Gugatan Keluarga Kolloh Cs
Diduga Ada Kejanggalan Alat Bukti Perkara Kasus Tanah Undana
Hal ini pun menjadi temuan Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) Undana yang diangkat ke publik.
Penulis: Sipri Seko | Editor: Sipri Seko
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Aroma mafia peradilan tercium dalam perkara perdata atas lahan Universitas Nusa Cendana (Undana) yang digugat oleh Keluarga Kolloh, Keluarga Naimanu dan Keluarga Tafoki. Meski dua kali pengadilan tinggat pertama (PN Kupang dan pengadilan tingkat kedua (PT Kupang) memenangkan gugatan Keluarga Kolloh cs, namun berhembus dugaan ada permainan dalam kasus ini.
Dugaan adanya mafia peradilan dalam perkara ini terungkap pada sejumlah alat bukti yang diajukan pihak penggugat (Keluarga Kolloh cs). Hal ini pun menjadi temuan Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) Undana yang diangkat ke publik.
Sesuai informasi yang diperoleh Pos Kupang, sejumlah kejanggalan tersebut adalah soal daftar bukti surat yang diajukan berupa daftar nama-nama pelapor tanah kelebihan maksimum tertanggal 13 Januari 1982 ditandatangani Kepala Kantor Agraria Kabupaten Kupang, M.AD. Bernadus.
Dalam surat ini tercatat bahwa Junus Kolloh memiliki tanah kering di Desa Penfui Timur Kecamatan Kupang Tengah seluas 65 hektare. Ironisnya, Desa Penfui Timur baru terbentuk tahun 2003 sesuai keputusan Bupati Kupang Nomor 13 tahun 2003 tentang pengesahan pebentukan desa persiapan di Kabupaten Kupang yang ditandatangani Ibrahim Agustinus Medah.
Selain itu, dugaan manipulasi dan pemalsuan tandatangan eks Fetor JA Amabi pada gambar situasi tertanggal 22 November 1983 yang diajukan sebagai alat bukti oleh penggugat. Tandatangan tersebut sangat jauh berbeda dengan tandatangan pada surat panitia landreform Kecamatana Kupang Tebngah tertanggal30 Mei 1967.
Kejanggalan lainnya yaitu Esau Oktofianus Naimanu sebagai salah satu penggugat hanya memasukkan alat bukti putusan perkara perdata nomor 107/PDT/G/2010/PN.KPG tanggal 9 Juni 2011 pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Kupang melawan Yayasan Pendidikan Arnoldus Kupang. Putusan pada tingkat Pengadilan Tinggi Kupang (banding) nomor:15/PDT/2012/PTK dan putusan Mahkamah Agung (kasasi) nomor: 35/196.K/Pdt.2012 justru Esau Oktofianus Naimanu kalah.
Kejanggalan lain yaitu alat bukti yang diajukan berupa gambar kasar bagi lima orang seluas 120 hektar pada waktu yang bersamaan oleh petugas ukur dari BPN Kabupaten Kupang atas nama Lasarus Missa tanggal 2 Desember 1968. Sangat tidak mungkin dalam sehari petugas ukur mampu mengukur tanah seluas 120 ha bagi Simon Naimau (20 ha), Kobe Bene (20 ha), Paulus Sabaat (20 ha) Soleman Takuba (20 ha), Hati Lole (20 ha) dan Pena Sei (20ha).
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 415K/Sip/1975 tertanggal 27 Juni 1979 mensyaratkan bahwa gugatan yang ditujukan lebih dari seorang tergugat yang antara tergugat-tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya, tidak dapat diadakan dalam satu gugatan tetapi masing-masing tergugat harus sendiri-sendiri atau sebaliknya. Karena itu, sangat tidak mungkin ketiga penggugat yaitu Esau Oktofianus Naimanu dan Vredi Wilman Kollohdengan sejarah tanah yang berbeda tetapi bisa menggugat Undana.*