Apa Kata Petrus Bala Pattyona tentang Pengunduran Diri 17 PPK di Lembata?
Mundurnya 17 pejabat PPK di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat tanggapan dari Petrus Bala Pattyona
Penulis: Paul Burin | Editor: Rosalina Woso
Apa Kata Petrus Bala Pattyona tentang Pengunduran Diri 17 PPK di Lembata?
POS-KUPANG.COM|KUPANG --- Mundurnya 17 pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat tanggapan dari Petrus Bala Pattyona, praktisi hukum nasional asal Lembata di Jakarta.
Para PPK itu menemui Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, pekan lalu untuk menyampaikan ketidaknyaman karena kerap dipanggil dan dimintai keterangan aparat penegak hukum dari kejaksaan dan kepolisian.
Dalam rilis yang diterima Pos-Kupang.com, Senin (9/3/2020), Pattyona mempertanyakan mengapa para pejabat itu mundur dengan alasan tidaknyaman mereka itu. Padahal, mereka menjalankan tupoksinya sesuai regulasi.
Pattyona mengatakan, jika selama ini PPK menjalankan tugas sesuai aturan maka sudah pasti mereka siap mempertanggungjawabkan segala pekerjaan yang diadukan masyarakat kepada aparat penegak hukum. Ia mencotohkan, dalam pengadaan barang dan jasa terlalu banyak celah untuk diakali, berbuat curang.
Mulai dari menetapkan pemenang tender. Terkadang syarat- syarat sudah diatur untuk menggagalkan peserta lain. Simak saja pendaftaran peserta via e-mail. Pada hari pendaftaran bisa saja diatur e-mailnya ngadat, sehingga bila peserta yang diunggulkan sudah masuk langsung di-lock atau dikunci.
Menurut pengacara kondang ini, peserta yang sudah direkomendasi memenangkan tender dibuat kontrak kerja. Namun, saat mau tanda tangan kontrak sudah ada dua pos pengeluaran, yaitu uang penunjukan pemenang tender dan uang tanda tangan kontrak.
Celakanya, ada peserta lain yang tidak direkomendasikan keluar sebagai pemenang tender. Sekalipun pemenang tender yang tidak direkomendasikan itu dari segi finansial, pengalaman, peralatan atau meminjam bendera pihak lain bahkan sebagai kuasa dari CV atau PT tidak memenuhi syarat, yang menang tender.
"Celahnya di sini. PPK dan pemenangnya sudah baku atur. Saat tanda tangan untuk pencairan uang muka yang melibatkan bendahara ada celah lagi di sini. Pemenang tender harus mengerti, kalau tidak maka disposisi pencairan di bank kas daerah tidak akan cair," ujar praktisi hukum asal Kampung Kluang, Desa Belabaja, Kecamatan Nagawutun ini
Pattyona melanjutkan, di ruang terbuka ini berpotensi bermain dalam berita acara kemajuan pekerjaan yang ditandatangani kontraktor, pengawas, petugas lapangan. Semua bisa tanda tangan walau fisiknya tidak sesuai. Bila ada batas waktu pekerjaan untuk serah terima proyek, dibuat seolah-olah sudah tuntas. Padahal mungkin di lapangan tidak sesuai.
Di ruang ini, ujarnya, uang masih berpotensi bermain soal mutu material atau fisik bangunan. Seolah-olah kualitasnya bagus sehingga ada kesempatan mencairkan dana.
"Tugas PPK memang berat. Setiap tahap penuh tekanan, godaan tetapi jika PPK bekerja sesuai regulasi sesungguhnya tak ada masalah. Namun siapa (PPK) berani melawan tekanan, intervensi pihak tertentu yang mengatur mereka sebagai boneka atau figuran? Sementara di lain pihak bila timbul masalah hukum karena celah kejahatan yang mungkin muncul dari setiap tahapan mereka yang bertanggung jawab?" kata Pattyona retoris.
Sebelumnya, sejumlah media lokal dan nasional memberitakan, 17 pejabat pemerintah di Lembata menemui Bupati Sunur. Mereka menyampaikan mundur sebagai PPK dan kelompok kerja di sejumlah proyek pemerintah. Para PPK tersebut bekerja di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perhubungan, dan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya.
Alasannya, mereka merasa tidak nyaman dalam mengendalikan kontrak berdasarkan pengalaman sebagai PPK pada tahun-tahun sebelumnya dan saat ini. Mereka kerap dipanggil untuk dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum dari kepolisian dan kejaksaan guna diperiksa berkaitan proyek meski masih dalam tahap pemeriksaan.
Permintaan pengunduran diri mengingat beban tugas dan tanggung jawab serta risiko hukum yang dihadapi dalam mengendalikan kontrak tidak seimbang dengan honorarium yang dianggarkan. Berikut tak tersedia anggaran membiayai peningkatan SDM sebagai PPK.
Atas permohonan pengunduran diri belasan PPK tersebut, Bupati Sunur mengatakan akan menindaklanjutinya. Pengunduran diri para pejabat itu sangat mengganggu percepatan pembangunan sebagaimana ditegaskan Presiden Joko Widodo.
• KIP yang Ditemukan di Tempat Sampah di Manggarai Barat Kebanyakan Tercantum Nama Warga Tentang
• Kasus DBD, Menkes RI Pantau DBD di Sikka
• Pelintas Batas Negara RI-RDTL Mencapai Ratusan Orang
• Teliti Kacang Jadi Tepung Biskuit, Ardha Nahak Jadi Lulusan Terbaik Fakultas Industri Pertanian UKAW
"Nah pencabutan SK menunggu saya bicara dengan Kapolda. Kalau Kapolda juga tidak tanggapi, saya setopkan saja, saya laporkan ke presiden," ujar Sunur mengutip sebuah media on-line nasional. (Laporan Reporter POS KUPANG.COM, Paul Burin)