Pro-Kontra Relokasi Fasilitas Awololong ke Pantai Harnus
proyek ini diberhentikan 15 November 2019 lalu, fasilitas tersebut dibiarkan merana di lokasi pesisir Pantai Rayuan Lewoleba.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Pro-Kontra Relokasi Fasilitas Awololong ke Pantai Harnus
POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA--Pemerintah Kabupaten Lembata telah memindahkan atau merelokasi fasilitas jeti apung dan kolam renang apung Pulau Siput Awololong dari Pesisir Pantai Rayuan ke Pantai Harnus pada Sabtu (8/2) kemarin.
Sejak kontraktor yang menangani proyek ini diberhentikan 15 November 2019 lalu, fasilitas tersebut dibiarkan merana di lokasi pesisir Pantai Rayuan Lewoleba.
Meski fasilitas wisata yang kini berada di Lokasi Pantai Harnus itu ramai dikunjungi masyarakat Kota Lewoleba untuk berekreasi, proses pemindahan lokasi itu sendiri menuai pendapat pro dan kontrak.
Pasalnya, kasus penyelidikan proyek mangkrak tersebut saat ini masih ditangani Polda NTT dan ada kalangan yang menilai pemindahan lokasi ini tidak tepat.
Saling silang pendapat relokasi jeti dan kolam renang apung ini juga terjadi di kalangan Pemkab dan DPRD Lembata.
Ihwal relokasi ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Apolonaris Mayan mengatakan PT. Bahana Krida Nusantara selaku kontraktor pelaksana sudah diberi PHK maka artinya ada cedera janji antara PPK dan pihak ketiga.
Setelah PHK, fasilitas wisata tersebut akan dicatat sebagai aset daerah dan pemerintah akan berupaya memberi asas manfaat dari fasilitas yang ada dengan sisa uang dari pekerjaan yang belum dikerjakan.
"Jadi dalam mekanisme pengadaan barang dan jasanya seperti itu, barang yang sudah ada dengan progres keuangan, dan barang yang sudah dirakit itu tetap dihitung sebagai aset dan untuk kepentingan pemanfaatannya karena sudah jadi aset daerah, itu nanti pak bupati dan pak sekda akan merekomendasikan kelanjutannya seperti apa," kata Apol di Kantor Bupati Lembata, Minggu (9/2).
Terkait masalah hukum yang melekat pada proyek ini, Apol mengatakan ada salah kaprah yang harus diluruskan. Proses yang ditangani Polda NTT itu masih pada tahap pulbaket terhadap pengaduan masyarakat. Kalau seandainya pada tahap penyidikan maka tentu polisi sudah akan melakukan pengamanan terhadap barang bukti.
"Tapi ini kan tidak, nah ini kan masih pulbaket sehingga barang-barang yang ada ini (dipindahkan) untuk pengamanan juga karena di situ (Pantai Rayuan) alur untuk pendaratan perahu sehingga kita pindahkan ke sana (Pantai Harnus)," terang Apol.
Apol melanjutkan jeti dan kolam renang apung itu tidak ada dalam kekuasaan hukum, melainkan sudah menjadi aset daerah.
Pemerintah tetap menghormati proses hukum yang tetap berjalan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sudah melakukan pemeriksaan dan pemerintah sudah mengakuinya sebagai aset daerah.
Fasilitas yang ada, kata dia, tetap harus mempunyai asas manfaatnya bagi masyarakat. Jadi pertimbangan selanjutnya tentu ada pada kepala daerah meski rekomendasi relokasi resmi belum ada.
Menurut dia berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 16 Tahun 2018 dan regulasi Lembaga Pengkajian Pengadaan Barang dan Jasa, ketika kontraktor sudah di-PHK dan kemudian fasilitas itu menjadi aset daerah maka bisa dimungkinkan adanya relokasi dan realokasi demi asas manfaatnya bagi masyarakat.
Ditemui terpisah, Ketua DPRD Lembata Petrus Gero mengutarakan bahwa fasilitas jeti apung kolam renang apung itu adalah aset daerah yang tanggungjawabnya ada pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata. Oleh karena itu, dia sendiri sepakat fasilitas wisata itu dipindahkan demi keamanan dan kenyamanan penggunaannya.
"Harnus itu sudah jadi tempat ramai, jadi saya pikir kalau ditempatkan di sana itu baik adanya demi menjaga aset kita," terang Petrus sembari menambahkan kalau masyarakat Lembata juga membutuhkan hiburan sehingga tempat itu sekarang sudah ramai dikunjungi.
Menurut anggota dewan tiga periode itu persoalan hukum yang sedang dalam proses adalah ranah yang lain dari aparat penegak hukum.
"Mari kita berpikir positif, kita pakai asas praduga tak bersalah kalau barang itu ada di sana masyarakat mulai memanfaatkannya, saya pikir tidak ada soal, yang penting keamanan tetap terjaga," urai Petrus.
Dirinya belum bisa berkomentar saat ditanya soal rencana realokasi tetapi dia berpandangan hal itu tentu tergantung dari Pemda Lembata dan kemudian akan berproses sesuai mekanisme anggaran di DPRD Lembata.
Pendapat berbeda justru juga datang dari Wakil Ketua DPRD Lembata Ibrahim Begu yang menyebutkan Proyek Awololong ini masih ditangani aparat penegak hukum maka pemerintah tidak boleh melakukan relokasi sampai status hukumnya jelas.
Politisi PKB ini menilai pemindahan lokasi ini juga bisa berdampak pada kerusakan barang bukti. Selain itu, jeti apung dan kolam renang apung itu juga mengganggu aktivitas pelayaran kapal-kapal kecil milik para nelayan.
Secara pribadi Begu menolak skenario relokasi dan realokasi sampai semua masalah hukum dituntaskan. Skenario semacam itu, kata dia, tentu harus dibahas terlebih dahulu melalui ruang legislatif.
"Kita tahu dulu status hukumnya, ada tersangka dulu, kalau tidak ada, ya silakan," sebut Begu di ruang kerjanya, Senin (10/2/2020).
Sebab itu, dia mendorong Polda NTT segera menetapkan tersangka atas kasus Proyek Pulau Siput Awololong ini.
Ketua Komisi III DPRD Lembata Antonius Molan Leumara mengungkapkan fasilitas wisata itu masih ada dalam proses hukum dan dia mempertanyakan apakah memindahkan barang yang akan menjadi alat bukti dibenarkan atau tidak.
Menurut Anton dalam rapat kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata bersama Komisi III DPRD Lembata tidak pernah dikeluarkan rekomendasi untuk memindahkan barang-barang tersebut ke Pantai Harnus.
"Itu semua kan bermasalah, masa dipindahkan, itu kan berisiko hukum," jelasnya.
Sebagai mitra pemerintah, Anton menyayangkan aksi relokasi ini tanpa dilalui komunikasi dan koordinasi dengan Komisi III DPRD Lembata.
Dia mengakui dalam rapat kerja memang pernah disinggung soal relokasi, redesain dan realokasi fasilitas yang sudah ada tetapi belum pernah ada yang sepakat sebelum masalah hukum dituntaskan.
"Kalau tiba-tiba dipindahkan itu kan keliru dan tindakan nekat," ujar Politisi Partai Demokrat tersebut.
Dia mencurigai relokasi sementara ini bagian dari pengalihan isu sehingga masyarakat beranggapan fasilitas yang seharusnya berada di Pulau Siput Awololong dan dulunya ditolak dalam berbagai aksi itu ternyata bisa dimanfaatkan.
Terkait proses hukum, ditemui terpisah, pengacara asli Lembata Vian Burin menilai Polda NTT seharusnya sudah bisa segera menetapkan tersangka dari kasus Proyek Awololong. Alasannya pihak kepolisian sudah mengantongi lebih dari dua alat bukti dan sudah cukup saksi untuk masuk ke tahap selanjutnya.
Oleh karena itu sebagai Warga Lembata dia mendukung langkah Polda NTT menuntaskan masalah hukum ini.
• BRI Kantor Cabang Bajawa Adakan Sosialisasi PKS Bersama Agen BRlink di Mbay
• Ini Kronologi Lengkap Kasus Kakek Tiri di Kupang Cabuli Bocah 3 Tahun
"Ini kan kasusnya sudah gamblang sekali. Seharusnya sudah bisa tetapkan tersangka," kata Vian di Lewoleba, Senin kemarin.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/manfaatkan-jeti-dan-kolam-renang-apung.jpg)