Virus Corona
Kasus Corona di Italia, 889 Kematian Sehari, Total 10.023 Kematian Padahal Sudah 16 Hari Lockdown
Kebijakan lockdown di Italia tampaknya belum efektif menghambat dan menghentikan penyebaran virus corona atau Covid-19.
Saat ini Italia lockdown di seluruh negara. Padahal pemerintahnya sudah sangat cepat mengambil keputusan, tapi karena rakyatnya ‘bandel’, situasi terus memburuk.
Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apa yang bisa kita jadikan contoh agar tidak terulang di sini?
Berikut rangkumannya, dilengkapi data agar lebih mudah dipahami.
TAHAP 1
Kasus pertama diumumkan.
“Ah itu cuma flu, apa pentingnya pake masker? Orang-orang ini cuma lebay. Saya kan sehat, gak bakal ketularan. Gak perlu panik.”
TAHAP 2
Jumlah positif corona mulai signifikan. 75 orang.
22 Februari beberapa kota kecil mulai dikarantina.
“Ah cuma beberapa yang kena. Yang matipun orang-orang tua saja yang emang udah punya penyakit. Hidup seperti biasa aja lah, pacaran, nongkrong bareng temen, jalan-jalan ke mal tetep lanjut.”
TAHAP 3
Jumlah kasus meningkat dengan cepat. Berlipat ganda dalam 1 hari. Kematian bertambah.
7 Maret, 5.067 kasus positif, zona merah diberlakukan. Wilayah yang dikarantina hampir 25% dari luas italia. Sekolah dan universitas tutup. Tapi tempat kerja, bar dan resoran dll masih buka.
Lalu.. sekitar 10 ribu orang kabur dari zona merah sebelum resmi di berlakukan. Ini nanti akan memperburuk situasi.
Sementara itu 75% wiilayah lain masih menganggap enteng corona. Anjuran mencuci tangan ada dimana-mana. Tapi sekedar anjuran dan tak banyak yang melakukan.
TAHAP 4
Jumlah kasus sangat meningkat. Sekolah dan universitas ditutup di mana-mana setidaknya selama sebulan. Darurat nasional berlaku.
Rumah sakit menambah kapasitas, seluruh kamar dibersihkan untuk memberi ruang bagi pasien coronavirus. Tapi tidak ada cukup dokter dan perawat. Para pensiunan dan mahasiswa kedokteran tingkat akhir dipanggil. Bekerja sebisanya. Dokter dan perawat mulai terinfeksi, lalu menyebarkannya ke keluarga mereka.
Ada terlalu banyak kasus pneumonia, terlalu banyak pasien perlu ICU, tapi ruangannya sudah habis. Ventilator habis.
Pada titik ini seperti kondisi dalam perang: dokter harus memilih siapa yang akan diobati berdasarkan peluang bertahan hidup. Itu berarti pasien lanjut usia dan punya penyakit bawaan seperti hipertensi/stroke tidak masuk prioritas. Orang-orang mati karena tidak ada ruang lagi.
Dokter menyerah, setiap hari harus membiarkan sampai 3 orang mati karena gak ada alat dan ruangan. Suster menangis karena cuma bisa memberikan oksigen pada mereka yang sekarat.