News

Atasi Kelangkaan BBM di Lewoleba, PT Hikam Datangkan Kapal Tanker, Ini Reaksi Anggota Dewan

Namun sampai saat ini, Pemkab Lembata belum mengeluarkan izin berlabuh bagi kapal berkapasitas 350 Kiloliter (KL) itu di Pelabuhan Laut Lewoleba.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Benny Dasman
POS KUPANG.COM/RICKO WAWO
Rapat dengar pendapat DPRD Lembata bersama PT Hikam membahas masalah BBM di Lembata, Kamis (12/12/2019). 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Ricko Wawo

POS KUPANG, COM, LEWOLEBA - PT Hikam selaku distributor resmi bahan bakar minyak (BBM) di Lembata menjamin kehadiran Kapal Mini Tangker SPOB Sembilan Pilar dapat mengatasi kelangkaan dan antrean panjang BBM di daerah itu.

Namun sampai saat ini, Pemkab Lembata belum mengeluarkan izin berlabuh bagi kapal berkapasitas 350 Kiloliter (KL) itu di Pelabuhan Laut Lewoleba.

Jaminan mengatasi masalah BBM ini disampaikan Perwakilan Direktur PT Hikam, Sahlan, dalam rapat dengan DPRD Lembata, Kamis (12/12/2019). Rapat ini digelar guna mengurai benang kusut permasalahan BBM yang sudah lama terjadi di Lembata.

Saat rapat dengar pendapat ini, DPRD Lembata mengeluarkan setidaknya tiga rekomendasi yang ditujukan kepada Pemkab Lembata.

Pertama, melakukan rapat kerja dengan Pemkab Lembata untuk mengetahui langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam menyikapi antrean panjang BBM.

Kedua, minta Pemkab Lembata mengambil langkah strategis untuk mempercepat pemberian izin berlabuh kapal mini tanker.

Ketiga, merekomendasikan kepada pihak terkait, dalam hal ini Polres Lembata dan Pol PP, untuk bersama-sama melakukan pengendalian distribusi BBM di Lembata.

Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero, belum memastikan kapan rapat kerja dilakukan. Namun dia berharap rapat harus bisa dilakukan sebelum Perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.

Anggota DPRD Lembata, Gabriel Raring, mengapresiasi eksistensi PT Hikam yang sejak tahun 1980-an sudah membantu Lembata memenuhi kebutuhan warga akan BBM.

Menurut dia, persoalan BBM di Lembata mulai muncul sejak tahun 2017. "Ada apa sehingga di tahun ini mulai timbul masalah BBM. Baru sekarang ada masalah ini. Selama ini tidak ada," tandasnya.

Wakil rakyat dari PDIP ini juga kurang sepakat kalau PT Hikam dikambinghitamkan terkait masalah ini. Dia menyebutkan, tahun 2018 Pemkab dan DPRD Lembata pernah mengundang PT Hikam untuk membahas antrean panjang BBM di Lembata.

Saat itu, yang dibahas soal alat angkut atau transportir, bukan bicara soal pelabuhan. Sekarang PT Hikam sudah mendatangkan mini tanker sebagai jawaban atas permintaan pemerintah tetapi justru tidak diberi izin berlabuh.

"Semua sudah ada izin tetapi izin labuh belum dikeluarkan Pemkab. PT Hikam sudah surati untuk izin labuh. Dermaga jober juga sudah disurvei. Persoalannya soal mekanisme," paparnya.

PT Hikam, diakui Gabriel, dipermainkan Pemkab Lembata karena keputusan rapat tahun 2018, yakni minta PT Hikam mendatangkan alat angkut mini tanker. Tapi izin labuh justru tidak diterbitkan.

"Kewenangan soal migas itu haknya Pertamina. Jangan kambinghitamkan PT Hikam atas nama manajemen. SPBU sudah ada dan PT Hikam juga ditunjuk untuk transportir. Kalau dermaga Jober belum layak, kita minta pemkab keluarkan izin labuh. Nanti baru kita lihat, apakah itu sudah bisa atasi atau tidak," sebut Gabriel.

Sementara Petrus Bala Wukak menuturkan jika memang karena faktor izin, sebaiknya DPRD Lembata membuat rekomendasi izin berlabuh.

Dia meminta lembaga legislatif membuat rekomendasi supaya pemerintah mengeluarkan izin berlabuh kapal mini tanker.

 Kuota BBM Tetap

Perwakilan Direktur PT Hikam, Sahlan, mengatakan, sejak tahun 2014 tidak ada penambahan kuota BBM untuk Lembata.

Oleh karena itu, sampai saat ini kuota premium 500 KL/bulan, solar 200 KL/bulan dan minyak tanah 175 KL/bulan.

"Dengan dua SPBU, kemudian dengan alat transportasi yang ada, hanya bisa muat untuk on deck-nya untuk premium hanya bisa 20 KL. Kemudian muatan dasarnya untuk solar 10 KL. Di sini SPBU 03 dan 04 kami bantu, jadi penunjukan langsung dari Pertamina," bebernya.

Sahlan melanjutkan, penambahan dua SPBU ini otomatis kuota yang ada juga harus dibagi. Dia menjelaskan, kapal mini tanker itu bisa mengakut BBM sebanyak 350 KL dan sekali angkut langsung dari Kota Maumere. "Kalau sudah muat 350 KL, maka sudah bisa untuk 5-6 hari pelayanan," katanya.

Dia yakin kalau kapal ini mendapatkan izin labuh, maka permasalahan antrean selama ini bisa teratasi dan bisa membantu menggerakkan perekonomian masyarakat.

Wakil rakyat di Lembata, Frans Gewura, menuturkan, program pemerintah pusat saat ini adalah program konversi. Artinya, pemerintah pusat perlahan akan menghapus subsidi BBM yang cukup membebani APBN.

"Suatu ketika nanti semua subsidi akan dicabut dan kita akan pakai BBM dengan harga standar internasional," ujarnya.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved