Transmisi Lokal Sama Berbahaya dengan Kasus Impor, Dokter Teda Littik: Harus Patuh Protokol

Bertambahnya satu kasus terkonfirmasi positif yang merupakan transmisi lokal cukup meresahkan warga Kota Kupang

Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Transmisi Lokal Sama Berbahaya dengan Kasus Impor, Dokter Teda Littik: Harus Patuh Protokol
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) NTT dr. Teda Littik

Transmisi Lokal Sama Berbahaya dengan Kasus Impor, Dokter Teda Littik: Harus Patuh Protokol

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Bertambahnya satu kasus terkonfirmasi positif yang merupakan transmisi lokal cukup meresahkan warga Kota Kupang.

Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) NTT dr. Teda Littik menjelaskan, transmisi lokal artinya penularan yang berasal bukan dari daerah luar orang terjangkit.

Seseorang yang terinfeksi karena tranmisi lokal tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar daerahnya, sehingga penyakit ditularkan oleh masyarakat lokal itu sendiri.

Penularan tersebut bisa dilakukan oleh Orang Tanpa Gejala (OTG) atau orang dengan gejala, tapi tidak mengetahui adanya virus pada tubuhnya yang bisa menularkan virus tersebut ke orang lain.

"Maksud dari tranmisi lokal itu, dia mendapat infeksi dari orang yang satu daerah dengan dia, bukan orang dari luar. Misalnya, dia tinggal di daerah A. Berarti orang yang terinfeksi berada di daerah A dan menginfeksi orang itu. Orang yang positif itu tidak pernah keluar dari daerah A, tapi kok positif? Nah, berarti transmisi lokal sudah terjadi," urai dr. Telda kepada POS-KUPANG.COM melalui sambungan telepon, Selasa (12/5/2020) malam.

Ia pun menjelaskan, kasus transmisi lokal sama bahayanya dengan kasus impor. Sehingga, satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk menekan transmisi lokal ialah mengikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

"Kalau masyarakat tidak mau ikut, ya saling baku tular. Jangan salahkan orang yang baru datang dari luar, karena itu sudah terjadi, di dalam sini saling menularkan," tegasnya.

Untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus dengan cepat, dr. Telda menilai butuh adanya keterbukaan informasi pasien berupa dimana lokasi pasien, dimana pasien tertular, dan siapa saja yang berhubungan dengan pasien tersebut.

Jika informasi tersebut sudah diketahui, maka tim surveilans dari dinas kesehatan bisa melakukan pelacakan.

Tes masif berupa rapid test pun harus segera dilakukan dan penanganan terhadap pasien positif atau orang yang tidak positif juga dilakukan secepatnya.

Ia mengimbau masyarakat untuk patuh terhadap protokol kesehatan yang telah dikeluarkan sejak Maret 2020.

Jika harus keluar rumah karena urusan mendesak, ia berharap masyarakat tetap patuh untuk tidak berkerumun dan jangan hanya menunggu pemerintah untuk mengatur keadaan tersebut.

"Kepatuhan. Kalau tidak patuh, jangan marah kalau sakit. Pastikan kita dalam keadaan fit. Misalkan pilek, jangan keluar rumah atau di kerumunan orang. Masing-masing jaga diri sambil menunggu badai pandemik ini berlalu dulu," pintanya.

Kepatuhan itu dibutuhkan karena belum ada vaksin untuk Covid-19 dan antibodi tubuh belum terbentuk untuk melawan virus tersebut.

Gubernur Viktor Kepada Warga Besipae : Pemerintah Kerja Buat Masyarakat, Bukan Buat Susah Masyarakat

Renungan Katolik : Memaknai surat-surat dari Molokai - Hawaii : Ego Sum Vitis, Akulah Pokok Anggur“

SMKN 1 Atambua Belum Laksanakan UAS Online Untuk Kelas X dan XI

"Baik kalau sistem imun bagus, tapi kalau tidak karena ada penyakit lain yang menyebabkan autoimun rendah, maka virus ini masuk dan merusak sel-sel, bukan lagi antibodi," tandasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved