Dituntut 3 Tahun, Yuli Afra dan Dona Tho Diputus Lima dan Enam Tahun Penjara
Majelis sidang perkara Dugaan Korupsi NTT Fair memutuskan masing masing terdakwa dengan hukuman jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Majelis sidang perkara Dugaan Korupsi NTT Fair memutuskan masing masing terdakwa dengan hukuman jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Dalam sidang putusan untuk terdakwa Yulia Afra dan Dona Febiola Tho yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang pada Selasa (21/1/2020) siang, majelis hakim yang dipimpin Dju Johnson Mira Mangngi memutus Yulia Afra dengan penjara 5 tahun. Sementara itu, untuk terdakwa Dona Febiola Tho, majelis memutus hukuman penjara 6 tahun.
Hal tersebut mengagetkan karena jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni masing masing dengan 3 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan, putusan tersebut telah mempertimbangkan fakta persidangan, keterangan saksi-saksi dan hal-hal yang memberatkan dan meringankan selama proses persidangan.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa telah mengakibatkan kerugian negara. Selain itu, perbuatan terdakwa juga dilakukan secara bersama-sama dengan para terdakwa lainnya.
• Belum 100 Persen, Monumen Pancasila Jadi Lokasi Spot Foto Remaja Kupang. Intip YUK Panorama
Untuk Yulia Afra, selain diputus penjara selama 5 tahun, ia juga didenda untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara.
Putusan untuk mantan Kepala Dinas PRKP NTT itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntut terdakwa dengan 3 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Dju Johnson Mira Mangngi yang didampingi Ali Muhtarom dan Ari Prabowo tersebut, dibacakan peran dari terdakwa sejak perencanaan anggaran hingga pelelangan proyek.
Yulia disebut telah menseting untuk memenangkan PT Cipta Eka Puri karena ditemukan berkas yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Selain itu, Yulia juga disebut meminta terdakwa Hadmen Puri untuk membayar fee proyek sebanyak 5 persen pada perjanjian pertama dan hal tersebut disanggupi Hadmen Puri.
Majelis hakim juga mengatakan, dalam proses tersebut terdapat aliran dana fee proyek senilai 500 juta kepada saksi Frans Lebu Raya yang saat itu menjabat sebagai Gubernur NTT dan Sekretaris Daerah NTT Benediktus Polo Maing senilai Rp 100 juta.
Akibat dari perbuatan para terdakwa, ungkap majelis hakim, telah menyebabkan progres fisik proyek tersebut tidak terpenuhi sesuai dengan rencana pada tahap pertama dan kedua. Namun demikian, kondisi tersebut disiasati terdakwa Dona Fabiola Toh (PPK) yang meminta kepada terdakwa guna menaikan progres dan membuat addendum.
"Sebenarnya pencairan anggaran termin kedua dan ketiga tidak bisa dicairkan karena sesuai dengan progres belum sesuai namun ada manipulasi laporan lalu melakukan pencairan hingga 100 persen," ungkapnya.
Terdakwa oleh majelis hakim dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama atau memperkaya orang lain sesuai dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat 1 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 jo.uu Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas uu Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP
Untuk terdakwa Dona Fabiola Tho, majelis hakim memutus 6 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta dan subsider 6 bulan penjara. Sebelumnya, ia juga hanya dituntut jaksa selama 3 tahun penjara.