Alex Frans dan Mega Frans Gugat Praperadilan Kapolres Sabu Raijua
Alexander Frans, S.H dan Mega Frans, S.H mengajukan gugatan Praperadilan kepada Kapolri, Cq. Kapolda NTT,Cq. Kapolres Sabu Raijua
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Kanis Jehola

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Alexander Frans, S.H dan Mega Frans, S.H mengajukan gugatan Praperadilan kepada Kapolri, Cq. Kapolda NTT,Cq. Kapolres Sabu Raijua (termohon). Alex dan Mega adalah ayah dan anak selaku advokat pada Kantor ALF Law Office Kupang.
Mega M. Frans kepada POS-KUPANG.COM, Rabu (22/14/2020), mengatakan mereka mengajukan gugatan praperadilan kepada Kapolres Sabu Raijua. Keduanya adalah kuasa hukum atau bertindak untuk atas nama Yonedi Y. Rupidara, salah satu ASN di Sabu Raijua.
Menurut Mega, dasar pengajuan gugatan itu adalah bahwa pada 23 Februari 2020, mobil kijang pikap No Pol DH 8045 AJ milik Yonedi dikemudikan oleh anaknya bernama Ridwan Irvandhy Rupidara dari Seba menuju Menia.
"Dalam perjalanan itu, ada sebuah sepeda motor yang datang dari belakang pikap yang dikemudikan Ridwan dan tiba dekat Kantor BMKG Seba, pengendara sepeda motor yang tanpa menggunakan helm itu jatuh. Melihat kejadian itu, Ridwan turun dan menolong korban ke Rumah Sakit," kata Mega.
Dijelaskan, setelah korban diantar ke rumah sakit, maka Ridwan kembali ke rumahnya sekitar pukul 11.45 wita, termohon datang ke rumah pemohon dan mengambil mobil dan STNK mobil kijang pikap yang dikendarai Ridwan dan dibawa ke Polres Sabu Raijua tanpa bukti apapun juga.
"Setelah mobil dibawa termohon, termohon juga tidak melakukan suatu proses hingga saat ini. Bahkan, termohon meminta pemohon agar ke rumah keluarga korban untuk berdamai, agar mobil dapat dikembalikan. Namun, saran ini bagi pemohon ini sebagai jebakan belaka," katanya.
Dikatakan, ketika termohon mengambil kendaraan pikap itu, termohon tidak memiliki surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Kupang sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat 1 KUHAP dan juga apabila termohon merasa penyitaan mendesak, maka setelah melakukan penyitaan, termohon melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang agar memperoleh izin penyitaan.
"Pemohon yakin, termohon tidak pernah mengajukan persetujuan penyitaan ke Ketua Pengadilan Negeri Kupang karena untuk mengajukan permohonan persetujuan penyitaan, harus melampirkan, surat pengantar permintaan persetujuan, surat perintah penyidikan dan surat perintah penyitaan," katanya.
Lampiran lain, lanjut Mega adalah berita acara penyitaan, surat pemberitahuan dimulai penyelidikan dan laporan polisi.
"Pemohon yakin bahwa termohon tidak memiliki syarat tersebut karena sejak tanggal 23 Maret 2020 sehingga saat ini termohon hanya memerintahkan pemohon untuk berdamai dengan keluarga korban barulah mobil pemohon dikembalikan," ujarnya.
Karena itu, pihaknya selaku kuasa hukum pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Klas 1 A Kupang berkenan memanggil dan menghadirkan pemohon dan termohon di dalam persidangan selanjutnya mengadili dan memutuskan: pertama, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, kedua, menyatakan bahwa perbuatan termohon, menyita mobil kijang milik pemohon tanpa surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Klas 1 A Kupang adalah merupakan tindakan sewenang-wenang tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; ketiga, memerintahkan termohon untuk mengembalikan mobil kijang pikap Nopol DH 8045 AJ bersama STNK kepada pemohon selaku pemilik mobil serta membebankan biaya perkara kepada termohon. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru)