak perlu dipersoalkan.
Mahfud pun mendorong para penyelenggara diskusi itu untuk melaporkan teror yang mereka terima kepada aparat.
"Yang diteror perlu melapor kepada aparat dan aparat wajib mengusut, siapa pelakunya. Untuk webinarnya sendiri menurut saya tidak apa-apa, tidak perlu dilarang," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).
Mahfud yang berlatarbelakang sebagai ahli hukum tata negara itu pun menjelaskan bahwa konstitusi telah mengatur bahwa presiden dapat diberhentikan dengan alasan hukum yang terbatas.
Alasan itu antara lain melakukan korupsi, terlibat penyuapan, melakukan pengkhianatan terhadap ideologi negara,
melakukan kejahatan yang ancamannya lebih dari 5 tahun penjara, melakukan perbuatan tercela, serta jika keadaan yang membuat seorang presiden tidak memenuhi syarat lagi.
"Di luar itu, membuat kebijakan apapun, presiden itu tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Apalagi hanya membuat kebijakan Covid itu, enggak ada," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, ia pun mengaku mengenali Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni'matul Huda yang rencananya menjadi pembicara dalam acara diskusi tersebut.
"Saya tahu orangnya tidak subversif, jadi tak mungkin menggiring ke pemakzulan secara inkonstitusional. Dia pasti bicara berdasar konstitusi," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, diskusi bertajuk 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang diinisiasi oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) batal dilaksanakan.
Presiden CLS UGM Aditya Halimawan mengatakan, diskusi yang rencananya akan digelar secara daring pada Jumat (29/05/2020) pukul 14.00 WIB kemarin itu dibatalkan karena situasi dan kondisi yang dinilai tidak kondusif.
Dalam rilis resminya, CLS FH UGM mengungkap adanya teror kepada penyelenggara acara diskusi tersebut berupa pesan WhatsApp dan pengiriman makanan melalui ojek online.
Aditya menjelaskan, sebelumnya panitia telah berkoordinasi dengan pembicara.
Akhirnya, panitia dan pembicara sepakat acara diskusi tidak jadi digelar.
Pertimbangannya, karena situasi dan kondisi dinilai tidak kondusif.
Bahkan, menurut Aditya, panitia diskusi sempat mendapat ancaman.
Namun ia tidak menjelaskan secara rinci soal ancaman itu.
"Ini kesepakatan dari pembicara dan penyelenggara, karena memang kondisinya semakin tidak kondusif. Ya sebelumnya kami mendapat tindakan semacam peretasan dan ancaman juga," tutur dia.
Seperti diketahui, rencana diskusi CLS UGM sempat menuai polemik terkait dengan tajuk yang diusung.
Awalnya diskusi ini bertajuk Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.
Kemudian diubah menjadi, Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.
Aditya pun membantah anggapan diskusi tersebut merupakan makar.
Sebab, diskusi itu bersifat akademis dan tidak terkait dengan kepentingan politik.
"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis. Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," kata Aditya.
Nah kami mengganti itu supaya kami meluruskan sesuai dengan UUD," ucap Aditya saat dihubungi, Jumat (29/05/2020).
Aditya membantah anggapan di media sosial yang menyebut diskusi tersebut merupakan makar.
Sebab, diskusi itu bersifat akademis.
"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis.
Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," tuturnya.
Aditya mengakui ada pemberitahuan melalui pesan berantai WhatsApp (WA) yang menyebut diskusi dibatalkan.
Ia memastikan informasi tersebut bukan dari panitia acara diskusi.
"Informasi itu (pembatalan) tidak benar," tegasnya.
Menurutnya, ada dugaan peretasan akun WA salah satu panitia.
Sehingga muncul informasi pembatalan acara tersebut dari akun WA salah satu panitia.
"Ada indikasi peretasan.
Informasi (pembatalan) itu hoaks, itu akibat dari peretasan akun narahubung kami," ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menjelaskan jika acara diskusi tersebut bukan acara dari Fakultas Hukum maupun UGM.
"Itu bukan acara resmi dari Fakultas Hukum maupun UGM," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di wartaekonomi.co.id dengan judul "Dikritik Fadli Zon, Ini Jawaban Tegas Mahfud MD Soal RUU Haluan Ideologi Pancasila: https://www.wartaekonomi.co.id/read287909/dikritik-fadli-zon-ini-jawaban-tegas-mahfud-md-soal-ruu-haluan-ideologi-pancasila