8 Tersangka Pertikaian Sandosi

Seminggu pasca kejadian, polisi menetapkan delapan tersangka pertikaian di Wulanwata, Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara

Editor: Kanis Jehola
POS KUPANG/ISTIMEWA
Kapolres Flores Timur (Flotim), Kapolres Flores Timur (Flotim), AKBP Deny Abrahams, S.H, S.I.K 

POS-KUPANG.COM | LARANTUKA - Seminggu pasca kejadian, polisi menetapkan delapan tersangka pertikaian di Wulanwata, Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim).

"Penyidik Polres Flotim melakukan pemeriksaan dan mendalami delapan orang yang diamankan. Hari Kamis (12/3) dikeluarkan penetapan delapan orang sebagai tersangka," kata Kasubag Humas Polres Flotim, Ipda Piter Sogen ketika dikonfirmasi, Jumat (13/3). Piter berbicara mewakili Kapolres Flotim, AKBP Deny Abrahams, SH, SIK.

Ia menyebut delapan tersangka berinisial RT (54), TT (58), RT (30), TST (25), POT (70), SB (31), MB (31) dan H (62). Semua tersangka merupakan warga Desa Sandosi.

Liverpool Bisa Juara 5 April

Piter mengatakan, tidak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah. Saat ini, tim Buser Polres Flotim dibantu Tim Jatanras Polda NTT masih berada di Sandosi bersama petugas keamanan lainnya melakukan penyelidikan guna menggali keterangan dan alat bukti yang diduga masih ada kaitannya dengan keterlibatan tersangka lain.

"Kami akan secara profesional menindaklanjuti kasus ini secara hukum. Karena itu, kepada semua pihak terkhusus keluarga korban, kami mengimbau tetap menjaga situasi kamtibmas dan mempercayakan persoalan ini kepada Polres Flotim," katanya.

Merawat Kesehatan Rakyat ( Membangun NTT Sehat di Tahun 2020 )

Pertikaian di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara terjadi Kamis (5/3) sekitar pukul 10.00 Wita. Dua kelompok warga memperebutkan lahan kebun di Wulanwata.

Peristiwa itu menewaskan enam orang. Masing-masing korban berinisial MKK (80), YMS (70), YOT (53), SR (68), YH (70) dan WK (80).

Wakil Bupati Flotim, Agus Payong Boli menduga para korban terbunuh saat terjadi perang tanding. Ia menyebut ada juga korban luka-luka namun belum diketahui keberadaannya.

"Di Adonara kadang hukum formil tidak dipercayai dan masyarakat cenderung memakai metode adat pembuktian kebenaran lewat perang, sehingga ada istilah Lamaholot moen deino, moen hala tobano (engkau benar maka bertahan, engkau salah maka jatuh)," ujar Agus Boli. (hh/ius/ll/yel)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved