Pertemuan Bakohumas Lingkup Provinsi NTT Bahas Informasi Publik Sikapi Corona, DBD dan ASF

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pun menjadi salah satu daerah yang juga mewaspadai masuknya virus tersebut.

Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM/INTAN NUKA
Suasana Pertemuan Bakohumas Lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Aula Hotel Papa Jhon’s, Jumat (13/3/2020) 

Pertemuan Bakohumas Lingkup Provinsi NTT Bahas Informasi Publik Sikapi Corona, DBD dan ASF

POS-KUPANG.COM |KUPANG -– Virus Corona Covid-19 telah menyebar di 103 negara, salah satunya Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sendiri telah menyurati Presiden Joko Widodo terkait penanganan virus tersebut. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pun menjadi salah satu daerah yang juga mewaspadai masuknya virus tersebut.

Namun, penyakit yang juga penting menjadi perhatian masyarakat Indonesia khususnya NTT ialah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan virus Africa Swine Fever (ASF) atau yang lebih dikenal dengan sebutan virus Demam Babi Afrika. Kasus DBD di NTT sendiri mencapai 3157 kasus dengan korban meninggal sebanyak 38 orang.

Beberapa waktu lalu pun ditemukan ratusan ekor babi yang dilaporkan mati di Kota Kupang.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dalam sambutannya yang dibacakan pada Pertemuan Bakohumas Lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (13/3/2020) meminta masyarakat NTT tetap tenang dan tidak kuatir, tapi terus waspada.

Gubernur Viktor meminta masyarakat tetap mengonsumsi kelor setiap hari dan makanan bergizi lainnya, serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Pertemuan Bakohumas dengan tema Peranan Informasi Publik Dalam Menyikapi Kasus Virus Corona (Covid-19), Wabah Penyakit Demam Berdarah (DBD), dan Virus Demam Babi Afrika (ASF) di Nusa Tenggara Timur diawali dengan mendengarkan pemaparan materi dari Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi NTT Maryanti H. Adoe, SE.,M.Si. Ia berbicara tentang pentingnya keterbukaan informasi publik dalam menyebarluaskan pemberitaan tentang penyebaran Virus Corona, Wabah DBD, dan Virus Demam Babi Afrika.

Ia menjelaskan beberapa kewajiban Badan Publik (BP), diantaranya terkait informasi yang wajib diumumkan secara serta merta (sesuai pasal 10 UU KIP) atau informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum seperti bencana alam, wabah, endemi, dan sebagainya.

“Jadi sekarang kalau ada virus corona, DBD, dan virus babi, ini merupakan bagian dari informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. Siapa yang memiliki kewajiban ini? Yang jelas, badan publik terkait. Jadi, misalnya dari dinas kesehatan, dinas peternakan, kemudian dari biro humas, itu punya kewajiban untuk menyampaikan kepada publik dan masuk dalam kategori informasi ini,” jelas Maryanti.

Demam Berdarah, Kenali Vektor Nyamuk

Sementara itu, Acep Efendy, S.KM.,M.Kes selaku Pejabat Fungsional Entomolog Kesehatan Madya yang mewakili Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT menjelaskan tentang pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan KLB Demam Berdarah Dengue (DBD). Ia memaparkan beberapa hal yang harus diketahui publik tentang situasi kesehatan di NTT dan DBD itu sendiri.

“DBD itu kuncinya harus minum sebagai pengganti cairan. Kalau sudah tidak bisa minum, baru diinfus. Tapi, kalau bisa minum, minum saja, makan yang banyak, makan yang sehat, karena kita harus berjuang melawan virus. Virus itu sifatnya mengintai. Ketika cairan tubuh lemah, virus mulai eksis” jelasnya.

Strategi pengendalian terdiri dari empat pilar utama. Pertama, memperkuat surveilans kasus dan surveilans vektor yang didukung dengan laboratorium yang memadai; memperkuat penatalaksanaan penderita di fasilitas kesehatan; meningkatkan pemberantasan vektor secara terpadu bersama masyarakat; dan memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak. Acep juga menambahkan bahwa NTT memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengendalian Nyamuk dan merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang nyamuk.

Pencegahan DBD dapat dimulai dari menghindari kontak dengan nyamuk. Beberapa cara diantaranya rumah atau bangunan ventilasi kedap nyamuk dan menggunakan kelambu berinsektisida. “Karena penyakit berbasis lingkungan, maka yang paling utama ialah kesehatan lingkungan, seperti kerja bakti,” lanjutnya.

Ia berharap semua pihak di segala sektor bersama-sama menjelaskan kepada masyarakat tentang bahaya demam berdarah yang vektornya ialah nyamuk.

ASF Tidak Menular kepada Manusia, Namun Menyebabkan Kerugian Ekonomi

Selanjutnya, drh. Melky Angsar, M.Sc selaku Pejabat Fungsional Veteriner Madya mewakili Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT juga turut menjelaskan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi NTT dalam pencegahan dan penanggulangan African Swine Fever (ASF).

ASF sendiri berasal dari Afrika dan paling banyak terjadi di China. Melky menjelaskan, pada tanggal 27 September 2019 virus ASF sudah masuk ke Timor Leste dan hal tersebut cukup membuat panik karena batas antara Timor Leste dan Indonesia yang sangat dekat.

NTT merupakan daerah populasi babi tertinggi di Indonesia, dengan jumlah babi sebanyak 2,1 juta ekor. Namun, jumlah tersebut juga berpotensi menimbulkan kerugian secara ekonomi. Berdasarkan data tahun 2019, jika ASF menyerang 60 persen populasi (1,2 juta) dengan asumsi harga satu ekor babi Rp2Juta, maka kerugian yang akan dialami peternak mencapai 2,4 Triliun.

Virus ASF menimbulkan tanda klinis pada hewan sama seperti Hog Kolera, yakni babi tidak mau makan dan minum, demam, telinga, kaki, dan kulit berwarna kemerahan, dan masa inkubasinya sekitar 7-10 hari.

Pencegahan ASF di peternakan bisa dilakukan dengan beberapa cara, yakni jangan mmberikan makanan sisa pada babi, ganti pakaian dan sepatu di dalam dan di luar peternakan, desinfeksi pada titik masuk dan keluar pada peternakan, desinfeksi pada titik masuk dan keluar peralatan kandang di dalam lingkungan kandang, menggunakan desinfektan yang sesuai, memberi pakan dari sumber terpercaya, memberi sperma atau semen dari sumber terpercaya, karantina ketat ketika memasukkan hewan baru sekitar 2-3 minggu, dan mencegah kontak dengan babi liar.

Sementara itu, upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain Instruksi  Gubernur  NTT  Nomor  001/ DISNAK/ 2019  Tanggal  13  Oktober  2019  tentang  Pencegahan Penyebaran  Penyakit  African Swine  Fever  (ASF)  di  Provinsi  Nusa  Tenggara Timur, melakukan surveilans  pengambilan darah babi untuk deteksi  penyakit ASF

Koordinasi dengan Dinas Terkait di daerah dekat perbatasan dengan negara Timor Leste  termasuk  dengan Polri, TNI, Karantina, dan  Bea Cukai dalam mencegah masuknya ternak babi dan produk olahannya ke wilayah Indonesia melalui  PLBN  Motaain, Motamasin  dan Wini untuk dimusnahkan.

Selain itu, melakukan sweeping  produk  asal  Timor Leste bersama  Badan POM  Provinsi  NTT, melakukan biosekuriti di  kandang  milik masyarakat, membagikan materi KIE  (Spanduk, Banner,  Leaflet, Flyer)  kepada Dinas terkait untuk di sosialisasikan kepada masyarakat  dan  melalui Radio  Spot   RRI, dan melakukan  Bimtek  ASF  bagi petugas  lapangan  di  6  kabupaten / Kota  se Pulau Timor    pada Bulan Desember 2019  di Kupang.

Sedangkan upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah, yakni Instruksi  Gubernur  NTT  Nomor  002/ DISNAK/ 2020  Tanggal  27 Februari 2020  tentang Pelarangan  Sementara  Pemasukan/Pengeluaran  ternak  babi bibit/ potong, produk  babi (segar/ olahan)  maupun  hasil ikutan lainnya  dari dan  ke dalam  Provinsi  Nusa  Tenggara Timur  serta  antar  wilayah  kabupaten/ kota  se Nusa  Tenggara Timur.

Rakor  ASF  lintas  sektoral   di Kabupaten/ Kota, pengumpulan bangkai  dan disposal  yang aman bagi  ternak  babi  dan  lingkungan, penghentian pergerakan dan pembatasan lalu lintas, istirahat  kandang minimal  3  bulan, Pembersihan dan  Desinfeksi, kampanye  jangan takut makan  daging babi  selama daging  babi  yang  dibeli berasal   dari  RPH  milik pemerintah  dibawah pengawasan Dokter hewan, dan usulan  ke Menteri Pertanian  RI  tentang  Status  Wabah  ASF  di  NTT.

Adapun data Kematian  Babi  di  NTT (Gabungan ASF dan Hog Cholera) sebagai berikut.

1.      Kota Kupang sebanyak 221 ekor

2.      Kabupaten Kupang sebanyak 1.758 ekor

3.      Kabupaten TTS sebanyak 825 ekor

4.      Kabupaten TTU sebanyak 912 ekor

5.      Kabupaten Belu sebanyak 753 ekor

6.      Kabupaten Malaka sebanyak 49 ekor

7.      UPT Pembibitan Ternak Tarus sebanyak 370 ekor

Total babi mati keadaan sampai tanggal 10 Maret sebanyak 4.888 ekor.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM Intan Nuka

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved