Komisi Yudisial Ajak Masyarakat Dukung Peradilan Bersih

Lembaga Komisi Yudisial RI Wilayah NTT menyelenggarakan Yudicial Education dengan tema 'Partisipasi Publik Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih'

Penulis: PosKupang | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/FRANSISKA MARIANA
Suasana Yudicial Education yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur, Jumat (29/11/2019) di Resto In-Out, Kupang. 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Lembaga Komisi Yudisial RI Wilayah NTT menyelenggarakan Yudicial Education dengan tema 'Partisipasi Publik Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih' di Resto In-Out Kupang, Jumat (29/11/2019).

Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah menggalang partisipasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat sipil untuk terlibat bersama Komisi Yudisial (KY) dalam memsosialisasikan peran dan tugas KY, serta mendorong terwujudnya peradilan bersih.

Hendrikus Ara, SH.,MH selaku Koordinator Kantor Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah NTT menjelaskan bahwa KY tidak mampu berjalan sendiri karena keterbatasan sumber daya dan luasnya jangkauan tugas KY.

Di Lantamal VII Kupang, Perwira dan PNS Berbaur Menari Flobamora Selamanya

"Coba bayangkan, di NTT ada 16 pengadilan negeri, 14 pengadilan agama, pengadilan tinggi agama, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan militer. Untuk menjangkau seluruh hakim dengan problem sosial yang banyak berkaitan dengan hukum, kami tidak bisa sendirian. Kami butuh bantuan dan dukungan seluruh stakeholders dan masyarakat sipil," ungkapnya.

Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber yakni Dosen Hukum Undana, Dr. John G. Tuba Helan, SH.,MH dan Direktris LBH Apik, Ansy Damaris Rihi Dara, SH. Dalam pemaparan materi pertama, John mengungkapkan, komisi yudisial merupakan lembaga baru yang tidak termasuk dalam kekuasaan kehakiman, tetapi pengaturannya masuk dalam bab tentang kekuasaan kehakiman, yaitu dalam pasal 24B UUD 1945 yang terdiri dari 4 ayat.

Tumbangkan Marsada FC, Aeramo Bertemu Rowa di Final SMAK Wolosambi Cup II, Simak Liputannya!

Pengaturan lebih lanjutnya dalam UU No 22 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No 18 Tahun 2011.

Ia melanjutkan, ada 3 dasar alasan diadakannya komisi yudisial. Alasan pertama, Indonesia negara hukum yang demokratis dimana kedaulatan ada di tangan rakyat.

Selanjutnya, untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas maka dibentuklah suatu upaya penegakan kehormatan, keluhuran martabat, dan menjaga perilaku hakim. Dan pertimbangan berikutnya adalah fakta.

Beberapa tugas komisi yudisial, tambahnya, diantaranya melakukan pendaftaran calon hakim agung; melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim; menerima laporan dari masyarakat terkait pelanggaran kode etik dan atau perilaku hakim; melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap pelaporan dugaan pelanggaran; memutuskan benar tidaknya pelaporan dugaan pelanggaran kode etik; dan mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap orang perseorang, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan kedudukan martabat hakim.

Melihat bagaimana tugas dan wewenang komisi yudisial, tentu saja komisi yudisial memiliki beban dan tanggung jawab yang sangat berat karena mengawasi para hakim yang menangani perkara dalam menegakkan hukum dan peradilan.

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam mendukung tugas dan wewenang komisi yudisial merupakan suatu keharusan sebagai wujud dari demokrasi subtansial.

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang komisi yudisial diperlukan partisipasi dari semua kalangan, kalangan praktisi, LSM, akademisi, maupun pihak-pihak yang terlibat dalam perkara.

Hal tersebut tentunya diatur dalam UU No 22 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No 18 Tahun 2011 yakni dalam pasar 17 ayat 3, pasal 18 ayat 4, pasal 20 ayat 1b, dan pasal 22 ayat 1.

"Komisi Yudisial itu penting dalam mewujudkan peradilan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kita semua harus berjuang mempertahankan keberadaan komisi yudisial dan ikut berpartisipasi agar komisi yudisial sukses dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, " jelas John di akhir materinya.

Sementara itu, Ansy yang melanjutkan materi kedua berusaha memaparkan beberapa hal tentang hukum secara umum dan data-data. Beberapa hal yang mempengaruhi penegakan hukum, lanjutnya, diantaranya adalah aturan atau undang-undang itu sendiri.

Hukum itu bergerak mengikuti peristiwa. Contohnya kekerasan seksual dan berbagai kasus lain yang tidak mampu diakomodir oleh KUHP karena KUHP sendiri sudah dibuat begitu lama dan merupakan warisan dari negara yang pernah menjajah Indonesia sehingga tidak mampu mengikuti irama dan dinamika perkembangan zaman.

Hal lain yang juga menjadi faktor penghambat adalah penemuan atau peristiwa hukum yang berhadapan dengan perkembangan teknologi. Selain itu, faktor penghambat juga datang dari aparat penegak hukum sendiri, ketidaktersediaan sarana-prasarana untuk mengupas sebuah fakta, dan budaya hukum masyarakat.

Budaya hukum berkaitan erat dengan proses internalisasi nilai-nilai untuk memahami hukum dan menerapkan secara baik untuk kepentingan bersama.

Ansy juga memaparkan berbagai data merujuk dari survei yang dilakukan Indonesian Legal Roundtable tentang kondisi penegakan hukum di NTT.

Terkait dengan Penentuan Indeks Negara Hukum Indonesia, beberapa prinsip dasar yang diukur antara lain pemerintahan berdasarkan hukum; peraturan yang jelas, terukur, dan partisipatif; kekuasaan kehakiman yang merdeka; akses terhadap keadilan; dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Hasil yang diperoleh dari tahun 2016-2017, ada perbandingan skor provinsi terkait prinsip ketaatan pemerintahan terhadap hukum dimana NTT berada pada urutan ke 19.

Yang berada pada peringkat pertama adalah Provinsi Sumatera Barat. Berangkat dari survei tersebut terlihat faktor tindakan pemerintah membuat hukum sejalan dengan perundang-undangan belum terlalu bagus karena meski ada komitmen tinggi namun pengawasan pihak-pihak lembaga cuma 15%.

Terkait dengan tindakan pemerintah yang tidak sejalan dengan hukum terlihat ada 52% korupsi, membuat kebijakan yang tidak sesuai peraturan 26%, perbuatan asusila 8%, dan tidak melaksanakan atau mematuhi keputusan pengadilan 12%.

Terkait akses masyarakat terhadap UU dan Perda berdasarkan sumber resmi tahun 2017, masyarakat kota lebih mudah mengakses UU, Perda, Perdes, atau Pergub dibandingkan masyarakat desa yang sulit mengaksesnya.

Untuk independensi hakim dalam mengadili dan memutuskan perkara, NTT berada pada posisi ke 2. Pihak yang paling sering mempengaruhi independensi hakim itu adalah pihak pengacara dan advokat 17,50% dan ormas 17,50%.

Sementara itu diikuti pengusaha, pejabat pengadilan, parpol, anggota dewan, dan yang paling jarang adalah pemerintah daerah.

Selanjutnya berkaitan dengan efektivitas pengawasan hakim oleh mahkamah agung dan komisi yudisial, data menunjukkan bahwa jawaban dari para ahli yang disurvei seluruh indonesia adalah adanya jawaban sangat tidak efektif, tidak efektif, kurang efektif , efektif, dan sangat efektif. Dari jawaban ini, terlihat hakim tidak efektif 35% dan komisi yudisial 27,5%.

Ansy pun mengungkapkan bahwa masyarakat tidak perlu takut karena ada dasar-dasar hukum yang bisa dipakai sebagai acuan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga negara.

Peserta kegiatan antara lain akademisi, praktisi hukum, aktivis mahasiswa, perwakilan NGO, tokoh agama, dan masyarakat pelapor. Suasana diskusi pum berlangsung alot. Para peserta memberikan banyak masukan, cerita pengalaman, dan laporan pada Komisi Yudisial.

Sementara itu di akhir kegiatan Hendrikus berharap kehadiran para peserta dari berbagai kalangan ini dapat mendorong partisipasi publik yang lebih besar lagi untuk mensosialisasikan tugas dan peran KY.

"Juga bagaimana memberikan informasi yang lebih luas bahwa ketika ada persoalan yang mereka hadapi di peradilan, ada saluran tempat mereka menyampaikan persoalannya. Semua ini hilirnya cuma satu, yakni mewujudkan peradilan bersih. Kalau bicara peradilan bersih tanpa peran serta masyarakat, itu omong kosong, itu sulit," pungkasnya.

Komisi Yudisial setiap bulannya melakukan Yudicial Education, yakni edukasi tentang tugas-tugas yudisial kepada masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dan menjadi bagian dari KY dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Kegiatan yang dilakukan terbagi di kelurahan, kampus-kampus, atau berbagai aktivitas LSM dimana KY diberikan ruang untuk memaparkan informasi tentang KY. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Fransiska Mariana)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved