Dinamika Sosial Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste Menarik Didiskusikan

Dinamika sosial perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste menarik didiskusikan

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI
Suasana Diskusi tentang Dinamika Sosial di Daerah Perbatasan Republik Indonesia (RI) dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Undana Kupang, Senin (2/2/2020) 

Dinamika sosial perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste menarik didiskusikan

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ( FISIP) Universitas Nusa Cendana Kupang ( Undana Kupang) menggelar diskusi tentang Dinamika Sosial di Daerah Perbatasan Republik Indonesia (RI) dengan Republik Demokratik Timor Leste ( RDTL).

Diskusi yang digelar di Aula Fisip Undana Kupang, Senin (2/3/2020) ini menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi Undana Kupang juga pihak Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi NTT.

Komentar Pemilik dan Pengelola Hotel di Labuan Bajo Mangarai Barat Tentang Pajak Hotel

Dekan Fisip Undana Kupang Melkisedek Neolaka ditemui POS-KUPANG.COM di sela diskusi tersebut mengatakan dinamika sosial dan masalah perbatasan antara Indonesia dan RDTL menarik untuk didiskusikan karena menyangkut prestise atau harga diri bangsa dan negara.

Wilayah perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste yakni Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), antara Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka, dengan daratan utama Timor Leste, sementara juga antara Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang, dengan eksklave Oecussi-Ambeno.

Bertemu Wabup Lembata, Pegiat Aids Minta Pemda Beri Wewenang Kepada KPAD

Dia katakan, di wilayah perbatasan tersebut ada problem sosial, pendidikan dan ekonomi. Oleh karena itu, kajian-kajian yang dilakukan oleh akademisi Undana menyentuh problem-problem tersebut.

"Ada semacam pandangan bahwa dulu para penjahat melarikan diri ke wilayah perbatasan, terus itu adalah tempat dimana tidak diperhatikan oleh pemerintah dengan alasan bahwa ini biasa supaya mereka merasakan," ungkapnya.

Namun, lanjutnya, dengan adanya kebijakan dari Presiden RI membangun dari pinggir, maka Fisip melakukan kajian-kajian dalam konteks aspek teoritis serta menyajikan hasil penelitian yang sudah dilakukan akademisi Undana. Kajian tersebut, kata dia mencakup kondisi sosial, pendidikan dan ekonomi di wilayah perbatasan.

Menurutnya dari diskusi tersebut akan dihasilkan rekomendasi ke Pemerintah Provinsi NTT.

Berikut nama-nama akademisi Undana dengan tema yang mereka ulas dalam diskusi tersebut. Asis S. Adang Djaha mengulas bagaimana :Mewujudkan Desa Adat di Perbatasan Untuk Kedaulatan Negara'.

Primus Lake mengulas 'Dampak Kesepakatan Wiranto - Xanana Gusmao Terkait Penyelesaian Batas Negara RI-RDTL Terhadap Masyarakat RI di Perbatasan'.

Melkisedek Neolaka tentang 'Pendidikan di Batas Negara', Frans Gana tentang 'Winning The Peace, Model Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus untuk Pengentasan Kemiskinan dalam Konteks Integrasi Ekonomi Damai di Batas NKRI-RDTL'.

Petrus Kase tentang 'Model Sosial dan Menejemen Konflik Perbatasan antara Indonesia dan Distrik Oekusi, Timor Leste', Ruffus Patty Wutun tentang 'Nasihat sebagai Kultur Inovasi Subjektif Komunitas Golongan Etnis di Perbatasan NTT dengan Timor Leste.

Terakhir, Hildigardis Nahak tentang 'Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Perbatasan Indonesia - Timor Leste (Studi Pada Masyarakat Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur Kabupaten Belu).

Kepala BPP Provinsi NTT, Linus Lusi kepada POS-KUPANG.COM mengatakan konflik yang terjadi di wilayah perbatasan mencakup konflik kemakmuran, potensi lalu berejawantah dengan batas-batas wilayah yang ditentukan oleh pihak kolonial jaman dahulu.

Lanjutnya, masyarakat di wilayah perbatasan sangat termarjinal dalam hal pendidikan, kesehatan. "Semua serba terbelakang. Maka butuh komitmen yang bagus Pemerintah Pusat, Provinsi dan para Bupati daratan Timor," ungkapnya.

Menurutnya pola pendekatan yang tepat untuk mengatasi masalah keterbelakangan masyarakat perbatasan yakni mensejahteraan dengan pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah Provinsi NTT, kata dia, melaksanakan fungsi koordinasi dengan mengedepankan koordinasi regulatif dan kearifan sosial sehingga konflik perbatasan negara Indonesia dengan Timor Leste bisa berakhir sejalan dengan harapan semua pihak.

Ia juga menyinggung soal tuntutan lahan Nakuta yang terletak di Noelbesi-Citrana, antara Kabupaten Kupangdengan Distrik Oecussen seluas 1.069 hektare. Dia katakan masih ada ruang Pemerintah Pusat melakukan diplomasi dengan Timor Leste. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved