Satu Keluarga Terjebak di Pulau Surga sejak Imlek Akibat Lockdown, Ini yang Mereka Lakukan

ex Yang (33) dan keluarganya tiba di Kepulauan Seychelles pada akhir Januari 2020 tapi sebelum liburan berakhir mereka terjebak lockdown akib

Editor: Ferry Ndoen
wikipedia
Satu keluarga terjebak Corona di Pulau Surga sejak Imlek, akhirnya ini yang mereka lakukan. Pantai pasir putih yang sangat terkenal Anse Lazio di Pulau Praslin Seychelles. Pantai ini masuk 10 pantai terindah. 

POS KUPANG.COM--- Rex Yang (33) dan keluarganya tiba di Kepulauan Seychelles pada akhir Januari 2020 tapi sebelum liburan berakhir mereka terjebak lockdown akibat pandemi Covid-19.

Warga Beijing China ini berencana berlibur bersama keluarga selama dua pekan di Pulau La Digue, pulau terbesar ketiga di Kepulauan Seychelles, di Samudra Hindia.

Sayang sekali lockdown dilakukan di Kepulauan Seychelles akibat pandemi Covid-19 dan rencana Rex Yang untuk kembali ke negaranya gagal total.

Beberapa wilayah di Indonesia mulai terapkan lockdown atau karantina lokal untuk menekan penyebaran virus corona (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/HO)

Awalnya Yang memperpanjang masa liburan di Pulau La Digue, karena ibunya tidak sehat.

Tapi kemudian terpaksa diperpanjang lagi karena bandara internasional Seychelles ditutup akibat pandemi Covid-19.

Sebelum pandemi Covid-19, Yang bersama ibu, saudara perempuan dan keponakannya menikmati cuaca yang nyaman di La Digue, hutan yang rimbun, dan pantai yang masih asli.

“Kami bangun jam 7.30 pagi. Kami memasak dan makan sarapan, ” kata Yang seperti dikutip tribun-medan.com dari South China Morning Post.

Lambang Kepulauan Seycheeles (semutaspal.com)
“Setelah itu, seluruh keluarga akan menghabiskan dua jam di pantai, memberi makan kura-kura raksasa Aldabra dan menikmati ombak.

"Setelah tidur siang, kami akan kembali ke pantai dan menikmati matahari terbenam yang indah di atas Samudera Hindia. ”

Pada 14 Maret, kasus Covid-19 pertama dilaporkan di Seychelles.

Untuk membendung wabah, pemerintah dengan cepat memberlakukan langkah-langkah menjaga jarak sosial, menutup sekolah-sekolah dan toko-toko yang menjual barang-barang yang tidak penting, dan melarang orang asing memasuki dan meninggalkan negara itu.

Dikutip dari semutaspal.com, Republik Seychelles adalah sebuah negara kepulauan berdaulat yang terdiri dari 115 pulau di Samudra Hindia, sekitar 1.600 km sebelah timur Kenya.

Seychelles dengan perkiraan populasi 86.525 jiwa adalah negara dengan populasi terkecil di Afrika.

Pantai telah ditutup sejak awal April, yang sempat membuat frustasi Yang.

Yang bersama keluarga di villa berukuran 200 meter persegi, dua lantai dengan halaman rumput dan hamparan pasir mengisi waktu dengan aktivitas sehari-hari.

"Kami pergi ke supermarket seminggu sekali untuk berbelanja," kata Yang.

“Kami bermain tenis dan bola voli di halaman kami. Ibuku menonton banyak opera sabun China.

"Saya berupaya keras belajar bahasa Perancis, satu bahasa resmi di Seychelles.

"Sekarang Bahasa Perancis saya cukup bagus untuk percakapan sehari-hari.

“Saya membawa keluarga saya berlibur ke Seychelles karena saya ingin menghabiskan waktu bersama mereka selama liburan Imlek.

"Saya akan menunda rencana keliling dunia saya sekarang. Saya berencana untuk kembali ke Beijing dan tinggal di sana untuk tahun 2020. ”

Pantai Anse Source d'Argent di Pulau La Digue (wikipedia)
Yang mengatakan kepulangan ke China menjadi alasan utama karena obat diabetes ibu Yang sudah habis dan biaya lama tinggal di Pulau La Digue telah melebihi anggaran mereka

"Pemilik (cottage) nya sangat baik," kata Yang.

“Sewa bulanan untuk rumah kami seharusnya 90.000 yuan (US $ 12.000), tetapi ia hanya menagih kami 15.000 yuan (US $ 2.100). Biaya hidup kami, termasuk sewa bulanan, adalah 20.000 yuan di pulau itu. ”

Kendati demikian, Yang memiliki alasan untuk tetap positif.

Pandemi Covid-19, melanda sebagian besar dunia, belum terlalu parah di Afrika.

Kasus Covid-19 pertama di Afrika dilaporkan 14 Februari ketika seorang warga negara China didiagnosis di Mesir.

Tapi dengan populasi 1,2 miliar, Afrika sejauh ini mencatat kurang dari 2.000 kematian dari lebih dari 30.000 infeksi yang dikonfirmasi.

"Perubahan informasi berita imigrasi yang sangat cepat membawa emosi kita seperti mengendarai roller-coaster," kata Yang.

“Beberapa hari yang lalu, kami berharap bandara akan dibuka kembali. Namun kemudian, penerbangan dibatalkan lagi.

“Optimisme kita sering berubah menjadi frustrasi. Tetapi karena kami telah mengalami perubahan suasana hati berkali-kali dan situasinya di luar kendali kami, kami telah memutuskan untuk tetap tenang dan mencoba yang terbaik untuk menjadi sehat secara fisik dan mental. "

Untuk mempertahankan pandangan optimisme, Yang membuat buku harian.

Yang mencatat pengalaman dan pemikirannya dan mempostingnya di media sosial untuk menghilangkan kekhawatiran teman dan keluarganya di China.

Pada 25 April, Yang mulai membagikan pengalamannya di Weibo (Twitter-nya China), dan di aplikasi video pendek populer Douyin.

Postingan Yang mendapat respons luar biasa.

Pengguna internet China terkesan pada optimisme tak terbatas dan tekad bulat Yang.

Postingan Weibo-nya telah dilihat lebih dari 100 juta kali.

Dengan memposting foto-foto spektakuler dari pantai La Digue, dengan airnya yang biru kehijauan dan satwa yang hidup, Yang secara tidak sengaja menjadi duta wisata tidak resmi untuk Seychelles.

Seychelles selama ini menjadi tujuan favorit wisatawan Eropa, seolah melupakan wisatawan China.

"Ini adalah kedua kalinya saya mengunjungi Seychelles," katanya, seraya menambahkan bahwa negara ini memiliki apa yang diakui sebagai salah satu dari 10 pantai terbaik dunia, yakni Pantai Anse Lazio, di Pulau Praslin.

Yang dan keponakannya menikmati pantai di Pulau La Digue Seychelles (scmp)
“Kura-kura Aldabra raksasa bisa hidup sampai 200 tahun. Beratnya lebih dari 250 kg dan sangat indah. Rum Takamaka yang disuling secara lokal murah dan lezat. Menjadi penyelam, saya juga suka air di sini, yang sangat jernih dengan banyak karang dan ikan, ”katanya.

Tingginya minat warga China pada Seychelles membuat penduduk setempat sehingga stasiun TV lokal Seychelles Broadcasting Corporation (SBS) dan dua surat kabar lokal telah mewawancarai Yang.

Dia mengatakan para jurnalis lokal terkejut dengan volume lalu lintas (traffic) yang datang dari China.

"Populasi Seychelles kurang dari 100.000 orang," kata Yang.

“Hanya ada 2.000 penduduk setempat di La Digue. Selama pandemi, pariwisata Seychelles telah mengalami pukulan hebat.

"Orang-orang Seychelles berharap dapat menarik lebih banyak orang Tiongkok ke negara mereka setelah wabah virus. ”

Kebaikan, kedermawanan, dan ketabahan penduduk dalam menghadapi pandemi membuat Yang terkesan.

Sebelum Seychelles menerapkan lockdown, penduduk setempat pergi bersama Yang melakukan perjalanan memancing dan berjalan-jalan di hutan.

Satu orang yang bertemu Yang di La Digue tetapi tinggal di Mahe, pulau lain, membantunya membeli ponsel dan mengirimkannya kepadanya setelah ia menjatuhkan perangkatnya sendiri ke laut dan tidak dapat menemukan yang baru di La Digue.

"Penduduk setempat di sini tidak menunjukkan diskriminasi terhadap China," kata Yang.

“Pemilik villa saya memberi saya sayur, buah, telur, daging ayam gratis, dan sebagainya. Tidak ada panik membeli sama sekali di supermarket. "

Yang juga berterima kasih kepada para pejabat di Kedutaan China di Seychelles, yang menemui mereka untuk membantu keluarga yang terdampar.

"Kedutaan memberi kami masker," katanya.

“Mereka menghubungi kami dua atau tiga kali seminggu untuk melihat keadaan kami dan memberi kami informasi tentang penerbangan, tindakan pemerintah setempat mengatasi pandemi.

"Mereka bahkan mengirimi kami makanan dan bumbu China untuk memuaskan kerinduan kami akan makanan rumahan. Kami mengambil barang-barang di dermaga di La Digue. "

Kura-kura raksasa aldabra (wikipedia)
Sambil berharap pulang, Yang mengatakan pengalaman terjebak di pulau terpencil adalah berkah tersembunyi.

“Masa tinggal satu tahun saya di Amerika Selatan tahun lalu jauh lebih keras, karena beberapa negara di sana tidak memiliki hukum dan ketertiban yang stabil.

"Saya adalah pelatih surfing dan backpacker, membayar perjalanan saya dengan bekerja pada penduduk setempat. Tinggal di Seychelles jauh lebih nyaman karena saya di sini bersama keluarga saya. ”

Perikanan dan pariwisata adalah industri utama di Seychelles.

Yang menambahkan saat lockdown ini dia dan keluarganya seolah-olah menjadi pemilik semua pantai di La Digue, sebuah kemewahan yang langka.

Dan akhirnya Yang mengakui tinggal berbulan-bulan bersama ibu, saudara perempuan dan keponakan muda menumbuhkan kehangatan keluarga, berkat dalam kesusahan.

“Saya bersyukur atas kesempatan untuk menghabiskan waktu yang begitu lama dengan keluarga saya,” katanya.

“Saya merasa bersalah sebelumnya bahwa saya tidak punya banyak waktu untuk bersama mereka karena saya sibuk dengan pekerjaan atau berkeliling dunia.

Bersama untuk waktu yang lama telah meningkatkan kepercayaan dan pemahaman satu sama lain. ” (scmp)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Kisah Satu Keluarga Terjebak di Pulau Surga sejak Imlek, Seolah jadi Pemilik Pantai Satu Pulau

Satu keluarga terjebak Corona di Pulau Surga sejak Imlek, akhirnya ini yang mereka lakukan. Pantai pasir putih yang sangat terkenal Anse Lazio di Pulau Praslin Seychelles. Pantai ini masuk 10 pantai terindah.
Satu keluarga terjebak Corona di Pulau Surga sejak Imlek, akhirnya ini yang mereka lakukan. Pantai pasir putih yang sangat terkenal Anse Lazio di Pulau Praslin Seychelles. Pantai ini masuk 10 pantai terindah. (wikipedia)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Satu Keluarga Terjebak Corona di Pulau Surga sejak Imlek, Akhirnya Ini yang Mereka Lakukan, https://wartakota.tribunnews.com/2020/05/13/satu-keluarga-terjebak-corona-di-pulau-surga-sejak-imlek-akhirnya-ini-yang-mereka-lakukan?page=all.

Editor: Andy Pribadi

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved