Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Sabtu 9 November 2019 'Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya''

Renungan Harian Kristen Sabtu 9 November 2019 'Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya''

Editor: maria anitoda
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Renungan Harian Kristen Sabtu 9 November 2019 'Membangun Desa, Ini Dasar Teologisnya'' 

Penekanan akan pentingnya peranan Roh Kudus disini tergambar secara luas baik dalam Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul.

  Ada kesamaan yang luar biasa dari  Injil Lukas maupun kisah Rasul, dimana menekankan peranan Roh Kudus yang sangat penting baik dalam diri Yesus maupun para murid.

Sehingga kalau dalam Injil Lukas peranan Roh Kudus nampak dalam diri Yesus, maka dalam Kisah Para Rasul peranan Roh Kudus nampak dalam diri para murid atau para rasul.

Roh Kudus berperan dalam pelayanan Yesus, hal itu telah nampak sejak Yesus memulai pelayanannya (Lukas 4:18, 19;  5:8  dyb).

Demikian pula Roh Kudus berperan dalam masa-masa awal pelayanan murid-murid setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus (Kis 2:1-4).

Menarik bahwa kuasa yang dimiliki Kristus oleh Lukas adalah kuasa karena Roh Tuhan atau Roh Allah sendiri yang menyertaiNya dan kuasa yang sama kemudian dialihkan kepada para murid.

Dimana istilah kuasa dalam bahasa Yunani yang dipakai disini adalah dunamis.

Dunamis  (bahasa Yunani artinya "Kuasa"),  bukanlah sekadar kekuatan atau kemampuan; lebih dari pada itu istilah ini khusus menunjuk kepada kuasa yang bekerja, yang bertindak.  Lukas dalam “des lukanischen Doppelwerkes” nya (dalam tulisannya yang pertama Injil Lukas dan dalam Kisah Para Rasul) menekankan bahwa kuasa Roh Kudus termasuk kekuasaan untuk mengusir roh-roh jahat dan urapan untuk menyembuhkan orang sakit sebagai kedua tanda penting yang menyertai pemberitaan Kerajaan Allah (Lihat misalnya. Lukas 4:14,18,36; 5:17;  6:19; 9:1-2; Kisah Para Rasul 6:8; 8:4-8,12-13; 10:38; 14:3; 19:8-12).

 Kuasa atau Roh Kudus diberikan untuk bersaksi. Dan bersaksi dalam banyak bentuk, baik dalam kata-kata maupun perbuatan. Bersaksi  tidak harus dalam bentuk khotbah. Bersaksi tidak harus menangkan Jiwa. 

Bersaksi tidak harus teriak-teriak atau malah memaki-maki, mencela dan menuding orang. Bersaksi juga tidak harus pamer kehebatan, kesombongan dan kebesaran diri. Bersaksi tidak harus unjuk kepintaran.

Bersaksi lebih menunjuk kepada kebesaran Tuhan Allah sendiri.

Bersaksi bisa dalam kata-kata dan perbuatan kita yang nyata dalam melaksanakan amanat Agung Yesus  dalam Matius 28:19-20. Orang percaya memiliki tanggungjawab untuk menyasikan kebaikan dan kebenaran Tuhan. 

Orang bisa saja bertobat karena kesaksian kita, namun itu bukan usaha kita tetapi karya Roh Kudus melalui kita.

Ketika kita menyangka bahwa pertobatan orang lain adalah karena kita, maka kita sesunguhnya mendukakan Roh Kudus, karena kita telah menyangkali kuasanya (dunamisnya) yang sedang bekerja dalam diri kita. Oleh karena itu bersaksi adalah gaya hidup kita, bukan beban yang memberatkan kita. Bersaksi bukan untuk mendapatkan keuntungan material dan ketenaran diri.

 Sebab kuasa Roh Kudus yang bekerja dalam diri membebaskan kita, memberikan semangat kepada kita. Bahkan ketika kita merasa tak mampu ia justru menolong kita hingga kedatangan kembalinya Yesus.  

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved