Puisi

Ini Puisi-Puisi Pos Kupang Minggu Ini, Kepoin Yuk! Siapa Tahu Karyamu Juga Ada di Sini

Puisi-Puisi Yandris Tolan: Agustalia, Kukenang ribuan musim bersamamu.

ilustrasi pos kupang
Garis Takdir 

Puisi-Puisi Yandris Tolan
Agustalia

Kukenang ribuan musim bersamamu
Semula rinai gerimis membasahi November kelabu
Arah pertama kuamini sumpah janji
Memujamu bintang penuh mahacahaya

Jangan lagi pajang mimpi pada malam
Sebab kelam cahaya tak mampu menggantikan angan
Sedia janji kita benamkan sedalam sumpah
Menuju jauh musimmusim paling sakral

Kunamakanmu malaikat, sungguh
Sebab kali ini mampu kupetakan ribuan penantian
Bersamamu memburu musim bergantian
Hingga tiba waktunya kita satukan rindu

Kusimpan namamu sedalam nurani
Sesungguhnya mencintaimu adalah anugerah
Membawaku terbang ke langit terindah
Bahwa tanpamu tak ada kenangan yang patut disyukuri
(Larantuka, 4/12/2019)

Jong Dobo

Kumenujumu semarak musim semi
Wakil cintaku tiada batas
Membaca arah anginmu yang syahdu memikat
Mengekalkan mimpiku pada sumpah

Kutemukan bintang darimu, sungguh
Semenjak senyum pertama berlarian dalam sepi
Menukik lalu membenam rindurindu murni
Tak segera berpaling menjauh

Ingin segera kuhampirimu dengan sumpah
Biar kelak tak ada kalut dalam penantian
Menamakanmu musim sekokoh menara
Menorehkan cinta tanpa luka

Semoga nanti tak ada yang ganti
Mimpiku yang terlanjur jatuh
Pada malammalam syahdu selepas hujan
Hanya padamu, Jong Dobo
(Larantuka, 4/12/2019)
(Yandris Tolan. Alumni SMPK Phaladhya Waiwerang, sekarang berdomisili di Larantuka)

Puisi Victorius Feni
Ibu Cinta Pertamaku

Ibu...
Kaulah cinta pertamaku
Cinta tanpa syarat
Cinta yang terindah
Cinta yang penuh pengorbanan

Ibuku...
Saat mataku belajar melihat
Itulah awal jatuh cinta pertamaku
Cinta nan ikhlas pada pandangan pertama
Cinta yang tak pernah pudar
Cinta tanpa batas...

Ibuku...
Kaulah tempat curahan jiwaku,
Kaulah pelangi potret hidupku,
Kaulah cerminan karakter hatiku,
Kaulah pribadi sejatiku
Penyembuh luka-luka bathinku
Penerang jalan-jalan gelapku
Penghilang segala kecemasan hidupku...

Ibuku...
Selamanya kaulah tempat kubersandar
Namamu kan kukenang seumur usiaku
Cintamu warnai lorong nafas hidupku
Doaku bersamamu selalu
Terima kasih ibuku...

Puisi-Puisi Rian Tap
Pengadu Setelah Tuhan

Di atas pangkuanmu,
Tangisku kian pecah
Memecah kesunyian diri
Memuntahkan segala kisah dalam rindu

Ibu...
Hangat kasih yang kau tuang
Mengisahkan aku dan bisu
Ibu, dunia tak lagi bersahabat denganku
Di saat itu kakiku terantuk darah pada batu
Tempat ayah mengais sepi dalam rupiah
Lembut belaimu
Sejuk merasuk lautan biru
Hanya padamu kelak
Surga rindukan doa,
Hangatnya pelukanmu.

Ibu...
Engkau, tempat mengadu setelah Tuhan!

Kepergian

1.///Telah kau saji sepiring pagi,
Pada embun yang masih belia.
Senyum tersulam penuh bahagia.
Meski gurat dan kerut pada dahimu.
Tentang cerita penuh luka,
Mengalir tanpa bermuara.
Aku dan ibu pada meja makan yang telah usang,
buatan ayah puluahan tahun yang lalu.
Semenjak ayah pergi pada malam itu.
Dengan memebawa separuh bulan doa dari ibu.
Entah kapan ayah pulang,
Menebus kebahagian kami yang tergadaikan.
Pada nasib dan getir kehidupan.
Meski begitu, separuh bulan dibawah pergi.
Selalu kembali dan tumbuh menjadi purnama,
Untuk aku dan ibu.

2.// tak ada kata yang aku ramu dengan diksi,
Kehilangan, menggirim bahasa paling sunyi.
Lewat bulir-bulir hujan desember,
Yang aku jalin dalam catatan gerimisnya yang paling gundah.
Rindu terlanjur menjelma,
Untukmu ibu.
Menjadi awan yang berarak pulang,
Dengan lebam yang paling piluh,
Melahirkan mendung yang sama.
Untuk hujan membasahi hati,
Membasuh luka rindu.
Ibu..aku rindu.

3.///Pada hitungan mundur tidak tersenandung,
Sebelum sang bayi berpalung dalam sunyi,
Setiap lorong-lorong bocah telanjang,
Meniduri jalan-jalan trotoar.
Sambil menunggu fajar menyingsing.
Aku mencoba memulai angka genap,
Diusiaku yang ganjil dalam Desember.
Kata ibu: jangan ragu nak,
Terus berlangkah, kisah trauma akan lenyap bersama waktu.
Ya, trauma kerpergian ayahku.
Saat dirimu tak lagi bersenandung pada sepi.
Ibu...
Tidaklah cukup nasihatmu terniang saja,
Keberanianku telah hilang, semenjak engkau jauh.
Sejak engaku menutup mata soal duniaku,
Hanya sisa pesan yang aku kantongi.
Selalu aku bawah pulang dalam doaku.
Saat lagu natal dikidung setiap akhir tahun.

(Penulis adalah Pegiat Sastra. Asal dari Lembor-Manggarai Barat, tinggal di Ledalero-Maumere)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved