Tidak Ada Perintah Izin Gerak Kapal yang Tabrak KM Shimpo Hingga Tenggelam

Surat itu seharunya mereka terima dari perusahaan bongkar muat dan agen pelayaran yang menaungi dua kapal naas itu.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG/RICARDUS WAWO
Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur didampingi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata, Penjabat Sekda Lembata, Anthanasius Aur Amuntoda memberikan keterangan pers perihal masalah BBM di Kabupaten Lembata, Kamis (13/12/2019) di Kantor Bupati Lembata. 

Tidak Ada Perintah Izin Gerak Kapal yang Tabrak KM Shimpo Hingga Tenggelam

POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan Kabupaten Lembata, Paskalis Tapobali tegas mengatakan tidak ada perintah sama sekali dari bagian perhubungan atau pihak Syahbandar supaya KM Maju 8 melakukan tender berlabuh di Pelabuhan Laut Lewoleba. Menurut Paskal yang memerintah untuk melakukan sandar itu adalah agen perusahaan bongkar muat (PBM). Padahal posisi saat itu pelabuhan dalam keadaan penuh dan tidak ada ruang untuk sandar kapal.
Seperti diketahui, KM Shimpo 16 tenggelam karena ditabrak KM Maju yang hendak melakukan tender di sana.
"Saya dapat laporan bahwa tidak ada staf saya yang memerintahkan, syahbandar juga tidak tahu," kata Paskal saat jumpa pers di Kantor Bupati Lembata, Jumat (13/12/2019).
Menurut dia agen pelayaran atau perusahaan bongkar muat turut bertanggungjawab atas insiden kecelakaan dimaksud karena dua kapal yang terlibat kecelakaan itu ada di bawah kendali agen pelayaran dan perusahaan bongkar muat.
Dirinya membantah adanya saling lempar tanggungjawab antara pemerintah dan syahbandar dalam menangani kasus ini. 
"Setiap kapal yang mau sandar dan bongkar muat harus sampaikan kepada kita dan syahbandar tapi sampai saat ini kami tidak terima. Secara dokumentasi kami tidak pernah menerima izin sandar dari kapal itu. Pengaturannya memang kami yang atur. 
Shimpo dan KM Maju tidak punya izin sandar. Tapi setelah dicek di syahbandar shimpo ada izinya kemungkinan," terang Paskalis.

"Ada sangsi itu pencabutan izin pelayaran. Dia punya kewajiban dia punya tanggungjawab dan harus keluarkan uang untuk tanggungjawab," tambahnya menjelaskan kalau pemilik kapal tidak sanggup mengevakuasi kapal dalam waktu yang sudah ditentukan. 

Lebih jauh Paskalis menjelaskan, terkait evakuasi kapal mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 dan perubahanya Tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air, maka Kementrian Perhubungan menetapkan status gangguan yang terbagi dalam tiga status gangguan di antaranya status gangguan tingkat I, II dan III.

“Merujuk pada peraturan menteri perhubungan maka tenggelammnya kapal Shimpo 16 dapat di kategorikan gangguan tingkat I karena berada dalam daerah lingkungan kerja dan daerah kepentingan pelabuhan,” tegasnya.

Ia menambahkan, sesuai ketentuan di atas maka wajib hukumnya pemilik kapal melakukan evakuasi dan menyingkirkan kapal dari area pelabuhan dalam waktu 30 hari dengan bersurat ke kementrian perhubungan melalui pihak syahbandar untuk segera melakukan survei dan menetapkan status oleh pihak KNKT dan pihak terkait agar dapat melakukan evakuasi bangkai kapal.

“Kami pihak dinas perhubungan yang selama ini mengelolah sisi darat yang melihat terganggunya aktivitas di pelabuhan, maka telah mengambil langkah menyurati perusahan pemilik kapal dan agen atau perusahan bongkar muat yang juga bertanggungjawab atas keberadaan bangkai kapal," ungkapnya.

Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur juga menegaskan pemerintah daerah telah menyurati pemilik kapal Shimpo 16 agar segera mengevakuasi kapal di pelabuhan laut Lewoleba.

Menanggapi adanya perintah sandar dari agen pelayaran, Bupati Sunur mengatakan, "kalau betul dia (agen pelayaran) yang perintah olah gerak (kapal KM Maju) maka kita bekukan saja izinnya."

Dia meminta pemilik kapal segera mengevakuasi kapal Shimpo 16 karena aktivitas bongkar muat di pelabuhan  Lewoleba cukup tinggi termasuk pelayanan kapal penumpang Pelni.

“Saat sekarang menjelang hari raya natal dan tahun baru aktivitas bongkar muat pasti tertanggu,” terangnya.

Bupati Sunur mendorong agar aktivitas pelayanan terhadap penumpang dan barang tetap berjalan termasuk bongkar muat kapal kargo. Bupati juga meminta pihak Syahbandar supaya kalau memungkinkan bongkar muat kargo bisa didorong ke pelabuhan Balauring sehingga tidak mengganggu aktivitas evakuasi kapal Shimpo 16.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), Jacky Buran menerangkan dua kapal yang terlibat kecelakaan itu yakni KM Maju dan KM Shimpo juga tidak memiliki surat pemberitahuan permintaan tenaga kerja. Surat itu seharunya mereka terima dari perusahaan bongkar muat dan agen pelayaran yang menaungi dua kapal naas itu.

"Selama ini mereka anggap faktor kedekatan itu hal biasa, tapi sebelumnya itu mereka (agen pelayaran) rutin memberikan surat permintaan tenaga kerja," jelasnya saat ditemui di area Pelabuhan Lewoleba, Sabtu (14/12/2019).

Meskipun demikian saat itu pada pagi hari para buruh sempat melakukan pembongkaran sekitar 120 ton semen atau setara 3000 sak semen dari KM Shimpo 16. 

"Dari satu sisi kita juga alami kelangkaan semen ya jadi kita tidak melihat kelengkapan dokumen tetapi bagaimana eksekusi di lapangan," jelas Jacky menerangkan soal upaya mereka tetap melakukan bongkar muat meski tak menerima dokumen permintaan tenaga buruh.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved