Ambruk Saat Belanja, Guru Besar Untan Pontianak Prof DR AB Tangdililing Wafat di Kupang
Ambruk Saat Belanja, Guru Besar Untan Pontianak Prof DR AB Tangdililing Wafat di Kupang
Penulis: Ryan Nong | Editor: Hasyim Ashari
Ambruk Saat Belanja, Guru Besar Untan Pontianak Prof DR AB Tangdililing Wafat di Kupang
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Jenazah almarhum Prof AB Tangdililing (67), guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Kalimantan Barat, yang meninggal dunia pada Jumat (14/2/2020) sementara disemayamkan di Kupang.
Pihak keluarga sementara berencana untuk membawa jenazah almarhum ke kediamannya di Pontianak.
Namun belum disepakati oleh keluarga apakah jenazah akan dibawa untuk dimakamkan di Pontianak atau Toraja, tanah kelahirannya.
Juru bicara keluarga, Dharma Rerung kepada POS-KUPANG.COM mengatakan, sesuai rencana, jenazah almarhum akan diberangkatkan dari Kupang pada Sabtu. Namun, semua itu masih menunggu keputusan keluarga.
"Kita masih tunggu keputusan keluarga apakah jenazah almarhum dibawa ke Pontianak atau Toraja. Kita rencananya besok pagi atau kalau molor bisa lusa (Minggu), " ujar Dharma di Ruang Pemulasaran Jenazah RSUD Prof Johannes Kupang, Jumat (14/2/2020) siang.
Pihak keluarga, katanya, masih menunggu putra kedua dari almarhum yang sedang dalam perjalanan dari Mataram Nusa Tenggara Barat menuju Kupang pada Jumat.
Sementara itu, putra bungsu dari almarhum, Rendy A Tangdililing yang bertugas sebagai ASN di Pemkab Kupang setia mendampingi jasad almarhum.
Prof. AB. Tangdililing meninggal dunia diduga akibat terkena serangan jantung pada Jumat (14/2/2020) siang.
Pria yang pernah menjabat wakil rektor itu menghembuskan nafas terakhir di RSUD Prof Johannes Kupang pada Jumat (14/2/2020) sekira pukul 11.45 Wita.
Juru bicara keluarga, Dharma Rerung menceritakan, almarhum tiba-tiba terjatuh saat sedang berbelanja bersamanya di Swalayan Dutalia yang berada di Jalan Timor Raya Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima sekira pukul 11.00 Wita.
Saat itu, Dharma yang berpangkat keponakan dalam keluarga menemaninya untuk mencari oleh-oleh dan bekal perjalanan karena mereka akan pergi ke Malaka.
"Saya sempat tangkap tubuhnya yang jatuh ke samping. Saya tahan dengan tangan kanan," kata Dharma.
Dharma yang panik langsung meminta pertolongan pertama saat pamannya terjatuh.
Ia tidak lagi menghiraukan barang belanjaannya.
Saat itu pula, ia melarikan pamannya ke RSUD Johanes Kupang dengan mobilnya.
"Kita lari (perjalanan dengan mobil) dari Dutalia ke Rumah Sakit mungkin hanya sepuluh menit," ujarnya menceritakan upaya untuk segera mendapat penanganan medis bagi pamannya itu.
Sesampainya di IGD RSUD Prof Johannes, dokter kaga bersama para tenaga medis sempat melakukan pertolongan.
Namun tak berselang lama, dokter menyatakan meninggal dunia.
"Paman meninggal dunia karena serangan jantung. Sudah tidak ada lagi pukul 12 kurang. Waktu kita bawa, denyut nadi masih ada," katanya.
Dharma bahkan seakan tak percaya dengan kematian yang seolah tanpa aba-aba itu.
Pasalnya, sejak tiba beberapa hari yang lalu dari Pontianak dan saat bersama dengannya, Prof AB Tangdililing terlihat sehat.
"Misteri Tuhan kita tidak tahu, padahal saat bersama dari pagi paman tampak sehat," katanya sambil menunjukan dua rekaman panggilan tak terjawab pada Jumat pagi dari almarhum di handphonenya.
Dharma mengatakan, almarhum di Kupang beberapa hari ini, untuk menjenguk putranya, Rendy.
Rendy sendiri tidak tinggal bersamanya, namun ia tinggal di kos.
Sebab Rendy sudah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Kupang.
"Almarhum juga pilih tinggal bersama putranya karena temat kosnya juga representatif," ujarnya.
Pagi sebelum berangkat itulah, dia dihubungi almarhum untuk berbelanja kebutuhan untuk pergi ke Malaka.
"Rencananya setelah dari Malaka, Senin almarhum langsung balik ke Pontianak karena Selasa ada menguji mahasiswanya di kampus," kenang Dharma.
Semasa hidup, Dharma mengenal pamannya itu sebagai sosok yang sangat baik.
"Beliau itu hidup amat sederhana. Saya kenal betul," ujarnya.
Almarhum memang sudah dua kali ini secara khusus datang ke Kupang untuk melihat putranya.
Rendy yang menunggui jenazah ayahnya terlihat banyak diam. Sejumlah kerabat berusaha memberikan penghiburan untuk meneguhkan hatinya.
Ia terlihat terpukul dan sedih. "Tahun lalu ayah pernah juga ke sini," Rendy.
Rendy mengaku bekerja sebagai pegawai di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Kupang.
"Sudah sejak 2017 dapat tugas di sini. Penempatan memang di Kabupaten Kupang sejak lulus IPDN," ujarnya.
Ia tidak sendirian. Ada sekitar lima orang anak Kalbar yang ditempatkan di NTT.
"Kalau di Kabupaten Kupang ada 2 orang," imbuhnya.
Ia sama sekalii tidak menyangka kalau kedatangan ayahnya kali ini, adalah kedatangan yang terakhir kali untuk melihat dirinya.
Sebelum diberangkatkan ke rumah duka, dilakukan doa bersama, doa pelepasan untuk almarhum oleh Pendeta Liance di RSUD RSUD Prof Johannes Kupang. (hh)