24 Cuitan Fadli Zon Tentang Evaluasi Pilkada Langsung, Ungkap Keputusan DPR Digunting Presiden SBY

24 Cuitan Fadli Zon Tentang Evaluasi Pilkada Langsung, Ungkap Keputusan DPR Digunting Presiden SBY

Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Hasyim Ashari
Kompas.com
24 Cuitan Fadli Zon Tentang Evaluasi Pilkada Langsung, Ungkap Keputusan DPR Digunting Presiden SBY 

24 Cuitan Fadli Zon Tentang Evaluasi Pilkada Langsung, Ungkap Keputusan DPR Digunting Presiden SBY

POS-KUPANG.COM - Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, menyoroti wacana evaluasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang saat ini sedang menuai pro dan kontra.

Sebelumnya, wacana untuk mengevaluasi Pilkada Langsung ini digulirkan Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tito Karnavian.

Tito melihat, Pilkada Langsung yang dilakukan Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, telah memunculkan praktik korupsi karena modal politik yang begitu besar.

Tidak hanya itu, dalam beberapa kasus, sejumlah konflik horizontal juga terjadi selama perhelatan Pilkada Langsung.

Terkait dengan wacana tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri sudah bersikap. Bahwa untuk sementara ini, opsi Pilkada langsung tetap dijalankan.

Ini Alasan Utama Ahok BTP Gak Bakal Mulus Jadi Calon Bos Pertamina atau PLN, Fadli Zon Ungkap Ini

36 Cuitan Fadli Zon Soal Ironi Kebijakan Indonesia Sentris, Presiden Jokowi Gagal Pilih Tim Ekonomi

Bagaimana dengan pandangan anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon?

Berikut 24 cuitan Faldi Zon tentang evaluasi Pilkada langsung.

Ada satu point di mana Fadli Zon menyebut, sebenarnya DPR sudah punya keputusan politik untuk menghapus Pilkada langsung.

Namun, keputusan itu digunting Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu.

Yuk simak 24 cuitan lengkap Fadli Zon di bawah ini:

1) Saat ini Pemerintah, melalui @Kemendagri_RI mewacanakan evaluasi atas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung. Sy kira ajakan evaluasi itu perlu disambut baik. Bgmnpun, demokrasi yg kian mahal memang harus dianggap sbg persoalan serius.

2) Hanya saja, evaluasi itu mestinya bersifat sistemik dan mendalam, bukan hanya parsial.

Fahri Hamzah Teman Fadli Zon Ungkit Dipecat PKS Menang di MA Singgung Denda Rp 30 Miliar Tak Dibayar

34 Cuitan Fadli Zon Soal Urgensi Pendidikan, Warning Mendikbud Nadiem Makarim, Sebut Gus Dur dan SBY

3) Kini muncul gagasan menyelenggarakan Pilkada Asimetris, yaitu Pilkada Langsung hanya untuk Pemilihan Bupati/Walikota saja, yg memimpin daerah otonom, sementara untuk Pemilihan Gubernur di level provinsi dilakukan melalui DPRD.

4) Menurut saya, cara pandang semacam itu masih bersifat parsial dan aji mumpung kepentingan jangka pendek.

5) Jumlah provinsi di Indonesia hanya 34, bandingkan dgn jumlah kabupaten/kota yg mencapai 514. Sehingga, jika kita menggelisahkan Pilkada yang mahal, mengubah Pemilihan Gubernur secara kualitatif dan kuantitatif dampaknya sangatlah tak signifikan.

6) Mestinya yg kita perhatikan adalah Pemilihan Bupati/Walikota. Tapi bagaimana dengan status Kabupaten/Kota sbg daerah otonom? Inilah titik evaluasinya.

7) Kita perlu mendalami apakah sebaiknya otonomi daerah tetap diberikan untuk level kabupaten/kota, ataukah perlu digeser ke level provinsi. Saya kira kuncinya ada di situ. Ini yg harus dikaji mendalam.

8) Pemerintah sendiri mencatat bahwa sekitar 78 persen kabupaten/kota hasil pemekaran dianggap gagal. Dalam kenyataannya, memang banyak pemerintah Tingkat Dua tak sanggup menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan mereka sendiri.

Gandeng Trans Studio Mini, Prodi Matematika Unwira Kupang Gelar LCCM Tingkat SMA/MA se-Kota Kupang

Raul Lemos Unggah Foto Lama Dengan Krisdayanti, Tulis Godaan Pasangan & Setan, Ini Reaksi Yuni Shara

9) Sebagai pembanding, saat ini hanya 10 persen saja daerah otonom yg benar-benar mandiri secara fiskal. Sementara sekitar 70 persen daerah otonom, PAD-nya berkisar 10 persen saja dari jumlah APBD-nya.

10) Dengan kata lain, meski masih harus dikaji kembali, penetapan kabupaten/kota sbg daerah otonom harus dievaluasi secara serius, karena dari sisi keuangan negara sistem semacam ini sudah bersifat destruktif.

11) Bayangkan, jumlah daerah otonom di Indonesia 14 kali lipat dari jumlah daerah otonom di Cina dan India, padahal jumlah penduduk kita hanya seperenam dan seperlima kedua negara tadi.

12) Dari 514 kabupaten/kota yg ada, 508 di antaranya berstatus daerah otonom yg tiap lima tahun sekali menyelenggarakan Pilkada Langsung. Berapa biaya yang bisa kita hemat jika kebijakan otonomi daerah kita geser ke level provinsi? Saya kira jumlahnya lebih signifikan.

13) Dalam dua puluh tahun terakhir, kita menganggap demokrasi liberal lebih baik daripada demokrasi perwakilan. Padahal, segala keberatan kita hari ini terhadap praktik demokrasi yg mahal.

Jelang Laga Persib Bandung Vs Barito Putera, Robert Tak Mau Kecewakan Bobotoh, Begini Strateginya

Saran Fahri Hamzah, Ahok Ditempatkan di BUMN Paling Korup, Ini Daftar Kasus Korupsi di BUMN

14) Sehingga hanya menguntungkan para oligarki, mestinya membawa kita pada diskusi yg lebih substantif, bukan hanya soal prosedural langsung dan tidak langsung. Isu substantif kita sebenarnya adlh pada bgmn meningkatkan kualitas demokrasi.

15) Melalui buku “Demokrasi Kita” dulu Bung Hatta sebenarnya sudah mengingatkan agar praktik berdemokrasi di level negara sebaiknya mengadopsi model demokrasi yg tumbuh di tengah-tengah rakyat.

16) Bung Hatta mengkritik demokrasi cara Barat yang berdasarkan ‘free fight’, hantam-menghantam. “Free fight democracy”, ujar Hatta, hanya akan menimbulkan perpecahan nasional dan membuat pembangunan jadi terlantar

17) Tapi kita tak boleh memelihara standar ganda dalam diskusi. Maksudnya, jangan sampai ketika model pemungutan suara merugikan kepentingan kita, maka kita bilang itu bukanlah model demokrasi kita.

18) Atau, ketika model musyawarah merugikan kepentingan kita, maka kita berkilah bahwa pilar demokrasi adalah pemungutan suara. Semua pihak harus bisa bersikap obyektif.

Tak Dipilih Jadi Menteri, Ini Momen Anak SBY AHY Bertemu Presiden Jokowi, Bakal Jadi Wakil Nadiem?

AHY Tak Jadi Menteri, Andi Arief Sebut Megawati Dendam ke SBY, Respon Puan Maharani Jadi Sorotan

19) Jangan lupa, lima tahun lalu @DPR_RI sebenarnya sudah pernah membuat keputusan politik menghapus Pilkada Langsung. Tapi keputusan itu digunting sendiri oleh Presiden SBY melalui Perppu di penghujung masa jabatannya Oktober 2014.

20) Kemudian koalisi pemerintahan baru dipimpin Presiden @jokowi termasuk yg mendukung penerbitan Perppu mendukung Pilkada Langsung. Kami ketika itu berada dalam posisi mendukung Pilkada oleh DPRD dan dikalahkan dalam voting di @DPR_RI

21) Inilah inkonsistensi yg terus berulang. Jadi, kalau sekarang Pemerintah hendak mewacanakan kembali gagasan tsb, kita pantas bertanya: ke mana sikap mereka lima tahun lalu?

22) Artinya, selama ini yang ada hanyalah “Demokrasiku” dan “Demokrasimu” saja. “Demokrasiku” adalah refleksi mencari keuntungan sesaat dari situasi atau konfigurasi politik yang ada.

Gubernur DKI Jakarta Mulai Menggusur, Gerindra Sebut Anies Tak Pernah Janji Tata Jakarta Tanpa Gusur

Rocky Gerung Beberkan Alasan Menghilang dari ILC TV One, Sebut Nama Karni Ilyas, Dicekal?

23) Bukan memperbaiki institusi dan praktik demokrasi sendiri. Inilah demokrasi “menang-menangan”. Masing-masing pihak hanya berkukuh membela posisinya, dengan mengabaikan banyak sekali kenyataan obyektif.

24) Kita perlu menyadari bahwa yg dibutuhkan kini adalah diskursus obyektif dan terbuka mengenai “Demokrasi Kita”, bukan hanya “Demokrasiku” dan “Demokrasimu” semata. Mau dibawa ke mana “Demokrasi Kita”?

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved