Opini Pos Kupang
Memperkuat Toleransi: Revolusi di Tahun 2020
Mari membaca Opini Pos Kupang berjudul: Memperkuat Toleransi: revolusi di Tahun 2020
Mari membaca Opini Pos Kupang berjudul: Memperkuat Toleransi: revolusi di Tahun 2020
Oleh : RD. Stephanus Turibius Rahmat, Dosen UNIKA Santu Paulus Ruteng
POS-KUPANG.COM - Pada Tahun 2016 dan 2017, Propinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) mendapat penghargaan sebagai propinsi toleransi beragama terbaik di dunia. Artinya, propinsi yang berbasis kepulauan ini mampu menjaga keamanan dan merawat toleransi antarumat beragama.
Predikat ini terus dipertahankan sampai pada tahun 2018. Tahun 2019, propinsi NTT kembali menjadi propinsi tertinggi toleransi di Indonesia. Masyarakat NTT bekerja bersama untuk memerangi ancaman radikalisme dan gerakan intoleransi dengan menjaga dan merawat toleransi.
• Kejurda Satlak Tarung Derajat dan Festival Kids Tarung Derajat Walikota Cup I
Warga NTT tetap toleran dan rukun bersatu di tengah merebaknya fenomena intoleransi dan radikalisme di beberapa daerah. Kiranya, pada tahun 2020 dan selanjutnya, propinsi NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya menjadi rumah bersama yang dijiwai oleh spirit toleransi antarumat beragama.
Perihal menjaga dan merawat semangat toleransi ini, kita perlu belajar pada perhelatan akbar Asian Youth Day (AYD) atau Hari Kaum Muda Asia yang terjadi terjadi 3 tahun lalu dan dihadiri 2000-an orang muda Katolik (OMK) se-Asia.
• Perayaan Natal di Kota Kupang Berlangsung Aman
Perayaan yang dimulai tanggal 30 Juli -2 Agustus 2017 ini mengusung pesan toleransi. Hajatan ini diisi dengan beberapa kegiatan di 11 Keuskupan se-Indonesia dan berpuncak pada tanggal 2-6 Agustus di Jogja Expo Center, Yogyakarta.
Para peserta AYD sungguh merasakan suasana penuh keramahan, persahabatan, dan toleransi. Hal ini terungkap dari testimoni yang disampaikan para peserta AYD 2017 (Kompas, 10 Agustus 2017).
No Now (23 tahun), peserta asal Myanmar, mengaku sangat terkesan dapat tinggal serumah dengan sebuah keluarga di Pontianak, Kalimantan Barat. Masyarakat dari aneka macam latar belakang agama menyambut para peserta AYD dengan sangat ramah. Suasana seperti ini jarang ditemukan di negaranya yang sampai sekarang belum sepenuhnya menjadi negara demokrasi.
Kesan serupa disampaikan Sabrina (22 Tahun), peserta asal India. Dia sangat terkesan dengan kegiatan AYD ketujuh di Indonesia yang digelar secara semarak di sejumlah lokasi dengan sambutan masyarakat yang sangat antusias. Ribuan warga turut terlibat dalam perhelatan internasional tiga tahunan ini.
Di Dusun Bunder, Desa Bandungan, Kecamatan Jatinom Klaten, Jawa Tengah, kedatangan 22 peserta AYD pada hari Minggu 30 Juli disambut acara Gelar Budaya di Lapangan Bunder. Inilah contoh nyata tentang kehidupan bersama antarumat beragama yang toleran dan inklusif di Indonesia.
Akan tetapi, di balik segala bentuk keramahan ini, Indonesia masih menyimpan persoalan dalam hal toleransi. Menurut catatan harian Kompas, 10 Agustus 2017, kita masih menemukan sisi kelam intoleransi di Indonesia. Hal ini tampak nyata dalam kasus intoleransi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengemukan fenomena menguatnya intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme dengan kekerasan telah menjadi keprihatinan bersama sebagai bangsa.
Hal ini merupakan sebuah kemunduran bagi demokrasi di Indonesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (https://www.komnasham.go.id/). Pada tahun 2016, Komnas HAM menerima 97 pengaduan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) (https://nasional.kompas.com/).
Setara Institute mencatat pelanggaran atau kekerasan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia pada 2017 yakni 80 kasus KBB dengan 99 tindakan. Sedangkan pada tahun 2018 terdapat 109 intoleransi dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan (https://nasional.tempo.co/).
Pada tahun 2019, Koordinator Program Imparsial, Ardimanto Adiputra, menyebutkan bahwa kasus intoleransi mengalami tren menurun yakni terdapat 31 kasus (https://nasional.tempo.co/).
Menurut Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik (Kompas, 10 Agustus 2017), dalam kondisi seperti ini, pemerintah pusat dan daerah perlu segera berkonsolidasi.
Jika pemerintah pusat dan daerah belum mempunyai satu pegangan bersama, maka peluang tumbuhnya intoleransi tetap ada. Oleh karena itu, perlu ada strategi dan kebijakan untuk mengatasi segala bentuk diskriminasi seperti ini. Fakta intoleransi ini justru mengkhawatirkan kebhinekaan Indonesia.
Itu berarti bahwa bangsa Indonesia belum sepenuhnya memahami dan menjalani semangat toleransi. Di tengah kenyataan seperti ini, kita sebagai warga bangsa perlu mengambil hikmah dari perayaan akbar Orang Muda Katolik (OMK) se-Asia.
Orang-orang muda ini berkumpul dan bertemu untuk menyelenggarakan Asian Youth Day (IYD). Forum AYD merupakan hari-hari pertemuan atau perjumpaan bagi OMK se-Asia.
Kesempatan perjumpaan ini menjadi momentum permenungan bersama untuk meretrospeksi, mengintrospeksi serta memproyeksi diri sebagai orang muda. Serentak dengan itu, orang-orang muda perlu merumuskan bersama pesan toleransi dalam kehidupan bersama.
Dengan itu, orang-orang muda harus menampilkan diri sebagai agen pembawa pesan toleransi di tengah menguatnya perilaku intoleransi. Selain itu, pesan-pesan toleransi harus menggema dalam kehidupan orang muda se-Indonesia dan se-Asia, dan bahkan seluruh dunia.
Memperkuat Toleransi
Tahun 2020 sudah di depan mata kita. Kita semua harus mempunyai resolusi baru di tahun 2020 yakni membawa pesan toleransi dalam hidup bersama dengan yang lain.
Atas dasar itulah, kita perlu mereferensi pada pesan toleransi dalam acara temu OMK se-Asia di Yogyakarta. AYD sebagai momen perjumpaan OMK se-Asia untuk membangun kebersamaan antarkaum muda di Asia. Ada satu optimisme bahwa orang-orang muda dari berbagai penjuru Asia itu dapat belajar dari bangsa Indonesia bagaimana mengelola dan memberdayakan pluralisme serta perbedaan.
Dalam semangat inilah, maka AYD 2017 bertujuan untuk merenungkan dan mengimplementasikan tema "Joyful Asia Youth, Living the Gospel in Multicultural Asia.
Pada momen ini, para peserta dari sejumlah negara diberi kesempatan untuk live in atau tinggal di lingkungan masyarakat yang plural dan ditemani orang muda yang beragama lain. Dengan itu, para peserta mendapat gambaran konkret situasi Indonesia di sejumlah keuskupan dan propinsi.
Para peserta AYD dapat menyaksikan keragaman masyarakat Indonesia. Memang benar bahwa salah satu syarat kehidupan yang harmonis dalam situasi keberagaman adalah toleransi, menghargai dan menghormati hak asasi masing-masing. Dengan itu, kegiatan AYD sungguh-sungguh membangun kebersamaan dan jejaring antara orang-orang muda di lingkup Asia.
Kegiatan-kegiatan dalam perjumpaan akbar ini harus berlanjut dan berdampak positif untuk OMK se-Asia. Dengan mengikuti kegiatan ini, orang muda ditantang untuk menjawab dua pertanyaan fundamental ini.
Pertama, apa makna perjumpaan ini bagi kaum muda? Kedua, apa yang harus dilakukan orang muda agar lingkungan menjadi lebih toleran dan manusiawi? Perjumpaan ini memperkuat karakter dan komitmen orang muda supaya mampu hidup dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Selain itu, untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih manusiawi, orang-orang muda harus memiliki kompetensi etis yang memampukan kaum muda untuk berbela rasa atau berempati kepada sesama.
Kompetensi lain yang harus dikuasai adalah kemampuan bekerja sama lintas agama untuk kebaikan bersama (bonum commune).
Kehadiran orang-orang muda dari 22 negara ini merupakan salah satu cara bagus untuk mempromosikan kebhinekaan Indonesia. Orang-orang muda dapat melihat bahwa berbagai macam agama, suku, dan budaya memang mempunyai tantangan, tetapi pada dasarnya masyarakat Indonesia sungguh toleran.
Orang-orang muda se-Asia sungguh-sungguh dapat belajar dari bangsa Indonesia mengenai pluralisme dan perbedaan. Perbedaan yang menunjukkan kekayaan kemanusiaan, dan bukan perbedaan yang cenderung memecah belah.
Pemilihan Indonesia sebagai mascot keberagaman dan toleransi menumbuhkan kebanggaan sekaligus memikul tanggung jawab yang besar. Atas dasar itu, kita membutuhkan suatu kekuatan bersama untuk menciptakan toleransi. Indonesia sangat plural atau majemuk, dan saling menghormati satu sama lain.
Kadang memang terjadi riak-riak seperti halnya di negara lain. Karena itu, kita harus memajukan kemajemukan dan rasa menghormati satu sama lain. Kekuatan kita adalah perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu merupakan kekayaan untuk memperkuat dan merawat kebersamaan. (*)