Opini Pos Kupang

The Liking Bias Sosial ala Joe Girard

Mari membaca dan simak Opini Pos Kupang: The Liking Bias Sosial ala Joe Girard

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto The Liking Bias Sosial ala Joe Girard
Dok
Logo Pos Kupang

Mari membaca dan simak Opini Pos Kupang: The Liking Bias Sosial ala Joe Girard

Oleh : Gabriel Adur, Pastor di Keuskupan Agung Freising-Muenchen Jerman

POS-KUPANG.COM - Membaca kisah kesuksesan Joe Girard (1928-2019), soeorang penjual mobil tersukses di dunia membawa kita pada realitas kehidupan sehari-hari. Rahasia kesuksesanya sedehana saja: "tidak ada sesuatu berfungsi secara baik dalam bisnis selain membuat pelanggan/konsumen percaya.

Girard bahkan dicatat dalam Guniness Buch Record karena kesuksesannya. Tidak ada penjual mobil pada masanya di Amerika yang bisa menjual 18 mobil terbaru dalam sehari. Sebulan bisa menjual 174 mobil terbaru dan dalam setahun bisa menjual 1.425 mobil keluaran baru.

Penanggulangan Terpadu Ulat Grayak

Ketika konsumen beranggapan bahwa saya betul-betul menyukai dan mencintai mereka, di sana saya bisa mendapatkan keuntungan dan profit. Untuk menghidupkan prinsipnya ini Joe menggunakan taktik yang sangat mudah, mengirimkan surat kepada setiap pelanggan dengan tulisan: i like you!

The liking bias diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, terpanah asmara oleh rayuan, aku suka kamu. Kadang sangatlah lucu, tapi kalau kita jujur sepertinya kita juga sering tergoda oleh rayuan ala Girard.

Ternyata Daun Singkong Bisa Menjadi Pembunuh Dalam Hitungan Detik

Ketika kita merasakan bahwa seseorang sangatlah simpatis (sesuatu banget), maka kita semakin condong bisa dirayunya. Ada kecendrungan kuat pula untuk menolongnya. Perasaan dibutuhkan dan diperhatikan. Simpati! Pertanyaanya: apa arti simpati?

Ahli psikologi mendefinisikan simpati ketika pertama, penampilan seseorang atraktif dan memberik pengaruh atraktif pada diri kita. Kedua, dari garis keturunan sama, berasal dari suku yang sama dan dari daerah yang sama. Kriteria keagamaan (dari agama yang sama).

Ketiga, memiliki kesamaan karakter dan hobi. Keempat, ketika orang tersebut juga menemukan rasa simpati pula pada diri kita (efek interaktif atraktif ).

Iklan-iklan, misalnya menampilkan selebriti-selebriti, tokoh-tokoh politik dan agama, musisi-musisi, bintang-bintang olah raga yang memiliki pengaruh aktraktif. Dalam kategori media orang-orang kurang atraktif tidak cocok menjadi bintang iklan. Atraktif tidaknya manusia bukan ditentukan lagi oleh kualitas dirinya (misalnya kecerdasan intelektual dan sosial)

Di sisi lain prinsip kesamaan: budaya, bahasa, fisik dan latar belakang memainkan peran tak kecil. Prinsipnya sederhana: semakin memikili persamaan, akan menjadi lebih simpatis. Prinsip kesamaan ini sangat ideal untuk dunia periklanan. Di sini iklan menggunakan slogan jitu, karena bagi kami Anda adalah sangat berharga (sesuatu banget!)".

Siapa memberikan signal bahwa dia menemukan simpati pada kita, maka kita akan juga bertendensi menemukan simpati pada orang tersebut. Pujian menciptakan keajaiban. Juga kalau kita ditipu atau diguna-gunai oleh pujian palsu (dalam bahasa kita orang kampung: suka makan puji) . Mirroring/pencerminan ala Girard misalnya, menjadi standar tehnik dalam bisnis jual beli barang.

Penjual berupaya semaksimal mungkin mengikuti gestikulasi, bahasa, mimik dari pelanggan. Ketika pelanggan berbicara pelan, berbisik dan mengerutkan dahi, maka penjual juga berupaya berbicara perlahan, hampir berbisik dan mengerutkan dahi. Dengannya pelanggan menemukan simpati. Dalam situasi seperti ini kemungkinan besar barang akan dibeli atau terjual.

Dalam dunia bisnis moderen Multilevel Marketing (sistem bisnis menjual barang lewat teman/sahabat) berfungsi secara baik dengan liking bias. Misalnya, sebuah produk atau barang harganya jauh lebih murah di tempat perbelanjaan. Namun karena seorang sahabat menjual barang yang sama, kebanyakan kita membeli darinya. Meski harganya lebih tinggi dari pada harga pasar.

Kita membeli karena kita tidak ingin mengecewakan sahabat kita. Politik sangat akrab dengan the liking bias. Kampanya-kampanye dengan berbagai retorika indah akan sangat mempengaruhi masa. Paling trend dalam kampanye politik adalah penggunaan baliho. Di sana pada baliho-baliho ada senyum dan tawa. Indah, menawan dan mudah-mudahan tidak genit.

Moto, visi dan misi politik ditulis dengan gaya artistik membangkitkan rasa dan asa untuk membaca. Nilai estetis dalam membuat baliho-baliho merupakan perpaduan ide-ide artisitk politisi dan seniman membuatnya menjadi opium tersendiri untuk rakyat. Candu: menenangkan hati dan membangkitkan gairah menyambut kedatangan mereka. Di sana rakyat pada umumnya hanya melihat keindahan-dan seni di permukaan. Bersifat sementara dan sesaat. Mereka belum mampu menyelami sisi terdalam dari mereka (Sigmund Freud).

Kemenangan Donald Trump di Amerika sebagai presiden terpilih bukan karena Trump sebagai figur tepat untuk memerintah Paman Sam. Trump bermain dengan the liking bias effect. Similiarity-attrraction relationship, menjadi senjata politik ampuh
Donald Trump mempengaruhi kelas-kelas elit Amerika demi kepentingan bisnis dan profit ekonomi. Selain kaum borju Amerika yang egoistis Trump menjalin relasi dengan kaum pekerja yang merasa menjadi korban kebijakan Barack Obama.

Trump, Putin dan Erdogan sebagai global player politik internasional memanfaat semua media baik Twitter dan Facebook maupun Youtube sebagai alat propaganda politik mereka. Twiter dan Facebook menjadi senjata ampuh bagi pebisnis dan politikus untuk mendulang keuntungan. Ketidakritisan konsumen dan pemakai media sosial menjadi arena propaganda politik efektif.

Pengamat sosial dan politik Amerika, Michael Wolff (Fire and fury, inside the Trump white house), melihat Trump sebagai presiden paling kontroversial dalam sejarah Amerika. Terpilih bukan karena kecerdasannya. Terpilih karena memanfaatkan pemilih-pemilih radikal dan opurtunis. Media sosial khususnya twitter menjadi keledai tunggangannya.

Kalau dulu pada zaman Soeharto di Indonesia kita mengenal ungkapan: asal bapak senang. Trump justeru memakai metode politik banal asal konglomerat, kaum radikal dan the white American yang rasis senang. Satu kalimat yang sangat idiotis bisa meracuni kekritisan berpikir pemilihnya: we make America great again!.

The liking bias menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sosial-politik, keagamaan dan ekonomi. Di ranah politik nasional, regional maupun daerah di Indonesia metode sederhana ini sangat mudah dipakai. Hanya kita belum bisa memberikan pendefinisian secara verbal. Kalau kita jujur, dalam konteks kehidupan sosial masyarakat i like you metode bukan hal baru lagi.

Terpanah asmara oleh rayuan i like you (aku suka kamu) atau suara anda sangat berharga bagi kami atau bagi kami anda sangat berharga sering bukan asing. Apalagi dalam budaya masyarakat di mana kritikan tetap dianggap menjadi pedang pembunuh keharmonisan. Ketika kritikan terus dipandang bukan sebagai sesuatu yang membangun, maka di sana banalisme sosial berkembang pesat.

Hilangnya rasionalitas dalam menggunakan medsos pada kalangan masyarakat akar rumput di era menggelobal dewasa ini menjadi lahan subur bagi pertumbuhan idiotisme dalam kehidupan. Tak heran rasionalitas dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, agama dan bahkan dalam media perlahan-lahan mulai dipinggirkan.

Ketika masyarakat cepat-cepat menelan kata-kata manis dalam pidato-pidato seorang pemimpin dan di sisi lain mengabaikan konfrontasi logis orang-orang peduli dengan kesejahteraan rakyat, di situ kita akan terbuai dan dininabobokan.

Padahal kadang hidup tak seindah seperti kotbah-kotbah pidato-pidato politik dan iklan-iklan selebriti. Realitas kehidupan orang-orang miskin dan kecil tidak seseksi dan sensual senyuman pada bibir pengucap kata i like you di televisi, Youtube, Twiter dan Facebook.

Kesejahteraan tak begitu mudah dinikmati seperti yang diucapkan dalam janji-janji manis seorang pemimpin. Kata-kata manis i like you ala Girard Joe tidak berarti dia betul-betul mencintai pelanggannya. Dia mencintai uang pelanggannya. Manusianya hanya dijadikan sebagai pelanggan.

Alhasil, Joe menjadi kaya, klien dan pelanggannya menjadi korban rayuan-rayuan genitnya. Mengantisipasi the liking bias sederhana saja: yang manis janganlah cepat ditelan dan yang pahit jangan cepat-cepat dibuang. Manis belum tentu sehat dan baik. Pahit belum tentu tidak sehat dan tidak baik. Ganteng-ganteng atau cantik-cantik mungkin mungkin saja berhati srigala.Tampang jelek barangkali hatinya malekat. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved