Berita Populer
BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri
BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri
BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri
POS-KUPANG.COM- BERITA POPULER: Alasan 17 Mahasiswa Timor Leste Tak Jadi Dikarantina & Ayah Tiri Gauli Anak Tiri
Imigran asal Afganistan, Pakistan dan Aljazair masih ada di Kota Kupang. Sejak tahun 2014, pengungsi menanti keputusan terkait negara ketiga yang bersedia menerima mereka. Bagaimana kesan mereka selama berada di Kota Kupang?
Kemudian ada juga 17 mahasiswa Timor Leste dari Wuhan China yang tidak jadi dikarantina di RSJ Naimata Kupang NTT. Apa penyebabnya?
Dan yang terakhir ada juga seorang ayah tiri yang tega menggauli sang anak tiri hingga melahirkan.
Simak berita selengkapnya:
1.227 Imigran Hidup Nyaman Di Kupang, Sudah Lima Tahun Tinggal Di Hotel
Imigran asal Afganistan, Pakistan dan Aljazair masih ada di Kota Kupang. Sejak tahun 2014, pengungsi menanti keputusan terkait negara ketiga yang bersedia menerima mereka.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Heksa A Soepriadi menyebut, jumlah pengungsi 227 orang. Pengungsi asal Afganistan terbanyak, yaitu 223 orang, disusul asal Pakistan 3 orang dan 1 orang asal Aljazair.
Mereka ditempatkan di empat lokasi penginapan. Rinciannya, Hotel Kupang Inn sebanyak 69 orang, Hotel Lavender 89 orang, Hotel Ina Boi sebanyak 68 orang dan 1 orang menempati Rudenim. "Para pengungsi di Kota Kupang ini menunggu untuk mendapatkan negara ketiga yang diurus oleh UNHCR," kata Heksa saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (3/2/2020).
United Nations High Commissionner for Refugees atau UNHCR merupakan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain UNHCR, para pengungsi ditangani International Organizations for Migration (IOM) yang berkewenangan memenuhi kebutuhan hidup.
"Cepat lambatnya pengungsi mendapatkan negara ketiga tergantung dari UNHCR, kalau IOM masalah kebutuhan hidupnya seperti makanan dan lainnya dalam bentuk uang yang diberikan setiap bulannya," jelas Heksa.
Ia mengungkapkan, setiap pengungsi dewasa diberikan uang Rp 1.250.000 per bulan. Uang itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika memiliki anak, maka IOM akan menambah Rp 500 ribu per anak.
"Kami melihat langsung kegiatan mereka, ternyata biasa-biasa saja. Tidak hidup dalam kemewahan. IOM tidak mengistimewakan mereka supaya tidak ada kecemburuan sosial dengan masyarakat sekitar," ujarnya.
Heksa menjelaskan, Rudenim memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap para pengungsi. Selain itu, sebagai tempat penampungan sementara bagi para imigrator atau orang asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian seperti menyalahgunakan izin tinggal dan tinggal melebihi batas tinggal (overstay).
Menurut Heksa, banyaknya pengungsi dari Timur Tengah dikarenakan mereka menginginkan keamanan dan kehidupan yang lebih baik. Pasalnya, ada konflik berkepanjangan dan perang di negara asalnya.
"Pengungsi yang lari ke sini (Indonesia) karena ingin keamanan, dan dari berbagai latar belakang seperti dokter, tentara, dosen, polisi menengah, dan lainnya. Mereka mengungsi untuk mencari negara ketiga dan kehidupan baru karena di negara asal mereka akan dibunuh karena beda faham dan aliran, beda suku," paparnya.
Ia membenarkan ada sejumlah anak pengungsi yang mendapatkan kesempatan belajar di PAUD dan SD, setelah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Kupang. Biaya sekolah ditanggung IOM.
"Mereka (anak-anak) punya hak untuk sekolah, akan tetapi tidak diberikan ijazah. Karena status kewarganegaraan mereka di mana mereka belum punya kewarganegaraan. Mereka lari dari negara mereka, sehingga mencari negara ketiga dan Indonesia sebenarnya bukan menjadi tujuan mereka. Mereka hanya transit untuk mendapatkan negara ketiga," ujarnya.
Peraturan imigrasi mengatur, para pengungsi diizinkan untuk menetap di Indonesia selama 10 tahun. "Jika lebih maka kami akan koordinasi dengan UNHCR. Ini bagaimana, diperpanjang atau segera ke negara ketiga, kalau tidak ke negara ketiga maka akan dipulangkan ke negara asalnya."
Ada beberapa pengungsi asal Afganistan yang memilih pulang ke negara asalnya karena bosan dan jenuh menunggu negara ketiga yang siap menerima mereka. "Karena pihak UNHCR juga perlu berkoordinasi dengan negara ketiga apakah mau atau tidak," katanya.
Jika para pengungsi melakukan tindak pidana, kata Heksa, maka kewenangan selanjutnya kepada pihak kepolisian untuk menegakkan aturan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Namun jika para pengungsi melakukan tindakan yang sifatnya administrasi keimigrasian maka hal tersebut merupakan urusan dari imigrasi.
Negara Ketiga
Pengungsi asal Afganistan, Mohammad Hussain (23) berharap segera ke negara ketiga. "Saya sudah berstatus pengungsi dan berharap dapat segera mendapat negara ketiga. Terserah dari UNICEF, entah Amerika atau Australia," kata Muhammad saat ditemui di Hotel Lavender, Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Rabu (29/1/2020).
Mohammad telah 5 tahun menetap di Kota Kupang. Dia tidak bisa memastikan kapan waktunya mendapatkan negara ketiga. Mohammad hanya bisa berharap proses untuk mendapatkan negara ketiga dipercepat.
Ia mengaku merasa nyaman di Kota Kupang. Menurutnya, masyarakat ramah dan sopan sehingga mereka dapat melakukan aktivitas seperti jalan-jalan hingga fitnes. "Terima kasih untuk warga lokal," ucapnya.
Mohammad meninggalkan keluarganya di Afganistan. Untuk mengobati rasa rindu, Mohammad berkomunikasi dengan menggunakan WhatsApp. Setiap bulan ia menerima uang Rp 1.250.000 untuk biaya makan-minum.
Hal senada disampaikan Wahid Aryan, pengungsi asal Afganistan saat ditemui Hotel Lavender, Senin (3/2). Pria berumur 25 tahun ini telah mendapatkan status pengungsi dari UNHCR dan menetap di Indonesia sejak Juli 2015.
Wahid fasih berbahasa Indonesia. Dia belajar dari para penjaga penginapan dan warga sekitar. "Saya hanya menunggu, baru-baru ini ada beberapa orang ke Kanada. Mereka rata-rata 5 tahun menunggu," katanya.
Agar tidak jenuh, kata Wahid, para pengungsi melakukan banyak aktivitas untuk mengisi waktu. Di antaranya, bermain game online dan futsal.
Menurut Wahid, biaya penginapan ditanggung IOM. "Kami hanya menunggu saja. IOM sangat membantu, baik penginapan dan makan minum. Kalau mereka (IOM) tidak ada, mungkin kami susah," ujarnya.
Wahid memilih ke Indonesia agar mendapatkan negara ketiga. Di negara asalnya sudah puluhan tahun bergejolak. Pada tahun 2013 lalu, Wahib kabur dari negara asalnya ke New Delhi, India menggunakan dokumen yang lengkap. Selanjutnya, menunju ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Kemudian Wahid melakukan perjalanan ke Jakarta dibantu oleh rekannya agar berproses untuk mendapatkan negara ketiga. "Lalu saya ke UNHCR di situ (Jakarta) untuk melapor," katanya.
Selama di Kota Kupang, Wahid mengaku, nyaman karena diterima dengan baik oleh warga sekitar. "Di Kupang kami nyaman, mereka (warga lokal) sangat baik. Terima kasih," ucapnya.
Seorang pengungsi asal Afganistan lainnya, juga berharap segera mendapatkan negara ketiga. Sama seperti rekannya, ia juga telah menunggu selama 5 tahun.
Nasib berbeda dialami Amir Ahmad (33). Setelah 5 tahun menunggu, ia bisa mendapatkan negara ketiga. Amir beserta istri dan dua anaknya mendapatkan negara ketiga, yakni Amerika Serikat.
Walaupun telah mendapatkan negara ketiga pada tahun 2019, lanjut Amir, pihaknya masih menunggu proses selanjutnya dari UNHCR untuk menuju Amerika Serikat.
"Sudah dapat negara ketiga, tapi masih ada proses lagi. Selama ini hanya menunggu," katanya saat ditemui di Hotel Kupang Inn, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Senin (3/2/2020).
Amir tiba di Indonesia tahun 2014. Dia membawa keluarganya dari Afganistan. Selama di Kota Kupang, Amir menghabiskan waktu bersama kedua buah hatinya yang berumur 4 tahun dan 2 tahun. "Saya hanya main sama anak. Saya bantu awasi anak," ujarnya melalui seorang penerjemah.
Meskipun merasa jenuh karena aktivitas tersebut dilakukan selama beberapa tahun terakhir, hal tersebut dilakukan karena sebagai pengungsi, lanjut Amir, tidak banyak hal yang dapat dilakukan.
Ia mengaku setiap bulan mencukupi kebutuhan hidup dengan uang yang diberikan IOM sebesar Rp 3,5 juta. Setiap orang dewasa diberikan Rp 1.250.000 dan jika memiliki anak akan diberikan Rp 500 ribu untuk 1 anak. Salah satu anaknya mendapatkan kesempatan belajar di PAUD.
Tertib dan Sopan
Petugas keamanan Hotel Kupang Inn, Abi Hutri Tefa (27) mengatakan, para pengungsi yang menetap di hotel sangat tertib dan sopan. "Mereka aman-aman saja, interaksi dengan kami juga baik dan sopan," katanya, Selasa (4/2/2020).
Menurutnya, aktivitas para pengungsi sehari-hari lebih banyak dihabiskan di area penginapan. Untuk pengungsi yang telah berkeluarga, kata Abi, lebih banyak melakukan aktivitas rumah tangga, berbelanja di pasar tradisional dan menjaga anaknya.
Sedangkan untuk pengungsi yang masih bujang, tidak hanya ke pasar tradisional, mereka juga sering melakukan aktivitas dengan jalan-jalan, bermain futsal di sarana olahraga dan mengikuti gim. "Karena mereka masak sendiri makanya paling seringnya ke pasar," ujarnya.
Abi mengatakan, para pengungsi diberikan kebebasan hingga pukul 21.00 Wita. "Kami ada 4 orang yang bekerja secara shift. Kalau mereka keluar pun meminta izin dan saat kembali pun memberitahu kami," jelasnya.
Mengenai komunikasi, Abi mengaku, para pengungsi telah beberapa tahun tinggal di Kota Kupang sehingga bisa sedikit berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
"Mereka mengerti bahasa Indonesia sedikit-sedikit. Soal izin keluar mereka mengerti," katanya.
Peran Pemda
Pengungsi dari luar negeri harus ditangani oleh pemerintah daerah yang ditinggali oleh pengungsi. Hal itu diatur dalam Perpres RI Nomor 125 tahun 2015 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
"Semua pengungsi melalui koordinasi Polhukam, penanganannya harus dari pemda setempat," kata Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT, Erwin FR Wantania di Kupang, Rabu (29/1/2020). Erwin diminta tanggapannya mengenai keberadaan imigran di Kota Kupang.
Menurut Erwin, pengungsi yang ada di Kota Kupang seharusnya telah diserahterimakan kepada pemerintah daerah. Namun setelah koordinasi, hingga saat ini pemda belum memberikan kepastian untuk menerima pengungsi sesuai amanat regulasi.
"Belum ada kepastian, padahal sudah seharusnya serahterimakan. Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) ini hanya sebagai tempat sementara bagi orang asing yang akan keluar dari RI yang terkendala masalah administrasi. Jadi di sini (Rudenim) bukan tempat pengungsi," tandasnya.
Erwin mengatakan, Pemprov NTT memiliki pemikiran akan menempatkan para pengungsi di Pulau Ndana, Kabupaten Rote Ndao. Namun tidak dilakukan karena fasilitas di pulau tersebut tidak memadai.
"Dulu juga imigrasi akan menempatkan di pulau Sumba Tengah, tanahnya seluas 5000 hektar. Tapi karena terlalu lama, sekarang sudah tidak tahu tinggal berapa, sudah diambil pemda dan masyarakat setempat," ujar Erwin.
Untuk kelanjutan penanganan, lanjut Erwin, UNHCR mencari negara ketiga untuk menampung para pengungsi.
Ia menjelaskan, pengungsi akan melalui beberapa tes hingga diterima di negara ketiga. Menurutnya, negara ketiga pun selektif dalam menyetujui para pengungsi.
Menurutnya, negara ketiga lebih cenderung memilih pengungsi yang memiliki kemampuan lebih seperti memiliki keahlian sebagai dokter dan tentara yang nantinya berdampak pada pembangunan negara.
Kewenangan Terbatas
Pengamat Hukum Internasional dari Undana Kupang, Dr Jefrry Alexander Ch Likadja mengatakan, kewenangan Pemprov NTT sesuai Perpres RI Nomor 125 tahun 2015 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, bahwa kewenangan Indonesia sebagai negara wajib menegakkan HAM sesuai konvensi HAM.
"Sebagai negara yang juga tergabung dalam PBB memiliki kewajiban untuk melindungi dan memfasilitasi semua negara, salah satunya warga negara lain yang ingin mencari suaka politik. Apakah pemda atau negara punya kewenangan untuk mengarahkan mereka ke tempat lain? Hal itu tidak ada, karena semuanya di bawah koordinasi PBB, dalam hal ini UNHCR dan IOM," katanya.
Hal yang menjadi keberatan dari para imigran asal Timur Tengah itu, lanjut Jefrry, adalah fasilitas yang masih minim. Masalah ini sempat diteriakkan dalam demonstrasi yang dilakukan di Kupang sekitar dua tahun lalu.
Menurutnya, pemda tidak diberikan regulasi untuk campur tangan bahkan menganggarkan dana. Pemda dan negara hanya sekedar mengawasi dan melindungi pengungsi yang berada di wilayahnya. Pemda tidak punya kewenangan untuk merelokasi.
"Yang bikin pengungsi lama di suatu wilayah adalah pemberian status dari UNHCR, karena mereka harus dipelajari latar belakangnya, banyak sekali analisis yang terjadi di situ. Sebelum dia mendapatkan status pengungsi. Jangan sampai penetapan pengungsi membuat dia keluar dari tanggungjawab dia secara hukum di negara lain, misalnya dia buronan di negara lain," katanya.
Kedua, lanjut Jefrry, adalah negara ketiga yang belum tentu siap menerima para pengungsi. Contohnya Australia, mendeklarasikan diri sebagai negara ketiga dalam rangka mengisi wilayah-wilayah tertentu di negara mereka yang kekurangan penduduk. Akan tetapi, Australia pun tidak serta merta menerima mereka. Mereka harus seleksi dulu, bahasa kasarnya mereka cari dulu bibit-bibit unggul. Kalau tidak menunjang ekonomi atau tegaknya kedaulatan negara mereka.
Selain itu, kata Jefrry, para pengungsi pun harus dilihat dari segi sejarah dan kesehatan agar tidak menjadi kendala bagi negara ketiga. Jadi tetap semua hal untuk melindungi negaranya.
Di lain sisi, kebijakan politik dari negara ketiga dan kebijakan luar negeri juga menjadi hal yang membuat pengungsi lama menunggu negara ketiga. Australia terkadang menerima terkadang menolak para pengungsi dari negara luar. Terkadang tergantung kemampuan dan kemauan negara dan kebijakan luar negeri saat itu.
"Itu menjadi kendalanya sehingga lama. Indonesia selama ini hanya menjadi negara transit bagi para imigran untuk berusaha mendapatkan negara ketiga karena negara asal terjadi perang dan konflik berkepanjangan," ujarnya. (ii)
2. 17 Mahasiswa Timor Leste Urung ke Kupang? Begini Nasib Mereka yang Menempuh Pendidikan di China Ini
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) menyatakan siap menerima 17 mahasiwa asal Negara Timor Leste yang dipulangkan dari Wuhan, China wilayah endemis corona ( virus corona ) untuk dikarantina.
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Naimata Kupang, ditunjuk oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai tempat karantina.
Belakangan beredar informasi bahwa karantina 17 mahasiswa di Rumah Sakit Jiwa Naimata tersebut batal karena mereka sudah dikarantina di New Zealand.
Direktur Rumah Sakit Jiwa Naimata, . Dickson Legoh dihubungi POS-KUPANG.COM, Jumat (7/2/2020) mengaku pihaknya sama sekali tidak mendapat informasi dari pihak pemerintah NTT bahwa karantina batal.
"Sesuai perintah Gubernur Viktor Laiskodat kami tetap siap-siap untuk karantina 17 mahasiswa tersebut, apakah batal karena mereka sudah dikarantina di Selandia Baru? Kami belum menerima kepastian soal itu. Intinya kami siap untuk karantina," ungkapnya.
Menurutnya, sejauh ini persiapan ruangan sudah selesai. "Ada tiga ruangan yang akan dipakai untuk karantina, dengan 17 tempat tidur. Selain itu ada juga AC. Jadi kita sudah siapkan itu," ungkap Dickson.
Dia katakan, pihaknya memang hanya diperintah untuk menyediakan tempat karantika. Sementara fasilitas penting untuk karantina dan dokter, semuanya disiapkan oleh Dinas Kesehatan provinsi NTT. Jadi ada tim dari Dinas Kesehatan, kita hanya sediakan tempat," jelasnya.
Ruang Karantina di Rumah Sakit Jiwa Naimata, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (6/2/2020). (POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI.)
Warga Sekitar Rumah Sakit Jiwa Naimata Tolak Karantina
Warga yang bertempat tinggal di sekitar rumah Sakit Jiwa (RSJ) Naimata Kupang mulai resah dan menyatakan menolak jika karantina 17 mahasiswa Timor Leste tersebut dikarantina di RSJ. Naimata. Mereka merupakan warga RT 08, 09 dan 34 Kelurahan Liliba.
Sejumlah warga yang disambangi POS-KUPANG.COM di rumah mereka masing-masing mengaku sudah banyak membaca dan menonton berita tentang Corono dan mereka mengaku takut dengan virus yang melunar lewat udara tersebut.
Mereka juga sudah mendengar informasi bahwa ada 17 mahasiswa asal Negara Timor Leste dari China yang akan dikarantia di RSJ. Naimata. "Wah saya harap rencana itu dibatalkan," ungkap Daud, warga yang tinggal depan RSJ. Naimata.
Daud katakan, selama ini saja mereka takut dengan keberadaan orang gangguan jiwa di RSJ. Naimata, karena ada yang keluar dan bermain di sekitar permukiman warga.
"Apalagi dengan informasi soal karantina ini karena Corono, kami sudah nonton dan baca berita soal Corona. Terus terang kalau sampai jadi karantina di sini, kami akan cemas dan gelisah," ungkapnya.
Hesti Eoh juga kwatir. Menurutnya, berdasarkan berita yang ia nonton, di Bali Pemerintah setempat menolak menerima 17 mahasiswa tersebut.
"Nah kita NTT mau terima, waduh tolong pemerintah pikir lagi. Kasihan kami di sini anak-anak kami tiap hari biasa main di sekitar Rumah Sakit ini, kami tidak mau, resikonya besar," ungkapnya.
Felix mengeluhkan, rumah sakit berada di ketinggian, sementara permukiman warga berada lebih rendah. Menurutnya hal itu akan memudahkan penyebaran virus. "Yah memang belum tau pasti apakah mereka positif Corona atau tidak tapi antisipasi kan perlu dan kami tidak terima kalau karantina di sini," tegasnya.
Sejumlah warga lainnya menuturkan hal senada. Mereka mengaku sudah berkumpul antar warga dan berencana menyampaikan ke pihak RT agar menolak karantina di RSJ. Naimata.
"Yah saat ini kami dengar informasi melalui media, mau karantina di sini, tapi kalau info dari RT atau lurah Liliba belum ada, kalau benar, kami akan tolak," ungkapnya.
Lurah Liliba, Viktor Makoni dihubungi POS-KUPANG.COM, mengaku dirinya hanya mendengar informasi mengenai karantina 17 mahasiswa Timor Leste dari Wuhan China, di RSJ. Naimata melalui media.
"Saya tidak dapat informasi resmi dari pemerintah atau Dinas Kesehatan. Kalau di media memang saya baca ada informasi itu. Kami pihak kelurahan tentunya menunggu informasi resmi, baru selanjutnya tindakan apa yang harus dibuat," jelasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)
Ke Selandia Baru
Pada 20 tahun lalu Timor Leste adalah bagian Indonesia, namun mereka ngotot minta referendum untuk memisahkan diri dari RI.
Pada 30 Agustus 1999, hampir 80 persen rakyat Timor Timur memilih berpisah dari Indonesia.
Referendum yang didukung PBB itu mengakhiri konflik berdarah sekaligus mengakhiri kependudukan mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
Memberikan jalan bagi rakyat Timor Leste untuk meraih kemerdekaan.
Dilansir dari AFP via Kompas.com, pendudukan Timor Leste memantik aksi penindakan memilukan selama 24 tahun yang menelan nyawa 250.000 baik karena perang, kelaparan, hingga penyakit.
Namun kegembiraan berubah menjadi duka setelah militer Indonesia dan milisinya menyerbu dengan menghancurkan infrastruktur mereka, serta memaksa ratusan ribu orang mengungsi, dan membunuh 1.400 orang.
Nicodino da Cruz, Mahasiswa asal Timor Leste (Facebook via tatoli.tl)
Ya, Timor Leste, negara yang sebagian besar dari 1,3 juta penduduknya memeluk agama Katolik, baru diakui secara internasional tiga tahun setelah pemungutan suara.
Namun, 20 tahun usai merdeka, Timor Leste justru kembali lagi pada Indonesia dan merengek minta bantuan.
Menteri Perencanaan dan Investigasi Strategis Republik Demokratik Timor Leste Xanana Gusmao membenarkan hal itu.
Dia melakukan kunjungan ke Indonesia untuk bertemu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di kantornya.
Dia menyebutkan bahwa negaranya tidak memiliki fasilitas untuk mengkarantika ke-17 warganya akibat virus corona.
"Karena harus mengerti, kami tidak punya fasilitas dan yang bisa kita lakukan minta bantuan ke negara-negara lain," ujar Xanana.
Xanana meminta bantuan untuk mengevakuasi warganya yang saat ini berada di China.
Jika tidak dibantu pihaknya khawatir dengan potensi penularan virus corona.
Namun, permintaan itu ternyata ditolak oleh Indonesia.
Selain itu pemerintah Timor Leste juga sempat minta tolong ke Bali untuk mengkarantina warganya di bali.
Hal ini disampaikan I Ketut Suarjaya, Selasa (4/1/20)
"Kita menolak dijadikan tempat karantina. Kita tak dapat menerima usulan mereka," kata Suarjaya.
Menurut Suarjaya, penolakan tersebut telah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyetop sementara kunjungan dari China.
Namun, dari beragam penolakan itu Timor Leste mendapat jawaban dari Selandia Baru.
Pesawat Selandia Baru yang mengevakuasi 190 orang dari Wuhan membawa 17 di antaranya adalah warga Timor Leste.
Tidak ada penumpang dalam pesawat yang menunjukkan gejala virus corona.
Tetapi, satu orang sempat dilarang terbang setelah gagal dalam pemeriksaa kesehatan pra-terbang. berdasarkan keterangan Kementerian Luar Negeri Selandia Baru, terdapat 54 warganya.
Kemudian 44 residen permanen berpaspor China. Lalu 23 orang asal Australia beserta 12 residen permanen menggunakan paspor Negeri "Panda", delapan orang dari Inggris.
17 dari Timor Leste, 17 lainnya warga Papua Nugini, Lima Samoa, empat Tonga dan dua pendudu Fiji sisanya penduduk negara lain.
Siapkan Karantina di RS Jiwa Naimata Kupang
Sebelumnya sebanyak 17 mahasiswa asal Negara Timor Leste yang dipulangkan dari, Wuhan, China, daerah endemis virus corona ( Coronavirus) akan dikarantina di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT).
Rumah Sakit Jiwa Naimata ditunjuk oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat sebagai tempat karantina bagi ke 17 mahasiswa tersebut.
"Kami sudah diperintahkan oleh pa Gubernur Viktor Laiskodat, bahwa RSJ. Naimata dijadikan tempat karantina kami sudah siapakan ruangan," ungkap dr. Dickson Legoh, Direktur RSJ. Naimata kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (6/2/2020).
Dia katakan, pihaknya sudah menyediakan sebanyak tiga ruangan dengan tujuh belas tempat tidur untuk karantina.
Akan tetapi, lanjutnya belum ada kepastian kapan 17 mahasiswa tersebut tiba di Kota Kupang.
"Untuk ruangan dan tempat tidur, AC dan fasilitas pendukung kami sudah kami siapkan, sudah rampung hari ini," ungkapnya.
Menurutnya, tim Karantina dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT, pihaknya hanya diminta untuk menyediakan tempat.
"Begitu juga dengan peralatan yang penting untuk proses karantina, nanti dari pihak Dinas Kesehatan Provinsi NTT, ada tim yang disiapkan Dinas Kesehatan," ungkapnya.
Ditanya apakah warga sekitar RSJ. Naimata tidak keberatan karantina dilakukan di RSJ. Naimata Kupang, Dickson katakan, untuk hal itu, Dinas Kesehatan yang harus menjelaskan.
Gubernur NTT (Nusa Tenggara Timur) Viktor Laiskodat, menyatakan, siap menampung 17 warga negara asal Timor Leste yang dipulangkan dari China.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokoler Setda Pemerintah Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu, saat dihubungi Kompas.com, melalui sambungan telepon, Rabu (5/2/2020) malam.
"Saya barusan lapor ke Pak Gubernur soal 17 warga negara asal Timor Leste yang dipulangkan dari China dan Pak Gubernur siap menampung mereka di NTT," ujar Marius.
Menurut Marius, pihaknya siap menampung 17 warga Timor Leste, apabila ada instruksi dari Presiden Joko Widodo, untuk penanganan warga negara yang wilayahnya berbatasan langsung dengan NTT itu.
"Ini semata-mata soal kemanusiaan. Martabat manusia lebih tinggi dari segala-galanya. Kami baca di beberapa media bahwa Gubernur Bali menolak 17 warga Timor Leste, karena itu Pak Gubernur katakan NTT siap terima," kata Marius.
Marius menyebut, nilai kemanusiaan, persaudaraan dan penghargaan terhadap martabat manusia menjadi hal utama 17 warga Timor Leste diterima di NTT.
Gubernur NTT, lanjut Marius, telah memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan NTT dan Direktur RSU WZ Johannes Kupang, agar menyiapkan Rumah Sakit Jiwa Naimata, agar menampung sementara warga negara Timor Leste itu.
Pos Kupang Minta Maaf Atas Berita Mengenai Gubernur NTT Viktor Laiskodat (Tribunnews)
Minta Bantuan Indonesia
Khawatir Penularan Virus Corona, Timor Leste Minta Bantuan ke Indonesia, Ini 2 Hal yang Diminta
virus corona masih menjadi momok di dunia Internasional.
Pasalnya, korban terinfeksi sudah menyentuh angka diatas 20.000 orang.
Diumumkan ke publik pada 31 Desember 2019, hingga Rabu (5/2/2020), virus corona telah meningkatkan angka kematian sebanyak 493 korba jiwa.
Berbagai negara termasuk Indonesia telah melakukan langkah antisipatif untuk mencegah penyebaran virus corona, salah satunya dengan mengevakuasi warganya dari China.
Indonesia telah berhasil mengevakuasi 245 WNI yang berada di Wuhan, China pada Sabtu (1/2/2020).
Sementara hingga kini, seluruh WNI dari China sedang dikarantina di Natuna.
Bukan hanya Indonesia, Timor Leste juga berencana mengevakuasi warganya dari China.
Namun tampaknya, evakuasi Timor Leste menemui kendala.
Negeri yang melepaskan diri dari Indonesia tersebut, dilaporkan tidak memiliki peralatan yang cukup memadai untuk mengkarantina warganya dari China.
Sehingga Timor Leste pun meminta bantuan pada pemerintah Indonesia.
Timor Leste Minta Izin Karantina Warganya di Bali
Melansir Kompas.com, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace mengatakan, Timor Leste mengajukan permintaan izin untuk melakukan karantina terhadap 17 warganya di Bali.
Permintaan tersebut diajukan melalui Kedutaan Besar Indonesia di Timor Leste.
Hal ini menyikapi merebaknya wabah virus corona di dunia.
"Jadi Pemerintah Timor Leste, mereka minta fasilitas dan izin melalui Kedutaan Besar Indonesia di Timor Leste untuk karantina 17 warga negaranya di Bali selama dua sampai tiga minggu," kata Cok Ace kepada wartawan, Senin (3/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Menyikapi permintaan tersebut, Cok Ace melakukan rapat bersama dengan Pemprov Bali.
Bali Tolak Permintaan Timor Leste
Setelah diakadakan rapat, Pemprov Bali menolak permintaan Pemerintah Timor Leste untuk mengarantina 17 warganya di Bali.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Bali, I Ketut Suarjaya, Selasa (4/1/2020).
"Kita menolak dijadikan tempat karantina. Kita tak dapat menerima usulan mereka," kata Suarjaya.
Menurut Suarjaya, penolakan tersebut telah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyetop sementara kunjungan dari China.
Indonesia bahkan telah menghentikan penerbangan dari dan ke China pada Rabu (5/1/2020).
Suarja menyebutkan bahwa poin dari larangan tersebut adalah tidak menerima sementara waktu warga dari China.
"Penerbangan juga sudah dihentikan. Poinnya tak lagi menerima sementara waktu dari China," kata Suarjaya.
Xanana Gusmao Mengonfirmasi Permintaan Tersebut
Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis Republik Demokratik Timor Leste Xanana Gusmao membenarkan bahwa negaranya meminta bantuan ke Indonesia soal antisipasi penularan virus corona.
Xanana Gusmao diketahui melakukan kunjungan ke Indonesia untuk bertemu Menteri Koordinator Bidang Plitik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, di kantor Kemenpolhukam dalam rangka membahas perbatasan negara, Selasa (4/2/2020).
Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan bahwa negaranya, tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk proses karantina ke-17 warganya.
"Iya. Karena harus mengerti bahwa kita tidak punya fasilitas, tidak punya apa-apa. Oleh karena itu, kita minta kalau bisa (bantuan), seperti negara-negara lain," ujar Xanana di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2020).
Menurut Xanana, bantuan yang diminta bukan suatu yang sifatnya eksklusif.
Bantuan diperuntukkan bagi warga Timor Leste yang saat ini berada di China.
Jika tidak dibantu, pihaknya khawatir dengan potensi penularan virus corona.
Xanana bahkan percaya bahwa Pemerintah Indonesia akan membantunya.
"Oleh karena itu ini sesuatu yang global, bukan Timor Leste dan Indonesia. Dan saya percaya bahwa karena Indonesia punya kemampuan yang lebih besar dari pada kami, akan membantu kami untuk mengatasi situasi ini," tutur Xanana.
3. Ayah Tiri Gauli Anak Tiri yang Siswi SMP Hingga Lahirkan Bayi Perempuan, Ibu Kandung Malah Menutupi
Siswi SMP di Madiun Lahirkan Bayi Perempuan dari Benih Ayah Tiri, Ibu Menutupi & Bapak Kandung Murka
PU (14), siswi SMP di Madiun melahirkan bayi perempuan di sebuah rumah sakit di Kabupaten Madiun dari benih ayah tirinya, HA (42).
Mendengar kabar anak kandungnya melahirkan dari persetubuhan haram itu, bapak kandung bocah SMP itu pun murka.
Tak terima atas perlakuan ayah tiri yang suami dari mantan istrinya itu, bapak kandung siswi SMP itu pun melaporkan HA ke Polsek Kebonsari, Rabu (5/2/2020).
Menurut keterangand ari kepolisian, saat ini HA sudah ditangkap dan dimintai keterangan perihal dugaan persetubuhan yang menyebabkan anak tirinya melahirkan bayi perempuan itu.
"Dari pihak keluarga perempuan sudah mengakui.
Yang melaporkan bapak kandung korban yang sudah cerai dengan ibu kandung korban," kata Kapolsek Kebonsari, AKP Sunu Budiarto, ketika dikonfirmasi, Kamis (6/2/2020).
Sunu menuturkan, saat ini, terduga pelaku sudah dibawa ke Polsek Kebonsari untuk diperiksa.
"Yang bersangkutan baru dimintai keterangan, nanti kalau sudah lengkap saya sampaikan," katanya.
Peristiwa persetubuhan ini diperkirakan terjadi sejak setahun yang lalu.
Akibat peretubuhan secara paksa tersebut, gadis berusia yang masih berusia di bawah umur ini hamil, hingga melahirkan bayi perempuan di sebuah rumah sakit di Kabupaten Madiun.
Sunu menuturkan, peristiwa ini awalnya sempat ditutup-tutupi oleh ibu kandung korban, lantaran malu dengan saudara dan tetangga.
Namun, sejumlah tetangga akhirnya mengetahui setelah korban hamil dan melahirkan.
Hingga akhirnya, kabar tersebut terdengar ayah kandung korban.
Lantaran tidak terima anaknya yang masih duduk di bangku SMP dicabuli, ayah kandung korban melapor ke Polsek Kebonsari.
Ia menambahkan, kasus ini sekarang masih dalam proses penyelidikan pihak Polsek Kebonsari.
Korban yang masih di bawah umur juga mendapat pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Madiun.
Siswi SMP di Surabaya korban pria maniak video dewasa
Kasus serupa dengan korban siswi SMP terjadi di Surabaya.
Kali ini, pelaknya pria yang maniak video dewasa.
Terungkap kronologi pelaku bisa setubuhi korban hingga akhirnya ditangkap aparat Polrestabes Surabaya.
Dalam kasus asusila lain di Jawa Timur, seorang ayah satu anak yang buron akhirnya bisa ditangkap polisi Magetan setelah setubuhi gadis di bawah umur hingga hamil.
Pemuda 19 tahun dari Krembangan Surabaya diciduk polisi karena setubuhi pelajar SMP berusia 16 tahun.
Pemuda berinisial AH itu sehari-hari bekerja sebagai karyawan perusahaan katering.
Menurut Kanit PPA Polrestabes Surabaya, AKP Ruth Yeni, pelaku mengaku setubuhi korban 1 kali di rumah salah satu temannya.
Mulanya pelaku mengajak korban nongkrong.
"Diajak tersangka untuk nongkrong di rumah temannya," katanya, Minggu (2/2/2020).
Ruth mengungkapkan, pelaku mulai melancarkan rayuan maut saat mereka melintas di sebuah gang, seusai pulang dari sekolah.
Pelaku kemudian membujuk korban masuk ke dalam rumah teman dan melakukan perbuatan layaknya sepasang suami-istri.
Kepada korban, pelaku mengaku siap bertanggungjawab.
Menurut Ruth, pelaku juga sempat mengabadikan perbuatan durjananya itu dalam beberapa jepretan foto di ponsel pintarnya.
AKP Ruth Yeni mengungkap penyebab pelaku nekat melakukan aksi bejat tersebut.
AH ternyata terinspirasi adegan seronok yang dilihatnya dalam video dewasa yang kerap ia pantengi melalui layar ponsel pintarnya.
"Pacari korban dan terinspirasi film dewasa, jadilah menyetubuhi korban," ujarnya.
Ruth mengungkapkan, saat melancarkan aksi rudapaksa itu, pelaku sempat mengabadikan kemesraan diantara mereka dalam bentuk jepretan foto melalui ponsel pintar pelaku.
Namun, foto tersebut hanya disimpan secara pribadi dalam kartu memori ponselnya.
Foto itu tak disebar pelaku.
Penyidik pun tak mengenakan pasal pemberatan menggunakan UU ITE.
"Murni persetubuhan terhadap anak," pungkasnya.
Hamili gadis di bawah umur
Polisi menangkap Devit Purbianto (20) yang sempat setahun buron ke Kalimantan karena mengatahui korban yang disetubuhi hamil.
Petugas Reskrim Polres Magetan membekuk pelaku saat bersembunyi di dalam sebuah gua.
Bapak satu anak, warga Desa Tunggur, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan ini dilaporkan orangtua korban, sebut saja Melati, atas kasus pencabulan anak di bawah umur.
Menurut Kasat Reskrim Polres Magetan AKP Sukatni, pelaku menjadi buron sejak dilaporkan K (42) orang tua korban.
Korban warga Desa Kuwon, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan ini menjadi korban perbuatan biadab pelaku di sebuah hotel di Magetan.
"Kasus ini terungkap setelah ayah korban, melihat perubahan pada tubuh anak gadisnya.
Setelah ditanya, korban mengaku, lalu melaporkan tindak pencabulan ini,"kata AKP Sukatni, Minggu (2/2/2020).
Dikatakan Sukatni, tersangka yang berdomisili di Desa Purwosari RT4/RW2, Kecamatan/Kabupaten Magetan ini ditangkap setelah pulang dari Kalimantan Timur.
"Tersangka ini begitu dilaporkan, langsung pergi ke Kalimantan Selatan.
Dia (tersangka) di laporkan karena melakukan pencabulan anak di bawah umur hingga hamil," katanya
Akibat perbuatanya itu, tersangka diancam hukum penjara 15 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.
"Tersangka dijerat pasal 81 Undang Undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA) dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan selama lamanya 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar,"kata AKP Sukatni.
Penangkapan buron ini relatif singkat, setelah Polisi mendapat informasi kedatangan buron di Dusun Ndak Utah, Desa Balegondo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Polisi mengatur strategi mengepung rumah tersangka.
"Saat dikepung itu, tersangka tidak ada di tempat.
Polisi lalu mendapatkan informasi bahwa tersangka bersembunyi di gua Belanda di kawasan sungai Pleret, desa setempat," Kasat Reskrim Sukatni.
Polisi membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk dapat menggelandang tersangka ke Polres Magetan. (*)