Masalah HIV dan AIDS di Lembata Memprihatinkan, Tapi Intervensi Anggaran Masih Kurang
Masalah HIV dan AIDS di Lembata memprihatinkan, tapi intervensi anggaran masih kurang
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola

Masalah HIV dan AIDS di Lembata memprihatinkan, tapi intervensi anggaran masih kurang
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, pada 2017-2019 tercatat sejumlah kasus HIV dan AIDS, dengan perincian 53 penderita HIV dan AIDS dari kalangan IRT, 15 dari kalangan swasta, 6 mahasiswa, 6 ASN, 11 PSK, 3 tenaga honor, 1 buruh, 1 wartawan, 29 petani, 5 tenaga kontrak, dan 3 pelajar. Data ini menunjukkan kasus HIV dan Aids tergolong memprihatinkan.
Sekretaris KPAD Lembata, Rofinus Laba Lasar, mengungkapkan kondisi HIV dan Aids di Kabupaten Lembata sudah sangat memprihatinkan.
• Bahan Bangunan Proyek Rusun Rp 300 Juta Dijual Penjaga Gedung
Namun intervensi anggaran untuk program-program penanggulangan HIV dan Aids masih sangat terbatas.
"Masyarakat yang ada banyak yang sudah sadar untuk tes HIV dan AIDS tapi di level yang lebih tinggi orang bahkan tidak mau periksa alasannya macam-macam. Justru orang-orang menengah yang aktif periksa. Hal ini terjadi pada Tahun 2015," ungkapnya di Lewoleba, Selasa (28/1/2020).
• RSUD Johanes Kupang Alami Peningkatan Jumlah Pasien DBD
Kata dia, kasus HIV dan Aids di Lembata memang tergolong tinggi, tetapi saya sayangnya intervensi anggaran masih kurang. Pada 2019 intervensi anggaran yang digelontorkan untuk dikelola KPAD Lembata sebesar Rp187 juta dan sudah termasuk honor tiga orang staf KPAD Lembata. Menurutnya anggaran dengan nominal yang sama juga akan digunakan pada tahun 2020. Anggaran ini juga ada di bawah bagian Kesra Setda Kabupaten Lembata.
"Tunjangan bulanan kami dibayar di kesra. Kami mau buat rencana ini juga tidak bisa jarena uang di kesra. Jadi kami 3 orang ada SK untuk kerja tapi memang kewenangan tidak ada," kata pria 68 tahun itu.
"Kita sudah rencanakan lama, di desa dibentuk warga peduli Aids sehingga kepala desa bisa jadi ketua atau tokoh pemuda, orang kesehatan tapi memang anggaran masih terbatas," kata Rofinus yang sejak 2013 sudah bekerja di KPAD Lembata.
HIV dan AIDS, lanjutnya, bukan hanya rentan bagi para pekerja seks saja. Namun, warga Lembata yang pergi merantau dan kuliah di luar Lembata juga berpotensi mengidap penyakit mematikan ini.
"Di sini anak muda dan anak sekolah juga banyak yang kena makanya kami turun terus ke sekolah-sekolah. Ini sebabnya pergaulan bebas dan seks bebas di kalangan para remaja," urainya.
Pada akhir tahun 2019, bersama petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata timnya membuat pemetaan wilayah rentan penyebaran HIV dan Aids.
Hasilnya juga sudah dikirim ke provinsi.
Rofinus menyebut beberapa tempat maksiat liar di Kota Lewoleba seperti di pertigaan Lusikawak, Komak, Pantai Harnus, kantor bupati lama, kos-kosan di kawasan Lamahora, Waikilok dan beberapa tempat kos-kosan di Lewoleba.
Perihal masalah intervensi anggaran yang kurang, Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero menerangkan ketersediaan anggaran pada lembaga semi-pemerintah seperti KPAD memang harus memenuhi ketentuan undang undang yang berlaku.
Ketersediaan anggaran ada pada dinas yang mempunyai hubungan dengan lembaga dimaksud.
"Hanya saja tinggal buat koordinasi dengan OPD supaya. Itu kan organisasi semi pemerintah," ungkap Petrus di ruang kerjanya, Selasa (28/1/2020).
Kata Petrus, masalah Aids ini merupakan tanggungjawab bersama dan butuh kerja sama semua pihak dan bukan hanya dibebankan pada KPAD Lembata saja. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO)