Cewek Cantik Ini Bikin Geram ISIS, Usai Bunuh 100 Anggota ISIS, Kepalanya Dihargai Rp 14 Miliar
Sniper Cantik Joanna Palani Bunuh 100 Orang Anggota ISIS, Kepalanya Dihargai Rp 14 Miliar
POS-KUPANG.COM - sniper Cantik Joanna Palani Bunuh 100 Orang Anggota ISIS, Kepalanya Dihargai Rp 14 Miliar
Tak banyak yang mengetahui sosok wanita cantik bernama Joanna Palani ini.
Siapakah Joanna Palani yang sebenarnya saat ini sedang banyak diburu dan diwaspadai?
Dilansir dari Intisari.grid.id, Selasa (12/11/2019), Joanna Palani adalah seorang sniper atau penembak jitu dari Denmark.
Dia bergabung dengan Unit Perlindungan Wanita Kurdi (YJP) dalam upaya melawan organisasi ISIS.
Ya, Joanna Palani adalah perempuan berkewarganegaraan Denmark yang dikenal kisahnya terlibat dalam peperangan melawan ISIS di Suriah.
(lensculture.com)
Memiliki paras cantik bak seorang model, rupanya Joanna Palani memiliki kemampuan seorang sniper luar biasa.
Bahkan keberanian dan kemampuannya, membuat Joanna Palani menjadi sniper yang paling dicari oleh pejuang ISIS.
Melansir juga dari laman Dailymail, perempuan yang dijuluki Lady Death ini mengakui bahwa ia telah membunuh 100 orang anggota ISIS.
Akibatnya, Joanna Palani diburu oleh ISIS.
Kepalanya dihargai hingga 1 juta dollar AS atau sekitar Rp 14 miliar bagi siapa saja yang bisa menangkapnya.
Mengutip Kompas.com, Joanna Palani lahir di sebuah kamp pengungsian di Gurun Ramadi Irak, selama Perang Teluk 1993.
Kemudian dia bermigran ke Denmark saat usianya masih 3 tahun.
Gadis blasetran Iran-Kurdi ini harus meninggalkan Iran Kurdistan karena alasan politik dan kebudayaan kala itu.
Mewarisi darah pejuang dari kakek dan ayahnya membuat Palani terdorong untuk memulai revolusi melalui aksi militan.
Pada 2014, wanita cantik ini keluar dari bangku kuliahnya.
(thetimes.co.uk)
Mulailah dia melakukan perjalanan ke Suriah di usianya yang masih terbilang muda, 21 tahun.
Ia Joanna Palani pun menceritakan bagaimana awal perjalanan, dan pelatihan yang diikutinya sebelum terjun ke garda terdepan untuk melawan ISIS.
"Saya ingat pertama kali saat menarik pelatuk dan merasak kekuatan dari sebuah senjata.”
“Saya tidak cukup bagus (memegang senjata) tapi saya sangat menyukainya."
"Saya menyukai kekuatan senjata itu, dan fakta bahwa kekuatan itu bukan dari senjata itu sendiri, tetapi pada orang yang memegang senjata itu.”
“Saya ingin menjadi lebih baik," jelas Joanna Palani.
Lebih lanjut, Joanna Palani menjelaskan dirinya sangat menyukai proses pelatihannya di kamp.
"Saya sangat menyukai pelatihan saya.”
“Itu mengingatkan saya pada sosok Lyuda (Pavlichenko) Lady Death dari Tentara Merah Rusia," jelas Joanna Palani.
Perlu Anda tahu juga, Lyudmila Mikhailovna Pavlichenko adalah seorang penembak Soviet dalam Tentara Merah pada Perang Dunia II, yang dikenal karena membunuh 309 orang.
Lyudmila Mikhailovna Pavlichenko dianggap sebagai salah satu penembak militer papan atas sepanjang masa dan penempak perempuan tersukses dalam sejarah.
Apalagi darah Joanna Palani selalu mendidih setiap kali mendengar berita pejuang ISIS memperlakukan buruk anak-anak dan perempuan.
Selama di Timur Tengah, Joanna Palani adalah bagian dari pasukan yang membebaskan sekelompok gadis Yazidi yang diculik untuk dijadikan budak seks di Iran.
"Saya adalah seorang penembak jitu.”
“Saya suka menggunakan otak dan tubuh saya untuk fokus pada misi saya," ungkap Joanna.
"Saya dilatih oleh banyak kelompok di Kurdistan dan di luar wilayah Kurdi di Suriah," tambahnya.
Dia juga dilaporkan memerangi pemerintahan rezim Bashar al-Assad di Suriah. (Maria Andriana Oky)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Intisari.grid.id berjudul "Jadi Tentara yang Paling Dicari ISIS dan Kepalanya Dihargai Rp14 Milliar, Inilah Sosok Sniper Cantik Joanna Palani"
* Sambil Nangis, Nada Fedulla, WNI Eks ISIS Ingin Pulang ke Indonesia, Tak Tahu Dibawa Ayahnya ke Suriah
POS KUPANG.COM -- Belakangan muncul wacana untuk memulangkan WNI eks ISIS yang kini tinggal di kamp-kamp penahanan di Irak dan Surya
Para WNI tersebut ditahan setelah ISIS kalah dalam perang melawan pasukan kualisi.
Para kombatan ISIS banyak yang melarikan diri sementara sebagian lagi ditahan dan dipenjarakan di kamp-kamp di wilayah tersebut
Salah satunya adalah kamp pengungsian al-Hol, Suriah Utara, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pasukan Demokratik Suriah atau SDF.
Di kamp pengungsian tersebut, terdapat sejumlah warga negara Indonesia yang tengah menanti kepastian nasib mereka, salah satunya adalah Nada Fedulla.
Dalam sebuah wawancara di BBC, Selasa (4/2/2020), Nada Fedulla mengaku dibawa oleh ayahnya ke Suriah sejak 2015 silam.
Saat itu, dia masih duduk di bangku sekolah dan harus merelakan cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Saat masih sekolah, saya bercita-cita menjadi dokter dan saya sangat senang belajar," kata Nada kepada BBC.
Menurutnya, dia tak tahu bahwa sang ayah akan membawanya ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Selain Nada, ayahnya juga membawa anggota keluarga mereka yang lain, termasuk sang nenek.
Memaafkan ayahnya Kendati demikian, Nada mengaku memaafkan keputusan ayahnya tersebut, meski telah memupuskan cita-citanya menjadi dokter.
"Ya, karena dia juga manusia. Semua manusia bisa berbuat kesalahan. Dia sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang dilakukannya," kata Nada.
"Dia sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Tapi, dia tak bisa melakukan apa pun karena dipenjara," sambungnya.
Nada juga menceritakan pengalamannya hidup di tengah para kombatan ISIS. Ia mengaku pernah melihat pembantaian yang dilakukan di jalanan.
Dengan ketidakjelasan nasibnya saat ini, Nada memiliki keinginan untuk pulang ke Indonesia.
Dia juga merasa lelah dengan kondisinya dan berharap bisa mendapatkan maaf dari orang Indonesia.
660 WNI diduga teroris lintas batas Berdasarkan data Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), setidaknya ada 660 WNI yang diduga menjadi teroris lintas batas.
Beberapa dari mereka bergabung dengan ISIS di Suriah, Irak, dan sejumlah negara lain. Hingga saat ini, pemerintah masih terus melakukan pembahasan soal rencana pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
Bahkan Presiden Joko Widodo secara pribadi menyampaikan keengganannya untuk memulangkan mereka. Namun, dia mengaku bahwa keputusan itu masih dirapatkan oleh pemerintah.
"Ya kalau bertanya kepada saya (sekarang), ini belum ratas (rapat terbatas) ya. Kalau bertanya kepada saya (sekarang), saya akan bilang tidak (bisa kembali).
Tapi, masih dirataskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Nada Fedulla, WNI Eks ISIS yang Tak Tahu Dibawa Ayahnya ke Suriah",